Gadis Desa yang memiliki kakak dan adik, tetapi dia harus berjuang demi keluarganya. Ayahnya yang sudah usia di atas 50 tahun harus dia rawat dan dijaganya karena ibunya telah meninggal dunia. Adiknya harus bersekolah diluar kota sedangkan kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga yang sedang diuji perekonomiannya.
Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Usai membersihkan ikan, mami menyerahkan ikan kepada Hasna. Hasna menerimanya lalu mencampurnya dengan tepung. Ikan tepung siap goreng!
Mami melanjutkan memasak sayur santan, meski sudah siang tapi mereka sudah sarapan. "Gimana Hasna, katanya mau undur diri dari menjahit?" Tanya mami.
"Iya Mi, tadi sudah ketemu Mbak Win." Jawabnya jujur, Hasna membalik ikan tepungnya sebelum diangkat.
"Emang kamu sudah dapat kerjaan baru? Sampai keluar dari tempat menjahit. Padahal disitu ramai loh, banyak orderan." Ujar mami Titik.
"Masih cari kerja Mi." Jawabnya singkat. "Ramai kalau gajinya sulit siapa yang betah! Belum lagi orangnya judes, kerja seharian penuh tapi gaji gak jelas." Omel Hasna dalam hati.
"Katanya sudah masukkan lamaran jadi guru, belum ada panggilan ya?" Tanyanya lagi.
"Belum Mi." Jawabnya singkat. Memang Hasna lebih irit bicara daripada Hana.
"Hana lebih ramah dan bijak, meski baru kenal dia sopan." Batin mami Titik melanjutkan memasak sayur santan di kompor sebelah.
Usai masak, Mami Titik makan nasi. "Ayo makan nasi Hasna." Ajaknya, dia sudah mengambil nasi dan sayur serta lauknya.
"Iya Mi, Hasna sudah kenyang." Jawabnya singkat. Hasna kalau ditanya menjawab, tapi gak ada niatan bertanya balik.
Hasna mencari sang ayah yang ternyata ada di ruang tamu sedang membaca ayat-ayat Allah. Masya Allah.
"Ayah, nanti sore Hasna pulang ke rumah ya! Ayah mau kesana gak?" Tanya Hasna pelan seperti berbisik.
Ayah menyelesaikan bacaannya lalu menutup kalam Allah baru menjawab. "Iya nanti ayah antar, ayah mau cari pakan kambing disana." Ucapnya.
"Oh ya sudah, ayah sudah makan?" Tanya Hasna lagi.
"Sudah, nanti saja makan lagi siang. Ayah mau tidur dulu, nanti setelah dzuhur kita ke rumah." Ujar ayah dan diangguki oleh Hasna. Ayah masuk ke dalam kamar untuk istirahat.
Hasna pun masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat. "Gak bisa tidur nih!" Gumamnya lalu duduk. Dia ambil ponselnya lalu membaca pesan dari pak Miftah.
"[Kalau mau jadi bendahara desa, besok harus hadir ya! Nanti akan saya ajari sebelum saya ke Jawa. Rencana pekan depan saya berangkat]"
Hasna membaca dengan semangat, lalu dia membalas pesan pak Miftah. "[Siap pak guru]" balasnya cepat. Hasna menyiapkan pakaiannya dalam tas, dia siap untuk pulang.
Ba'da dzuhur, sesuai janji ayah Ahmad bahwa mereka akan pulang ke rumah. "Sudah makan?" Tanya ayah pada Hasna.
"Sudah tadi setelah sholat yah!" Jawab Hasna jujur, dia juga membawa bekal di dalam tasnya. Dia membungkus diam-diam seperti pencuri saja.
"Ya sudah ayo berangkat." Ajak sang ayah. Mami masih tidur, jadi mereka tidak sempat pamitan. Tapi sebelum mami tidur, ayah sudah pamit kalau mau pulang ke rumahnya.
Sekitar empat puluh lima menit perjalanan, tibalah mereka di rumah yang banyak kenangan. "Alhamdulillah." Gumam Hasna dalam hati, sangat bahagia. Seolah merasakan kenyamanan tiba di rumah tersebut.
"Ayah ke kebun dulu nak." Ujar ayah langsung pamit.
"Ayah gak masuk ke rumah dulu?" Tanya Hasna membuka kunci rumah.
"Gak nak, nanti saja selesai dari kebun." Jawabnya, Hasna hanya mengangguk setuju. Ayah meninggalkan rumah, Hasna menatap kepergian ayahnya mengenakan motor.
