Selama 10 tahun lamanya, Pernikahan yang Adhis dan Raka jalani terasa sempurna, walau belum ada anak diantara mereka.
Tepat di ulang tahun ke 10 pernikahan mereka, Adhis mengetahui bahwa Raka telah memiliki seorang anak bersama istri sirinya.
Masihkah Adhis bertahan dalam peliknya kisah rumah tangganya? menelan pahitnya empedu diantara manisnya kata-kata cinta dari Raka?
Atau, memilih meladeni mantan kekasih yang belakangan ini membuat masalah rumah tangganya jadi semakin pelik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#30•
#30
“Mas, jangan berteriak, bagaimana jika Ayah dengar?” Adhis berusaha memisahkan Gala dari suaminya.
“Biar saja ayah dengar, kita akhiri saja sekalian hubungan kalian!!”
“Ada apa ini?”
Tiba-tiba Ayah Bima datang, bahkan semua yang sedang bersitegang tak tahu, darimana datangnya Ayah Bima.
Jangan ditanya sejak kapan dan dari mana datangnya Ayah Bima, karena memang tak ada yang menyadarinya.
“Gala, ada apa ini? Kenapa kalian malah ribut di belakang?” tanya Ayah Bima kebingungan, karena melihat Raka babak belur dihajar Gala.
Namun ketika hendak melangkah guna mendekati Raka, tanpa sengaja Ayah Bima melihat foto-foto yang berserakan di lantai.
“Apa ini Dhis?”
“Ayah, lihatlah, putri Ayah kembali berhubungan dengan mantan kekasihnya.” Pertanyaan ayah Bima, seolah menjadi angin segar untuk Raka.
Ayah Bima menatap bergantian Dean yang hanya diam, dan Adhis yang menggeleng kuat. “Tidak begitu ceritanya, Om, aku bisa jelaskan,” sanggah Dean kemudian, walau terlambat, sebaiknya menunjukkan pembelaan, daripada diinjak habis-habisan.
“Bohong, Yah, Mas Raka berbohong.” Serupa dengan Dean, Adhis langsung menghampiri Ayah Bima yang masih kebingungan.
“Ayah lihat kan, mereka bekerja sama untuk mengelak bukti-bukti yang ada.”
Bugh!!
Gala yang emosional, kembali menghantam wajah Raka. “Breng^sek!! kamu pikir aku percaya? Kita memang bersahabat, tapi soal kepercayaan, tentu aku percaya pada air mata adikku.”
Bibir Gala gemetar, ia tak menyangka sahabat baik yang paling ia percaya menjaga adiknya, justru berkhianat. “Maaf, Ayah, aku minta maaf, karena pernah menyodorkan pria ini pada Ayah, aku kira dia baik dan bisa menjaga Adhis, nyatanya dia hanya Pria breng^sek yang menduakan Adhis!”
Seketika wajah Ayah Bima merah padam, bukan main marahnya ketika mendengar putri kesayangannya dikhianati, “apa itu benar, Raka?”
“Ayah tak percaya padaku?”
“Jawab saja pertanyaanku!? Dan jangan mengalihkan pembicaraan.”
Raka menunduk, ia hanya mengangguk pelan, mengakui perbuatannya.
Ayah Bima, bukan tipe orang yang suka menggunakan kekerasan, ia sangat bijaksana dalam menilai setiap persoalan. Walau kini teramat sangat ia marah pada menantunya, ia tetap berusaha meredam emosi yang mungkin saja akan mengacaukan segalanya.
“Telepon orang tuamu, dan minta mereka datang kemari.”
“Kenapa Ayah begitu marah padaku? Padahal pria itu malah pernah mencampakkan putri Ayah.”
“Mau tahu jawabannya? Karena dulu mereka masih remaja, bahkan pertunangannya belum sempat diresmikan. Tapi kamu? Sudah dewasa, kalian sudah menikah, nalar, akal, dan logika, semua sudah bekerja dengan normal. Jika dengan semua perangkat itu kamu masih tak memikirkan dampak perbuatanmu?! Maka mundur saja dari profesimu saat ini, aku sungguh kasihan pada pasien yang kamu tangani.”
Ayah Bima berbalik, ia merangkul Adhis yang sejak tadi terdiam dalam tangisnya.
“Dean, ayo masuklah, kita biarkan Raka menghubungi orang tuanya.”
“Om, percaya padaku?”
Ayah Bima menepuk pundak putra sulung sahabatnya tersebut.
“Hmm … Bukan karena kamu adalah putra temanku. Tapi bertahun-tahun bergelut didunia bisnis, bertemu dengan banyak orang dengan warna-warni sifat mereka, dengan mudah Om bisa membedakan, mana yang jujur dan mana yang tidak, termasuk pancaran matamu. Om akui, didikan Opamu sungguh masih membekas dalam hati dan perasaan Om.” Bima bertutur sepanjang langkah kaki mereka menuju ruang tengah.
