NovelToon NovelToon
Contracted Hearts

Contracted Hearts

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Chu-Chan

Lyra terpaksa cuti dari pekerjaannya untuk menjenguk neneknya yang sakit di kota N, hanya untuk menemukan bahwa neneknya baik-baik saja. Alih-alih beristirahat, Lyra malah terlibat dalam cerita konyol neneknya yang justru lebih mengenalkan Lyra pada Nenek Luna, teman sesama pasien di rumah sakit. Karena kebaikan hati Lyra merawat nenek-nenek itu, Nenek Luna pun merasa terharu dan menjodohkannya dengan cucunya, seorang pria tampan namun dingin. Setelah nenek-nenek itu sembuh, mereka membawa Lyra bertemu dengan cucu Nenek Luna, yang ternyata adalah pria yang akan menjadi suaminya, meski hanya dalam pernikahan kontrak. Apa yang dimulai sebagai perjanjian semata, akhirnya menjadi permainan penuh teka-teki yang mengungkap rahasia masa lalu dan perasaan tersembunyi di antara keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 10

Rayyan menatap punggung Lyra yang semakin menghilang dari pandangan. Sebuah senyuman kecil tersungging di wajahnya, mengingat tingkah laku Lyra yang konyol tadi.

"Hei, lihat dia. Kenapa senyumnya seperti orang gila begitu?" komentar William sambil mengamati tingkah Rayyan yang tidak biasa.

"Siapa gadis itu, wahai sepupuku?" tanya Damian dengan rasa ingin tahu.

Rayyan hanya membalas dengan senyuman, membuat teman-temannya semakin penasaran. Namun, senyumnya yang sumringah itu rupanya menarik perhatian seseorang di ruangan itu, yang kini menatapnya dengan penuh curiga.

"Berapa lama kau sudah menjalin hubungan dengan wanita itu?" tanya pria tersebut dengan nada datar.

Semua orang di ruangan itu langsung mengalihkan pandangan mereka pada pria yang bertanya.

"Apakah dia akan merebut wanita orang lagi?" bisik William kepada Damian dengan nada mengejek.

"Aku bisa mendengarnya, William," balas pria itu, menatapnya tajam.

"Hehe, maaf, Jun. Aku memang sengaja," sahut William, tak merasa bersalah.

Rayyan hanya mengangkat bahu dan menjawab santai, "Aku baru bertemu dengannya dua kali, termasuk hari ini." Sambil berbicara, ia meneguk minumannya dengan tenang.

"Tapi kau terlihat sangat melindunginya tadi. Apa kau menyukainya?" pancing William lagi.

Rayyan hanya tersenyum, enggan memberikan jawaban pasti. Namun, jelas terpancar dari wajahnya bahwa ia merasa senang saat mengingat ekspresi Lyra ketika meminta pertolongannya.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka kembali, mengejutkan semua orang di dalamnya. Mereka langsung menoleh ke arah pintu.

Lyra muncul dengan ekspresi penuh kekhawatiran, lalu berlari ke arah Rayyan tanpa ragu.

"Pak, aku membutuhkan bantuanmu," ucapnya sembari menarik tangan Rayyan.

Tubuh Rayyan ikut tertarik ketika Lyra menariknya keluar dari ruangan. Sementara itu, teman-temannya hanya bisa memandang dengan bingung.

"Wow, pertunjukan apa ini?" gumam Damian penasaran.

Di luar ruangan, Lyra menjelaskan situasi dengan terbata-bata. Ia memberitahu bahwa Aira, temannya, telah menghilang, dan ponselnya tidak aktif. Lyra menduga bahwa orang-orang yang mengejarnya tadi memang menargetkan Aira.

Rayyan mencoba menenangkan Lyra, yang tampak begitu panik. Wajahnya pucat dan napasnya tersengal-sengal. "Baiklah, Lyra, coba ceritakan semuanya pelan-pelan," ujarnya lembut.