"Kasihan ayah, sekarang harus kerja keras demi keluarga barunya." Gumamnya pelan. "Huft, biarlah! Itu kan keputusan ayah." Imbuhnya, lalu masuk ke dalam rumah untuk bersih-bersih.
Sorenya ayah singgah untuk sholat ashar sebelum pulang ke rumah sang isteri. "Kamu mau nginap Na?" Tanya ayah melihat anaknya tidak segera bersiap.
"Iya yah, Hasna disini saja. Apalagi besok hari pertama Hasna kerja di kantor desa." Jawab Hasna jujur. Dia memegang ponselnya sambil belajar tentang menjadi bendahara.
"Ya sudah jika itu keputusan kamu." Ujar ayah memahami keadaan Hasna. "Kalau gitu ayah pulang dulu nak." Imbuhnya lalu menuju kendaraannya.
Hasna mengangguk dan melihat ayahnya yang hendak pergi. "Pulang? Disini kan rumah ayah!" Gumam Hasna pelan sambil tersenyum getir.
Malamnya Hasna bermalam di rumah, dia tidak suka merepotkan orang lain. "Di rumah lebih tenang dan nyaman." Gumamnya pelan seraya merebahkan badannya di atas kasur.
Dia nekat tidur di rumah sendirian, dia hanya yakin jika ada Allah bersamanya. Pagi pun menjelang, Hasna selalu bangun subuh.
Usai ke kamar mandi dan sholat, Hasna membereskan tempat tidurnya. "Bismillah, ini hari pertama. Semoga ini yang terbaik untukku. Aamiin." Doanya tulus dalam hati.
Tepat pukul 08.00 dia berangkat ke kantor desa dengan jalan kaki yang jaraknya dari rumah sekitar satu kilo meter (1km). Hasna semangat dan dia merasa ini adalah awal yang baik.
Setibanya di kantor desa dia langsung mendatangi pak Miftah. "Eh, Hasna sudah datang. Sini." Ujar pak Miftah mengajak Hasna masuk ke dalam ruangan kepala desa.
"Permisi pak." Ucap Hasna sopan. Dia menjabat tangan pak Miftah dan juga pak Adi ~ kepala desa.
"Oh, jadi Hasna yang kamu sodorkan menjadi bendahara Mif?" Tanyanya meremehkan. Pak Miftah hanya mengangguk pasti.
"Insya Allah dia berkompeten pak Desa." Jawabnya formalitas dan jujur. Dia tidak mungkin sembarang menjadikan orang sebagai kandidat jika tidak berkualitas.
"Bagaimana Hasna? Bisa?" Tanya pak Desa menatap Hasna yang menjadi bimbang.
"Insya Allah pak Desa, saya akan coba." Jawab Hasna menatap pak Desa yang juga menatap ke arahnya.
"Kalau mau kerja disini itu tidak ada istilah coba-coba ya!" Ucapnya tegas. Hasna mengangguk paham. "Jadi bagaimana?" Tanyanya lagi.
"Siap pak Desa." Jawab Hasna yakin. Pak Miftah yang mendengar merasa lega karena mendapatkan gantinya.
Usai berbincang serius dengan pak Desa, kini saatnya Hasna diajak ke ruang bendahara oleh pak Miftah. "Ini ruangan saya yang akan jadi ruangan kamu." Ujarnya melangkah menuju kursi kebesarannya.
"Sini." Panggilnya seraya membuka laptop. Hasna mendekat dan memperhatikan apa yang disampaikan. Banyak hal yang Hasna dapatkan, dia mudah paham. "Syukurlah kamu mudah paham." Ujarnya lirih.
"Besok mulailah berkerja Hasna, kamu pasti bisa!" Imbuhnya. Hasna mengangguk mantap. "Bagus." Ujar pak Miftah sebelum menutup laptopnya.
"Kalau nanti saya ada yang kurang paham, apa boleh saya tanyakan ke bapak?" Tanya Hasna hati-hati.
"Iya, kirim pesan saja. Atau menelfon juga bisa! Tapi kalau saya di rumah pasti isteri saya yang angkat." Jelasnya. "Ya sudah, saya mau ada pertemuan terakhir di Kantor Camat. Ke depannya kamu yang akan pergi." Ucapnya lagi.
"Insya Allah pak." Jawab Hasna sambil mengangguk paham. Hasna hendak pulang tapi di panggil oleh stafnya.
"Hasna kan? Kamu kah yang akan menggantikan pak Miftah?" cecarnya seolah mendapat mangsa baru. Dia staf di kantor desa namanya Siska Amran. Panggilannya Siska! Hasna hanya mengangguk mantap.
semangat kak hani /Determined//Determined//Determined//Determined/