Pada abad ke-19, seorang saudagar China yang kaya raya membawa serta istri dan anaknya menetap di Indonesia. Salah satu anak mereka, Jian An, tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan berwibawa. Ketika ia dewasa, orang tuanya menjodohkannya dengan seorang bangsawan Jawa bernama Banyu Janitra.
Pada malam pertama mereka sebagai suami istri, Banyu Janitra ditemukan tewas secara misterius. Banyak yang menduga bahwa Jian Anlah yang membunuhnya, meskipun dia bersikeras tidak bersalah.
Namun, nasib buruk menghampirinya. Jian An tertangkap oleh orang tidak dikenal dan dimasukkan ke dalam sumur tua. berenang di permukaan air sumur yang kini tidak lagi berada di abad ke-19. Ia telah dipindahkan ke kota S, tahun 2024. Dalam kebingungannya, Jian An harus menghadapi dunia yang jauh berbeda dari yang ia kenal, berusaha menemukan jawaban atas misteri kematian suaminya dan mencari cara untuk kembali ke masa lalu yang penuh dengan penyesalan dan rahasia yang belum terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Pagi itu, udara segar menyelimuti rumah besar milik kakek Saka, yang terletak di pinggiran kota. Cahaya matahari yang lembut menembus celah-celah jendela besar, menciptakan pola cahaya yang indah di lantai marmer yang berkilau. Di halaman luas, suara burung berkicau riang, memberikan sentuhan harmoni yang menenangkan. Pohon-pohon besar yang tumbuh rimbun mengayun perlahan tertiup angin pagi, dan aroma bunga dari taman kecil menguar ke seluruh area rumah, memberikan kedamaian yang begitu terasa.
Di ruang makan, suasana masih tenang. Saka duduk di meja makan, menikmati sarapan yang disiapkan oleh pelayan rumah tangga. Suara sendok yang ringan dan bunyi air teh yang dituangkan ke dalam cangkir melengkapi kesunyian pagi. Meskipun rumah itu penuh dengan ruang luas dan kemewahan, ada perasaan kesendirian yang terasa dalam keheningan pagi itu. Hanya suara-suara kecil dari kehidupan sehari-hari yang mengisi ruang-ruang besar yang seolah tak pernah benar-benar terisi.
Di luar, Jian An berjalan perlahan di sepanjang jalan setapak yang melingkari taman. Langkahnya tampak ragu, seperti sedang mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan yang asing baginya. Meski rumah itu tampak indah dan memikat, ia tak bisa menahan perasaan canggung yang terus menghantuinya. Kamar yang luas, perabotan yang megah, dan pemandangan indah di sekelilingnya seolah mempertegas betapa jauh dirinya dari rumahnya yang dulu. Namun, udara segar pagi ini sedikit memberi ketenangan, membuatnya melupakan kebingungannya sejenak.
Sementara itu, kakek Saka yang telah bangun lebih awal, duduk di ruang kerjanya yang terletak di lantai dua. Di sana, ia kembali merenung, menatap lukisan yang sejak lama ia simpan. Tatapannya kosong, namun penuh makna. Pikirannya terlarut dalam kenangan masa lalu yang terpendam, dan ada sesuatu yang menggelitik hatinya tentang Jian An. Ia merasa seperti ada hubungan yang lebih dalam antara wanita itu dengan keluarga mereka, sesuatu yang belum terungkap. Meskipun sudah tua, matanya tetap tajam dan penuh kebijaksanaan, seolah memandang jauh melampaui waktu.
Suasana rumah kakek Saka pada pagi hari ini begitu tenang dan sepi, namun ada ketegangan yang menguar di udara. Semua yang ada di dalamnya merasa seperti bagian dari cerita lama yang sedang menunggu untuk terungkap, seperti sebuah misteri yang belum selesai. Di antara kedamaian dan kebingungan, hidup mereka terus berjalan, menghadapi takdir yang tak bisa mereka hindari.