Setelah menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, Lyra mulai menjelaskan, "Pagi tadi, Aira menerima email dari seorang manajer artis. Dia bilang artis itu menyukai lagu yang ditulis oleh Aira dan ingin bertemu di sini pada pukul 8 malam. Kami tidak tahu tempat ini adalah sebuah bar, jadi aku menawarkan diri untuk menemaninya. Tapi setelah menunggu lama, manajer itu tidak datang, dan nomor teleponnya sibuk. Kemudian, kami terlibat perkelahian dengan beberapa pria, hingga akhirnya mereka mengejar kami. Tapi tadi aku mendengar mereka menyebut nama Aira, sepertinya memang dia yang menjadi target," jelas Lyra, dengan mata mulai berkaca-kaca dan suara bergetar.

Rayyan mengelus rambut Lyra dengan lembut. "Tenang, aku akan membantumu," ucapnya menenangkan.

Rayyan segera memanggil beberapa pengawalnya dan memerintahkan mereka untuk mencari Aira di seluruh gedung.

Beberapa jam kemudian, pengawal itu kembali dengan informasi. Mereka mengatakan bahwa Aira tidak ada di gedung tersebut sejak dua jam yang lalu. Dari rekaman CCTV, mereka melihat seorang gadis dibawa oleh seorang pria misterius yang mengenakan masker, topi, dan jaket, sehingga wajahnya tidak terlihat jelas.

Kabar itu membuat tubuh Lyra lemas. Kakinya tidak mampu menopang berat tubuhnya lagi hingga ia jatuh terduduk di lantai. Lyra menundukkan kepalanya sambil menutupi wajah dengan tangan, tangisnya pecah.

"Aira... Maafkan aku. Seharusnya aku tidak meninggalkanmu tadi... Huhuhu..." tangis Lyra terdengar menyayat hati.

Rayyan memandang Lyra dengan iba. Ia berlutut di hadapan gadis itu, mencoba menenangkan.

"Jangan menangis, ini bukan salahmu," ujarnya lembut.

Namun, Lyra terus menangis, sesenggukan dengan dada terasa sesak.

"Aku akan membuat laporan ke kantor polisi atas hilangnya temanmu," ujar Rayyan, mencoba memberikan solusi.

Lyra menyeka air matanya, lalu menatap Rayyan dengan mata yang sembab. Melihat kondisi Lyra yang begitu terpukul, hati Rayyan terasa sakit.

Rayyan pun menjelaskan bahwa ia akan mengurus laporan tersebut dan meminta Lyra untuk pulang dan beristirahat. Jika ada kabar mengenai Aira, ia berjanji akan segera menghubungi Lyra. Gadis itu akhirnya setuju, dan Rayyan mengantarnya pulang ke kontrakannya.

Di perjalanan, keheningan menyelimuti mobil. Lyra hanya diam, menatap kosong keluar jendela, sementara Rayyan terus memperhatikannya.

"Kenapa orang-orang itu ingin menculik Aira?" tanya Rayyan, akhirnya memecah keheningan.

Lyra menoleh, lalu kembali diam, seolah ragu untuk menjawab. Setelah menarik napas panjang, ia berkata pelan, "Aira adalah anak gubernur. Kemungkinan besar, dia diculik oleh saingan ayahnya."

Rayyan mengangguk, mendengarkan dengan serius.

Lyra melanjutkan, "Ini bukan hal baru baginya. Dia sering pulang dengan tubuh penuh luka, tapi selalu mengarang cerita bahwa dia terjatuh atau sebagainya. Aira tidak ingin membebani ayahnya, jadi dia selalu memendam semuanya sendiri. Karena itu, aku sering memaksanya ikut pelatihan bela diri untuk berjaga-jaga."

Rayyan hanya diam sejenak, lalu berkata tegas, "Kalau begitu, aku akan memastikan dia kembali dengan selamat."

Lyra menatap hangat Rayyan, matanya yag sembab benar-benar membutuhkan pertolongan dari Rayyan.

***Flahsback Cerita Lyra dan Aira***

Beberapa tahun yang lalu, saat Lyra masih duduk di bangku kelas 2 SMA di SMA X, kota M, ia dikenal sebagai gadis pendiam yang selalu memilih duduk di pojok paling belakang dekat jendela.