Sementara Raka hanya mempu mengumpat kesal seorang diri, hatinya semakin panas karena Sang mertua justru terlihat membela rivalnya.
•••
Suasana sungguh tegang, para tamu yang tidak berkepentingan, sudah meninggalkan Rumah utama keluarga Narendra. Bahkan Ayah Bima meminta Gala menjemput istrinya, serta langsung kembali ke rumah mereka, karena Ayah Bima ingin menyelesaikan ini semua dengan kepala dingin.
Kini, yang hadir di pendopo itu hanya keluarga inti, termasuk Daddy Andre masih Ayah Bima izinkan duduk di dekatnya, karena ada Dean yang ikut terseret dalam masalah rumah tangga Adhis dan Raka.
Sejak satu jam yang Lalu, Adhis tak mau lepas dari pelukan Bunda Sherin, ia bahkan tak sudi menatap wajah Raka. Entahlah, setelah Ayah Bima tahu semua, kini keinginannya hanya satu, yakni berpisah.
Ayah Suryo Adhiguna dan Bu Dewi Wulandari juga telah tiba 5 menit yang lalu.
Jika Ayah Suryo sama halnya dengan Ayah Bima, maka lain hal dengan Bu Dewi yang wajahnya masih menunjukkan sikap angkuhnya.
“Tentu Panjenengan sudah paham, kenapa saya meminta panjenengan berdua datang ke pendopo kami.” Ayah Bima memulai percakapan.
Ayah Suryo menarik nafas perlahan, melihat menantunya yang bahkan tak mencium tangannya dengan takzim seperti biasa, Ayah Suryo pun tahu, bahwa kecurangan Raka dan istrinya sudah diketahui oleh keluarga besannya. “Iya, benar, dan saya pun sangat menyesalkan, kejadian yang sudah terlanjur terjadi di hadapan saya. Pangapunten sanget, ini semua salah saya yang tak bisa mendidik Ibunya Raka dengan baik.”
Ucapan Ayah Suryo, membuat Bu Dewi melotot. “Kang Mas!!” ujarnya kesal.
“Diam, atau kamu lebih baik pulang!” terang-terangan Ayah Suryo mengatakan hal itu di hadapan besannya. Bukan hal yang mudah, karena ia telah dibuat malu luar biasa oleh istri dan satu-satunya anak yang ia punya.
“Bukannya Kang Mas juga tahu, waktu Raka menikah?” seolah masih tak terima, Bu dewi kembali mengajukan protes.
“Aku sudah bilang, Diam!” nada suara Ayah Suryo kembali meningkat satu oktaf, “Aku memang tahu, tapi sudah terlambat untuk menggagalkannya, karena kalian pergi ke Garut tanpa memberitahuku.”
Kembali ayah Suryo menatap menantunya, ia merasa sangat bersalah pada menantunya tersebut, benar kiranya bahwa dirinya pun menginginkan seorang penerus. Tapi tak lantas membuatnya membenarkan tindakan Raka dan Bu Dewi.
“Adhis, Ayah minta maaf untuk semua yang sudah putra dan istri Ayah lakukan padamu.”
Bu Dewi kembali menatap tajam pada suaminya, “Buat apa meminta maaf, jika kenyataannya, dia yang tak bisa menghadirkan seorang penerus keluarga.”
Kini yang merah padam karena amarah bukan hanya Ayah Suryo, tapi hampir semua orang yang ada di ruangan tersebut.
Pernah terombang ambing dalam keputusasaan, karena kehilangan salah satu indung telurnya, bahkan hingga beberapa bulan kemudian belum juga hamil. Kini Mommy Bella yang meradang marah karena baru kali ini ia melihat ada seorang Ibu yang tidak memiliki rasa empati sedikitpun pada sesama perempuan.
“Permisi, Bu, apa anda benar-benar yakin kalau anda seorang perempuan?” tanya Mommy Bella.
“Sayang … ” Daddy Andre mencoba mencegah sang istri yang hendak mengeluarkan uneg-uneg yang tersimpan di hatinya.
Namun mommy Bella, menepis lembut tangan sang suami.
“Siapa Anda, jangan ikut campur urusan keluarga kami.”
“Oh, rupanya Anda masih bernyali, dengan mengakui mereka sebagai keluarga.” Sindiran itu meluncur begitu saja, sungguh tak tahan melihat orang bermulut menyebalkan seperti Bu Dewi. “Anda harus tahu, bahwa hubungan keluarga kami, dengan keluarga besan Anda ini, sudah lebih erat, dibanding keluarga paling dekat sekalipun.”
“Sayang, tolong tenang dulu.” Dengan lembut, daddy Andre kembali menenangkan sang istri.