"Permisi, kamar Saka dimana?" Tanya Jian An kepada seorang pelayanan laki-laki berpakaian rapi.
"Mari saya tunjukan," jawab lelaki paruh baya yang wajahnya di hiasi kumis.
Jian An mengikuti langkah lelaki paruh baya itu, menatap setiap detail rumah besar yang tampak mewah dan megah. Dinding-dinding rumah itu dihiasi lukisan-lukisan indah dan patung-patung klasik, yang memberi kesan elegan namun juga berat, seolah bercerita tentang sejarah panjang keluarga ini. Langkah mereka bergema di lantai marmer yang bersih, dan udara di dalam rumah terasa sejuk meskipun matahari sudah mulai terik di luar.
Lelaki tersebut tidak banyak bicara, hanya berjalan dengan tenang dan memastikan Jian An mengikutinya. Beberapa kali mereka melewati ruangan-ruangan besar yang tampak kosong, seolah rumah itu terlalu luas untuk hanya dihuni oleh beberapa orang saja. Jian An merasakan perasaan aneh, seolah ia terjebak di tempat yang tak familiar, sebuah rumah yang terlihat sangat mewah namun terasa sepi.
Setelah beberapa menit berjalan, lelaki itu berhenti di depan sebuah pintu kayu besar yang terbuat dari bahan terbaik. "Ini kamar Saka," ucapnya sambil membuka pintu dengan perlahan. Jian An mengangguk dan melangkah masuk, merasa canggung meski ia mencoba untuk tetap tenang. Ruangan itu luas, dengan jendela besar yang menghadap ke taman, memancarkan cahaya alami yang lembut. Tempat tidurnya besar, dengan sprei putih yang tampak rapi dan segar.
"Terima kasih," ujar Jian An, meskipun perasaan cemas masih menghantui dirinya. Lelaki paruh baya itu hanya tersenyum dan menutup pintu pelan, meninggalkan Jian An yang kini berada sendirian di kamar itu. Ia menatap sekeliling dengan perasaan campur aduk, masih berusaha menerima kenyataan bahwa dirinya kini berada di tempat yang sangat jauh dari dunia yang dikenalnya.
Jian An duduk di tepi tempat tidur, meresapi ketenangan yang ada di sekitar rumah ini. Meski segala kemewahan di sekitarnya membuatnya terkesan, hatinya tetap gelisah. Apakah ini tempat yang seharusnya ia tuju? Apakah keputusannya untuk datang ke sini akan membawa jawaban atas pencariannya? Semua pertanyaan itu berkecamuk di pikirannya, namun untuk saat ini, ia hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Jian An berdiri terdiam sejenak di pintu kamar, matanya menyapu ruangan yang luas dengan furnitur minimalis yang elegan. Kamar itu tampak sangat nyaman, jauh dari kesan mewah berlebihan. Semua perabotan tertata rapi, dan warna-warna netral mendominasi seluruh ruangannya. Namun, perhatian Jian An langsung tertuju pada Saka, yang sedang tidur di tempat tidurnya dengan posisi yang santai. Wajahnya tampak begitu tenang, hampir tidak mencerminkan sosok pria yang selalu sibuk dengan segala urusan besar.
Dengan langkah hati-hati, Jian An mendekat ke tempat tidur, matanya masih tertuju pada Saka. Entah mengapa, ada dorongan yang kuat baginya untuk mendekat lebih jauh, merasakan kedekatan yang entah kenapa membuatnya merasa aman meskipun baru saja berada di dunia yang begitu asing. Perlahan, tangannya terulur, dan ia menyentuh wajah Saka dengan lembut, merasakan kulit halusnya yang terasa hangat. Setiap gerakan terasa begitu tenang, seolah berusaha menenangkan diri di tengah ketidakpastian.