Lyra jarang berinteraksi dengan teman sekelasnya. Jika bosan, ia biasanya pergi ke rooftop untuk membaca komik, novel, atau bermain game, menghindari keramaian yang membuatnya tidak nyaman. Suatu pagi, suasana kelas sedikit berbeda karena rumor kedatangan siswa baru.

“Hey, apakah kalian sudah dengar? Ada siswa baru yang masuk hari ini,” ucap seorang siswa laki-laki dengan penuh semangat.

“Benarkah? Apakah dia seorang pria? Apakah dia tampan?” sahut seorang siswa perempuan dengan penasaran.

“Tidak, dia perempuan. Dan uhh... dia sangat cantik,” tukas siswa laki-laki itu antusias.

Tak lama kemudian, bel tanda masuk berbunyi, dan semua siswa kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran pertama, matematika.

Pelajaran ini selalu menegangkan bagi banyak siswa, ditambah dengan kehadiran Pak Wen, guru yang dikenal galak. Ketika Pak Wen masuk ke kelas, semua siswa terdiam. Di belakangnya, tampak seorang gadis mengenakan seragam sekolah lain, menandakan bahwa ia adalah siswa pindahan yang baru saja bergabung.

“Pagi, anak-anak,” sapa Pak Wen tegas.

“Pagi, Pak,” jawab siswa serempak.

“Oh iya, hari ini kalian kedatangan teman baru. Bapak harap kalian bisa berteman akrab dengannya. Silakan perkenalkan dirimu, Aira,” ujar Pak Wen sembari mempersilakan gadis itu maju.

“Hai, semua. Perkenalkan, namaku Aira Azalea,” ucap gadis itu dengan senyum manis.

Setelah selesai memperkenalkan diri, Pak Wen menunjuk kursi kosong di samping Lyra dan mempersilakan Aira duduk di sana. Kelas pun dimulai, namun perhatian sebagian siswa masih tertuju pada Aira, yang berhasil mencuri perhatian dengan pesona dan keanggunannya. Di sisi lain, Lyra tetap tenang seperti biasanya.

Lyra menoleh sekilas ke arah Aira saat gadis itu duduk di sebelahnya. Rambut hitam panjang Aira diikat dengan rapi, senyum tipis menghiasi wajahnya yang cerah, kulit putih yang sangat mulus, hidung mancung dan ia sangat wangi. Aura ramahnya tampak jelas, tetapi Lyra memilih untuk tidak memulai percakapan. Ia kembali fokus pada bukunya, berharap waktu berlalu lebih cepat.

Selama pelajaran berlangsung, Aira sesekali melirik ke arah Lyra yang serius menulis catatan. Keheningan di antara mereka terasa canggung, tetapi Aira tetap tersenyum setiap kali Lyra menoleh tanpa sengaja. Ketika jam pelajaran selesai dan bel istirahat berbunyi, Aira memanfaatkan momen itu untuk memulai percakapan.

"Hei, kamu rajin sekali mencatat," ujar Aira dengan nada riang.

Lyra sedikit terkejut dengan sapaan itu. Ia menoleh, melihat Aira tersenyum hangat padanya.

"Oh, tidak juga, aku mencatat untuk menghindari rasa bosan," jawab Lyra singkat, lalu melirik ke arah jendela.

Aira tertawa canggung, mendengar jawaban Lyra. Kemudian melanjutkan percakapannya.

"Namamu siapa?" tanyanya dengan nada lembut.

"Lyra," jawabnya singkat tanpa menatap langsung.

"Lyra, nama yang indah." Ucap Aira.

Lyra menoleh ke arah Aira, ia mentapnya dengan saksama, Aira tersenyum ramah kepadanya. Namun, Lyra memalingkan wajahnya.

“Hufft...”hela napas Lyra.

Kali ini, kehidupan menyendirinya akan terganggu. Gadis disebelahnya terlihat orang yang suka berbasa-basi, dan mengundang banyak perhatian. Sikap Aira yang penuh energi dan ramah membuat Lyra merasa sedikit tidak nyaman.

“Hai, Aira kamu dari sekolah mana?”sapa salah satu siswa.

