Mars Reviano, seorang duda yang akan kembali menikah dengan wanita yang di jodohkan oleh orang tuanya. Sayangnya, di hari pernikahannya calon mempelai wanita tak datang. Situasi sungguh kacau, pernikahan tak bisa di batalkan begitu saja.
Hingga tiba-tiba, kedatangan seorang gadis memakai gaun pengantin mencuri perhatiannya. Aurora Naomi, sosok gadis cantik pemilik senyuman indah. Ia tak sengaja masuk ke dalam gedung acara pernikahan Mars karena menghindari kejaran polisi yang ingin menilangnya.
Entah kebetulan atau tidak, Aurora merupakan keponakan dari asisten pribadi kakek Mars. Mengetahui nama Aurora dan calon mempelai wanita sama, kakek Mars langsung meminta asistennya untuk menikahkan keponakannya dengan cucunya.
"Kenapa Tuan Planet mau menikah denganku?"
"Jangan panggil saya planet! Itu sangat mengesalkan!"
Si gadis pecicilan yang bertemu dengan duda dingin? Bagaimana akhirnya? Di tambah, seorang bocah menggemaskan.
"Ibu tili? Woaah! tantiknaa ibu tili Alkaaan!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ego seorang ayah
Tok!
Tok!
Herman mengetuk pintu rumah Ansel, ia akan mengabarkan tentang keadaan Aurora pada adiknya itu. Tak lama, pintu terbuka. Terlihat Ansel tengah kaget akan kedatangan nya. Herman menatap penampilan Ansel yang terlihat baru saja bangun tidur.
"Bukannya kamu bekerja? Kenapa baru bangun?" Tanya Herman dengan heran.
"Libur." Jawab Ansel singkat, ia lalu membuka pintu dengan lebar dan masuk ke dalam rumahnya. Herman bingung, ia turut mengikuti Ansel masuk ke dalam rumah adiknya itu. Tatapannya menatap ke sekitar keadaan rumah, tak ada yang berubah. Ansel menuangkan air ke dalam gelasnya dan meminumnya.
Tak!
Ansel meletakkan kembali gelas yang sudah kosong itu ke atas meja, "Ada perlu apa kakak kesini?" Tanya Ansel tanpa menatap ke arah sang kakak.
Herman berjalan mendekati Ansel, ia menatap punggung kurus adiknya itu. "Aurora sakit, dia terus bergumam memanggil mu. Mars memintaku untuk membawamu ke rumahnya untuk menjenguk Aurora. Siapa tahu, demamnya akan turun setelah melihatmu." Jawab Herman.
Ansel terdiam sejenak, sebelum mengatakan sesuatu. "Aku bukan dokter Kak, bawa saja dia ke dokter." Perkataan Ansel membuat Herman tak terima. Pria itu berjalan mendekati adiknya dan menatapnya dengan tajam.
"Putri mu sakit dan kamu masih mementingkan egomu? Ansel! Aini sudah meninggal, sekarang yang ada hanya putrimu! Istrimu sampai mengorbankan nyawanya untuk putri kalian, tapi kamu malah mengabaikannya! Aku yakin, istrimu jika masih ada disini dia akan marah padamu Ansel!" Bentak Herman.
Ansel menghela nafas pelan, ia beralih menatap kakaknya itu. "Kamu tidak tahu apa yang aku rasakan kak, karena kehidupanmu sempurna. Aurora sudah memiliki suami, seorang pria yang dapat membahagiakannya. Dia sudah tidak butuh aku lagi sebagai ayahnya. Bukankah aku sudah gagal menjadi seorang ayah? Aku tidak bisa membahagiakannya."
"Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiranmu itu Ansel?! Kamu membenci putrimu sendiri!"
"AKU TIDAK MEMBENCINYA KAK! AKU MENYAYANGINYA! AKU MENYAYANGI PUTRIKU!" Teriak Ansel dengan mata merah berkaca-kaca.
Herman tak bisa berkata-kata lagi, ia sungguh bingung dengan apa yang adiknya maksud. Selama ini, Ansel seolah membenci putrinya sendiri dan enggan melihatnya. Selalu mengabaikan dan tak ingin tahu bagaimana keadaannya. Tapi sekarang, kenapa pria itu mengatakan ia menyayangi putrinya?
"Dia terlalu mirip dengan istriku, sifatnya, karakternya, semuanya! Setiap kali melihatnya, aku kembali mengingat tentang kem4tian Aini. Aku selalu menyesali setiap waktu, detik, tentang apa yang terjadi pada istriku. Setiap kali melihat wajah Aurora, aku tidak bisa mengendalikan diri untuk terus menyesali kem4tian istriku. Kamu tidak pernah merasakannya Kak, bagaimana kehilangan orang yang sangat kita cintai." Ujar Ansel, suaranya terdengar bergetar hebat.
Herman mengalihkan pandangannya sejenak, ia memejamkan matanya berusaha mengontrol emosinya. "Kamu akan menyesal Ansel, kamu akan menyesal. Di kemudian hari, putrimu pasti membencimu dan enggan untuk bertemu denganmu!" Setelah mengatakan itu, Herman beranjak pergi dari rumah Ansel. Ia tak mau lagi berdebat dengan adiknya yang sangat keras kepala.