Jian An menatap wajah Saka, bibir pria itu sedikit tersenyum meski matanya masih terpejam. Ada sesuatu yang aneh dalam dirinya—perasaan yang tak bisa ia jelaskan. Di satu sisi, ia merasa terbiasa dengan kehadiran Saka, seolah mereka sudah lama saling mengenal. Namun, di sisi lain, ia tidak tahu bagaimana bisa menghubungkan masa lalu dan masa kini yang begitu berbeda. Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya?
"Kenapa aku merasa seperti ini?" gumam Jian An pelan, hampir tidak terdengar. Ia menarik tangannya dengan perlahan, seolah tidak ingin membangunkan Saka, tetapi rasa penasaran yang menggelayuti pikirannya membuatnya tetap terdiam di sana, memikirkan kenangan yang datang begitu tiba-tiba. Seakan waktu dan ruang tidak ada batasnya, dan ia tidak tahu harus berbuat apa selanjutnya.
Dengan ragu, Jian An berbalik dan berjalan menjauh dari ranjang. Ia merasakan jantungnya berdebar lebih cepat, namun ia tidak bisa mengabaikan rasa yang aneh ini. "Apa yang sedang terjadi padaku?" pikirnya dalam hati. Tapi untuk saat ini, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah menunggu. Menunggu apa yang akan terjadi berikutnya, di rumah yang besar ini, bersama Saka.
Saka membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan yang berbeda di sekelilingnya. Begitu matanya terbuka sepenuhnya, ia langsung bertemu dengan tatapan Jian An yang terperangkap di sana, di dekat tempat tidurnya. Detak jantung Saka tiba-tiba terasa lebih cepat, seolah ada sesuatu yang tidak biasa di antara mereka berdua. Jian An tampak terkejut, seolah baru menyadari bahwa ia telah tertangkap basah sedang memandanginya. Wajahnya memerah seketika, tanda bahwa ia merasa canggung dan tak tahu harus berbuat apa.
Saka terdiam sejenak, merasa ada ketegangan yang aneh di udara. Mungkin karena ia merasa terlalu diperhatikan oleh Jian An, atau mungkin karena kedekatan mereka yang semakin nyata sejak pernikahan kontrak itu. Namun, ada sesuatu yang lebih dalam yang ia rasakan, entah itu kebingungan atau ketertarikan yang sulit dijelaskan. “Jian An…” Saka akhirnya memecah keheningan dengan suara beratnya, mencoba menenangkan suasana yang mulai terasa canggung.
Jian An tidak tahu harus berkata apa. Kata-kata yang sudah ia persiapkan entah kenapa terasa menghilang begitu saja. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya, merasa malu dengan tatapan Saka yang seolah melihat ke dalam dirinya. "Aku… maaf, aku tidak sengaja…" ujar Jian An terbata, mencoba menjelaskan meskipun dia tahu itu tidak penting lagi. Rasa canggung yang datang begitu tiba-tiba membuat suasana semakin tegang, meskipun keduanya tahu bahwa mereka hanya terjebak dalam situasi yang tidak biasa.
Saka duduk perlahan, memperhatikan Jian An dengan tatapan yang sulit dibaca. “Tidak masalah,” jawabnya singkat, meskipun dia merasa ada yang berbeda dalam dirinya. Sesuatu yang lebih dari sekadar kontrak atau perjanjian, tapi tidak bisa ia jelaskan. "Kamu bisa tetap di sini," tambahnya, berusaha untuk memberikan kenyamanan meskipun pikirannya terasa penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab.
Jian An masih merasa canggung, namun entah mengapa kata-kata Saka sedikit meredakan kecemasannya. “Terima kasih,” ujarnya pelan, tanpa menatap langsung. Ia tahu, meskipun situasi ini terasa aneh, Saka tetap ada untuknya, entah dengan alasan apa. Dan itu, dalam kekacauan pikiran yang ia rasakan, sedikit memberi ketenangan di tengah kebingungannya.