Kisah seorang pria yang terikat hutang dengan sistem karena di tolong oleh sistem ketika dia di khianati, di fitnah dan di bohongi sampai di bunuh di penjara untuk membalas dendam, sekarang dia berjuang untuk melunasi nya dengan membuat aplikasi yang melayani jasa balas dendam bagi pengguna nya, baik yang masih hidup atau sudah meninggal, bisakah dia melunasi hutang nya ? atau hutang nya semakin membengkak karena banyaknya "partner" di samping nya ?
*Mengandung kekerasan dan konten yang mengganggu, harap bijak dalam membaca dan maaf bocah tolong minggir.*
Genre : Fantasi, fiksi, drama, misteri, tragedy, supranatural, komedi, harem, horor.
Kalau berkenan mohon di baca dan tolong tinggalkan jejak ya, like dan comment, terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
“Bwuung,” Rei muncul di dalam sebuah kantor yang berada di sebuah rumah sakit dalam kondisi menghilang.
“Aaaah....jangan dok,”
Rei menoleh ke arah meja, dia melihat seorang perawat yang masih memakai seragam nya sedang turun naik di atas seorang pria berparas tampan, berambut klimis, memakai pakaian dokter dan sedang duduk di kursinya. Sang perawat terlihat menggeliat keenakan,
“Halah, jam kerja ini woi,” ujar Rei di kepalanya.
[Hohoho begitulah manusia bejat ini, harga jiwa nya 0.]
“Aaah payah lah, gue kok jadi ngerasa kayak kerja sosial nih ya,” ujar Rei.
[Jangan bawel, cepet kerjakan.]
“Iya iya, ga usah nunggu kelar dulu lah,” balas Rei.
Rei berjalan menuju ke meja kerja sang dokter, dia menarik kursi dan menoleh melihat perawat yang tertegun karena melihat kursi bisa bergerak mundur sendiri. Rei menoleh melihat papan nama di meja yang bertuliskan “Marius Ferdinan,”
“Wuih ini kantor bapak nya ya, pantes, gue pikir dokter magang punya kantor,” ujar Rei di kepalanya sambil duduk.
[Iya, kamu bener, ini memang kantor ayah nya.]
“Do..dok, tadi kursinya jalan sendiri ya ?” tanya sang perawat cantik yang wajahnya sekarang ketakutan.
“Ah kamu, ayo cepet goyang lagi, ntar keburu papa ku balik,” jawab Marlon.
“Aaah...aduh pelan pelan dok, mood saya jadi hilang nih,” balas sang perawat.
“Aaaah kalau sudah hilang moodnya cepet keluar, saya ada perlu sama dokter Marlon,” ujar Rei.
Marlon langung bergeser dan melihat ke balik meja, sementara wajah sang perawat sudah pucat alasannya karena di depannya, duduk seorang pria yang memakai long coat hitam, berjas hitam, berkemeja putih dan berdasi hitam lengkap dengan sarung tangan hitam yang menutupi kedua tangannya, namun yang membuat sang perawat pucat adalah wajah pria itu adalah tengkorak dengan mata merah walau masih memiliki rambut yang hitam.
“Hai hai, maaf mengganggu kesenangan anda dokter,” ujar Rei dengan suara mengerikan.
“Si...siapa lo ?” tanya Marlon.
Rei menatap sang perawat, kemudian dia mengangkat jarinya dan sang perawat langsung berdiri memakai celana dalam nya dan membetulkan rok nya, sang perawat berjalan keluar dengan pandangan kosong. “Klap,” ketika pintu di tutup, Rei kembali menatap Marlon yang sekarang ketakutan.
“A..apa mau lo ? sekuriti....oi ada sekuriti ga di sini,” teriak Marlon.
“Ssst jangan berisik ah dok, perkenalkan nama saya Grim, ini kartu nama saya,”
Rei meletakkan kartu namanya di meja dan menggesernya menggunakan jari ke arah Marlon, dengan tangan gemetar, Marlon mengambil kartu nama hitam yang ada di meja dan membacanya,
“A..gen pembalas dendam ? mau apa lo kesini ?” tanya Marlon.
“Tentu saja mau membalas dendam, ada klien saya yang kebetulan korban anda,” jawab Rei santai.
“Trus lo mau apa ? mau tangkap gue ? mau bunuh gue ?” tanya Marlon.
“Wah wah dokter ga tau ya balas dendam itu apa, baiklah, ayo kita berangkat dok,” ujar Rei.
“Ctak,” Rei menjentikkan jarinya, ruangan langsung berubah menjadi sebuah kamar berukuran 3 x 4 yang gelap gulita, Marlon melihat dirinya duduk di kursi kayu yang tegak dengan mulut di ikat, tangan di ikat di kursi dan kaki juga di ikat di kaki kursi. Dia menoleh ke kanan dan di dinding terpajang alat alat pertukangan seperti pistol bor, pistol paku, gergaji, pacul, kikir besi dan lain sebagainya.
Ketika dia menoleh ke kiri, dia melihat meja dengan pisau bedah, palu medis, golok, pisau panjang, samurai dan senjata tajam lainnya di meja. Wajahnya langsung berubah ketakutan dan menoleh melihat Rei di depannya,
“Ugh...guh...guh....aguh,” Marlon berusaha berbicara.
“Iya iya lo nanya apa itu balas dendam kan, nah lo kan sering bikin cewe nangis dan bikin mereka madat, trus lo juga memperkosa mereka, mengambil kesucian mereka dan mengancam mereka, sekarang lo ngerasain jadi mereka ya,” ujar Rei.