Beberapa siswa lain juga datang menyapanya dengan ramah, hingga membuat sekitar mereka dikeliling para siswa yang penasaran dengan Aira. Seperti dugaan Lyra, momen kesendiriannya benar-benar terganggu. Sekarang ia terjebak, diantara kerumunan banyak siswa yang mencoba mendekat kepada Aira.

Keremunan itu membuat, dada Lyra sesak. Ia sudah tidak sanggup berada didalam lingkaran itu. Ia pun berdiri, pergerakan itu membuat semua orang menajdi terkejut.

“Bisa berikan jalan untukku? Aku mau keluar.”Ucap Lyra.

Para siswa itu memberikan jalan untuk Lyra bisa keluar, namun mata Aira terus menatap Lyra hingga punggungnya tidak terlihat lagi setelah melewati pintu kelas.

++++

Sudah beberapa bulan sejak Aira pindah ke sekolah yang sama dengan Lyra. Dengan sikap ramah dan mudah bergaul, Aira cepat menjadi akrab dengan teman-teman sekelasnya. Ia dengan mudah mendapatkan banyak teman, sesuatu yang alami baginya karena kepribadiannya yang ceria dan hangat.

Hari itu, kelas mereka mendapatkan tugas kelompok. Guru tidak dapat hadir karena harus mengikuti rapat, sehingga siswa hanya diberi tugas untuk diselesaikan berpasangan. Dalam kelompok yang terdiri dari dua orang, semua siswa tampak sibuk mencari pasangan kerja mereka.

Sebagai siswa yang tidak hanya ramah tetapi juga cerdas, Aira selalu menjadi incaran banyak teman untuk dijadikan pasangan kelompok. Nilainya yang selalu bagus dan sikapnya yang suka membantu membuatnya menjadi pilihan utama.

"Aira, kita sekelompok, ya," ucap seorang siswi mendekati Aira.

"Aira sama aku saja," sahut yang lain, tak ingin kalah.

Para siswa terus menawarkan diri untuk menjadi teman sekelompok Aira. Namun, perhatian Aira justru terfokus pada sosok Lyra, yang duduk tenang di sudut kelas sambil membaca buku, tampak tak peduli dengan keramaian di sekitarnya.

"Maaf, teman-teman. Aku sudah punya teman kelompok," sahut Aira dengan nada canggung.

"Oh iya? Siapa?" tanya salah satu siswa dengan penasaran.

"Aku akan mengerjakan tugas ini bersama Lyra," jawab Aira dengan suara pelan.

Sontak, semua mata tertuju pada Lyra. Jika bukan karena Aira menyebut namanya, mereka mungkin masih lupa kalau di kelas itu ada seorang siswa bernama Lyra.

"Aira, apa kamu yakin? Lyra itu dingin, berwajah datar, dan penyendiri," komentar salah satu teman mereka.

Namun, Aira tidak peduli. Ia tetap memilih mendekati Lyra. Dengan langkah ringan, ia berjalan ke arah meja Lyra dan berbicara dengannya. Namun, seperti biasa, Lyra hanya mengabaikan. Ia tetap asyik menikmati novel yang ia baca.

Aira tidak menyerah. "Oh iya, kapan kita akan mengerjakan tugas? Lusa tugasnya sudah harus dikumpulkan," tanya Aira dengan nada antusias.

Lyra masih diam, tidak memberikan respons apa pun.

"Bagaimana kalau pulang sekolah? Ada kafe di seberang jalan. Kita bisa mengerjakan tugas di sana," tambah Aira, masih mencoba menarik perhatian Lyra.

Melihat Lyra tetap diam, Aira tersenyum lebar. "Kalau diam saja, artinya iya. Baiklah, pulang sekolah kita ke kafe, jangan lupa," ucapnya riang, mengambil keputusan sepihak.

Kali ini, perhatian Lyra akhirnya teralihkan. Ia menoleh, menatap Aira dengan ekspresi datar. Tetapi, Aira hanya membalas tatapan itu dengan senyuman manis.

1
Yuliasih
kpn nie d up nya...
Yuliasih
keren
Chu-Chan
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!