Air mata Ansel luruh, tubuhnya bergetar hebat. Kakinya terasa lemas, ia segera berpegangan pada kursi dan mendudukkan tubuhnya dengan perlahan. Ansel memegangi d4danya dan mencoba mengatur nafasnya karena d4danya terasa sangat sesak.
"Itu yang aku harapkan, agar dia tidak merasakan apa yang aku rasakan. Dia harus hidup dengan baik, jangan seperti ku." Lirih nya dengan air mata yang terus berlinang membasahi pipinya yang tirus.
.
.
.
Dokter datang memeriksa keadaan Aurora, ia mengatakan jika Aurora hanya demam biasa. Tapi, Mars sepertinya masih terlihat khawatir. Sampai-sampai, saat memeriksa ia tetap memegang tangan Aurora yang terasa hangat.
"Saya resepkan obat penurun demam. Jika panasnya gak turun juga, segera di bawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut." Terang dokter itu.
"Terima kasih Dok." Sahut Mars sembari menganggukkan kepalanya.
"MOMMYYY!" Arkan baru masuk ke kamar orang tuanya, senyumannya mengembang sempurna. Ia telah siap dengan seragam sekolahnya dan berniat meminta sang mommy mengantarnya. Namun, senyumannya luntur saat melihat pria berjas putih ada di sana. Tatapannya langsung beralih pada sekarang gadis cantik yang masih tertidur dengan plester penurun demam di keningnya.
"Mommy na Alkan kenapa? Daddy, Mommy kenapa?" Arkan khawatir, ia segera mendekat Aurora dan menyentuh lengan wanita itu.
"Mommy, mommy kenapa? Daddy, ini kenapa mommy nda bangun?!" Arkan beralih menatap Mars, matanya terlihat berkaca-kaca menahan tangis.
"Arkan siap-siap sekolah gih, di anter pak Bimo dulu yah." Pinta Mars sembari meraih tangan putranya itu.
Arkan menepis tangan Mars, ia lalu menaiki ranjang dan tidur di sebelah sang mommy. "Alkan nda mau cekolah! Alkan mau dicini cama mommy! Daddy aja yang cekolah cana!" Usir Arkan.
"Arkan, nurut! Jangan buat Daddy tambah pusing!" Sentak Mars, tatapannya menatap Arkan penuh peringatan.
Arkan tak mendnegarkan permintaan Mars, Bocah itu memeluk lengan sang mommy dan enggan berangkat sekolah. Mars yang melihat itu sungguh kesal, pasalnya putranya tak mau mendengarkannya dan membantahnya.
"Dokter maaf, mari saya antar." Mars mengantar dokter itu ke depan rumah, mungkin sehabis ini barulah ia menegur putranya.
Sementara Arkan, bocah menggemaskan itu menempatkan telapak tangannya di bawah pipi nya. Ia menatap wajah pucat sang mommy yang terlelap damai dalam tidurnya. Tangan gembul Arkan terangkat, ia mengelus lembut pipi hangat Aurora.
"Hangat na pipi Mommy. Cepet cembuh Mommy, Alkan kecepian kalau Mommy cakit." Lirih anak itu.
"Alkan dicini temenin Mommy, bobo yang cabal yah mommy. Alkan dicini, nda kabul-kabulan kayak Daddy." Arkan memeluk leher Aurora, ia lalu mendekatkan pipinya pada pipi mommy nya itu.
Sementara itu, Mars menatap kepergian mobil dokter yang baru saja memeriksa keadaan istrinya. Setelah tak terlihat lagi, pria itu berniat masuk ke dalam rumah. Namun, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia segera mengangkat nya setelah tahu siapa yang menelponnya.
"Begitu yah ... tidak masalah. Tadi dokter sudah memeriksa kondisi Aurora, hanya demam biasa. Tapi jika demamnya tidak turun juga, harus di bawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut." Ujat Mars sembari memasukkan tangan kirinya ke dalam saku celananya. Sementara tangan kanannya memegang ponselnya yang ia tempelkan ke telinganya.
"Baik, terima kasih Paman." Mars mematikan sambungan telepon itu setelah tak ada lagi yang keduanya bahas. Tadinya dia akan beranjak masuk ke dalam rumah, tetapi dirinya melihat sebuah mobil yang masuk ke dalam gerbang kediamannya. Ia heran, mengapa satpam rumahnya mengizinkan mobil yang bertuliskan taksi itu masuk ke pelataran rumahnya.
"Siapa yang datang." Gumam Mars. Pria itu berjalan mendekati mobil yang berhenti tepat di depan teras rumahnya. Tak lama, seorang pria paruh baya turun dari dalam mobil taksi itu. Melihat sosok pria paruh baya itu, membuat Mars sangat terkejut.
"Ayah?! Bukankah tadi paman bilang jika ayah tidak bisa datang?"
____
Kawaaaan
N T O O N lagi eror yah, entah mengapa. Jadi mohon maaf bila kalian susah masuk ke p a r t ini 🥲 aku gak tahu sampai kapan, tapi semoga lekas membaik. Serempak semua otoor seperti ini, kami juga sudah berusaha menanyakan keadaan sekarang. Semoga secepatnya normal. Maaf atas kendala yang terjadi kawan, u p tetap seperti biasa tidak aku kurangi. Hanya saja, aka lebih lama masuknya🥺
Terima kasih atas pengertian kalian🤗