“Tuh, kan, apalagi yang kamu ragukan, Istrimu jelas-jelas berselingkuh, bahkan keluarga selingkuhannya saja ada di rumah ini. Apalagi yang ingin kamu pertahankan?!” Kali ini Bu Dewi mencecar Raka.
“TIDAK AKAN!! Sampai kapanpun Adhis akan tetap jadi istriku, Bu!”
“Jangan ngeyel, Le … kamu sudah punya Anggi, bahkan dia terbukti bisa melahirkan seorang penerus untuk keluarga kita.” Bu Dewi mencoba lemah lembut, agar Raka bersedia menuruti keinginannya seperti dulu.
“Aku bilang TIDAK, ya TIDAK!! Kiamat boleh terjadi, tapi perceraianku dengan Adhis tak akan pernah terjadi!!” Raka kembali menegaskan keinginannya.
“Lalu, kamu pikir aku akan membiarkanmu melakukan itu?!”
Jika sejak tadi Ayah Bima mencoba bersikap tenang, maka kali ini tidak lagi. Karena bu Dewi jelas-jelas sudah menghina putri kesayangannya.
“Ayah … ” mohon Raka, dengan wajah memelas.
“Jangan panggil aku Ayah, karena mulai detik ini kamu tak layak jadi menantuku!” sentak Ayah Bima.
Ayah Suryo hanya bisa memejamkan mata, putusan ayah Bima tidaklah salah. Lagipula siapa yang bisa menerima ketidakadilan, terlebih ketidakadilan itu terjadi pada anak sendiri?
Raka tiba tiba berdiri, kemudian berlutut di depan Ayah Bima, “Ayah, ku mohon, aku tak ingin berpisah dengan Putri Ayah.” Wajah Raka yang sudah lebam sana-sini terlihat semakin memprihatinkan, pasalnya ekspresinya tampak sangat memelas, dan tak ada kebohongan dalam sorot matanya.
“Kalau begitu, ceraikan istri mudamu!”
“Kenapa sejak tadi kita hanya membahas kesalahanku, tapi perselingkuhan Adhis dan pria itu bahkan tidak dibicarakan? Apa Ayah bermaksud melindungi Adhis? Dan bermaksud menyalahkanku?”
Adhis terbelalak, ini adalah sifat Raka yang baru-baru ini ia ketahui. “Jangan playing victim, Mas! Bukti yang Mas bawa hanya ini kan? Ini sama sekali tak membuktikan apa-apa!”
“Murahan, bahkan setelah ada bukti seperti ini kamu masih mengelak!”
“Jaga kata-kata panjenengan, Bu! Ibu sendiri seperti orang yang gak mengenal tata krama.”
Bunda Sherin yang sejak tadi hanya manut perkataan sang suami, kini tak bisa lagi membendung emosi. “Apa?!” balas Bu Dewi.
“Iya, panjenengan adalah orang yang tak punya sifat welas asih, yang lebih buruk lagi, tak punya tata krama!!” bentak bunda Sherin.
Mommy Bella tampak tersenyum puas, karena kini ia bisa menatap wajah masam Bu Dewi.
Sementara ayah Bima dan daddy Andre juga sibuk menenangkan istri-istri mereka. “Sok-sok an menuduh orang lain berselingkuh, padahal anaknya sendiri yang mendua, dengan alasan ingin keturunan, diihh … benar benar minim etika,” gumam mommy Bella dengan suara jelas, ia tak ingin sindirannya hanya lewat di telinganya sendiri. Tapi harus tepat sasaran pada orang yang seharusnya.
Dean mengusap kasar wajahnya, mommy Bella yang ia kenal adalah orang yang jarang meluapkan amarah, tapi sepertinya bergaul dengan emak-emak plus 62 membuat topeng asli sang mommy terbuka lebar. 🤣
Daddy Andre saja tak mampu menenangkan Mommy Bella, karena jika sudah berhubungan dengan anak, sang istri selalu sensitif. Terlebih ia mengerti bahwa bagi sang istri, Adhis adalah putri kandungnya sendiri, tentu mommy Bella tak terima jika Adhis di rendahkan oleh ibu mertuanya.
Karena suasana makin tak terkendali, dua belah pihak sama-sama gak mau mengalah, sementara yang mencoba bersikap waras pun hampir meledak disapu amarah. Maka Ayah Suryo akhirnya memaksa membawa istri dan anaknya pulang ke rumah.
Walau merasa berat, namun Raka pun tak bisa berbuat apa-apa. “Aku tak akan pernah menceraikanmu,” ucap Raka ketika pamit pada Adhis.
Adhis mendesis kesal, “kita lihat saja nanti, karena aku yakin sekali, perceraian kita tak akan lama lagi.” Tanpa menunggu kepergian Raka, Adhis berbalik masuk ke rumah.