“Ughh...uguh....ugh,”
Rei memegang kepala Marlon dan mencengkram nya, “illusion,” sebuah bayangan hitam masuk ke mata Marlon dan telinganya, setelah itu Rei melepas tangannya.
Marlon langsung merasa dirinya berpindah tempat walau masih di ikat di kursi, namun ikatan di mulutnya lepas,
“Hei lepaskan gue,” teriak Marlon.
Tapi Marlon langsung kaget, karena suara nya yang keluar adalah suara seorang gadis, dia menoleh ke bawah dan melihat tubuhnya menjadi tubuh seorang gadis yang telanjang bulat tanpa busana dan nampak seksi.
“A...apa ini ?” tanya Marlon ketakutan.
“Blak,” tiba tiba pintu di buka, lima orang pria bertubuh besar masuk ke dalam, “cklik,” salah satu pria menyalakan lampu. Marlon langsung terkejut karena melihat wajah ke lima pria itu adalah wajah korban korban nya yang sekarang menjadi wajah pria termasuk Nadia.
“Apa mau kalian...mau apa kalian,” teriak Marlon seperti gadis yang ketakutan.
Nadia maju ke depan dan langsung membuka celana nya, “jleb,” “aaaaaaaaah,” Marlon berteriak kesakitan karena di bagian bawah tubuh nya terasa sakit dan perih sekali. Setelah itu, Nadia meneruskan aksinya sampai berakhir. Marlon terkulai lemas, tiba tiba pundaknya di pegang seseorang dan dia menoleh,
“Baru satu kan rasanya di perkosa, tenang aja, setiap sudah selesai, lo balik lagi jadi perawan kok hohoho,” ujar Rei.
“To..tolong,”
Belum selesai Marlon bicara, orang kedua sudah menghajarnya. Setelah ke limanya selesai, mereka keluar dan masuk lagi lima orang baru ke dalam, mereka langsung menghajar Marlon tanpa belas kasihan dan tanpa berbicara.
Setelah sekitar 20 orang lagi masuk ke dalam, Marlon sudah tidak bisa apa apa dan sudah tidak bisa bergerak, dia hanya menunduk dan menangis, Rei jongkok di depan Marlon untuk melihat wajahnya. Tangan Rei naik menepuk nepuk wajah Marlon dan membuat Marlon sadar kembali,
“Oi masa udah pingsan, ini baru di perkosa nya loh, belum di bunuh nya,” ujar Rei yang membawa sabit besar di punggung nya.
“To..tolong jangan, le...lepaskan gue,” ujar Marlon perlahan.
“Hmm emang kalau ada yang minta tolong ama lo, trus lo lepasin gitu ? enggak kan, sabar ya, bentar lagi kelar,” ujar Rei.
“Ctak,” Rei menjentikkan jarinya lagi, kali ini tubuh Marlon kembali berubah menjadi laki laki dan memakai busana seperi sebelum nya. “Blak,” tiba tiba pintu di buka, Marlon menatap ke pintu, matanya membulat karena melihat Nadia masuk ke dalam membawa kursi sekolah dengan wajah yang hancur.
“Ja..jangan...ti..tidak...ma...maafkan aku....”
“Bruaak...brak...brak...brak...brak...brak,” Nadia dengan semangat menghantam wajah Marlon menggunakan kursi tanpa membiarkan dia selesai bicara. Setelah Nadia selesai, sepuluh korban Marlon yang meninggal masuk membawa barang barang yang di gunakan Marlon untuk membunuh mereka dalam wujud kondisi terakhir ketika Marlon membunuh mereka.
Mulailah penyiksaan bagi Marlon, dia di tusuk, di sayat, di tembak, di cap menggunakan besi panas sampai di lindas motor di bagian dia membunuh korban nya.
“Bu..bunuh gue...cepet....gue ga tahan,” teriak Marlon.
“Hah...ga tahan ? masa sih ? lo melakukan bisa, masa menerima ga bisa, tahan bentar, masih ada tiga orang lagi,” ujar Rei.
“Ba..bapak gue ga akan tinggal diam, lo liat nanti, walau gue mati, dia kan mencari lo,” ujar Marlon menoleh melihat Rei dengan wajah hancur berdarah darah.
“Oh bapak lo yang bernama Marius itu ? yang ini ?” tanya Rei.
Tiba tiba di sebelah Rei muncul seorang pria paruh baya berambut putih dan berkacamata dalam keadaan terikat dan mulut di sumpal. Mata Marlon membulat, dia melihat ayahnya berdiri di sebelah Rei dengan tatapan kosong.
“I...ini bohong, papa gue lagi di luar negeri,” ujar Marlon.
“Oh barusan gue jemput,” balas Rei.
“Semua ini ilusi, gue ga percaya, mereka semua udah mati,” balas Marlon.
“Nah, lo bener, tapi yang abis ini bukan ilusi,”
“Ctak,” Rei menjentikkan jarinya lagi, mereka kembali berpindah tempat dan sekarang mereka berada di sebuah gudang. Marlon menoleh, dia melihat ayahnya benar benar berada di sebelahnya dalam kondisi terikat dan menunduk.
Dia melihat dirinya kembali pulih seperti semula namun dia masih dalam kondisi terikat dan mulutnya masih di sumpal, Rei maju membuka ikat mulutnya,
“Di..dimana ini ?” tanya Marlon gemetar.
“Hoho selamat kembali ke dunia nyata, gimana perasaan mu setelah merasakan apa yang korban lo rasakan hmm ?” tanya Rei.
Marlon tidak bisa menjawab, pikiran nya sudah kacau, dia hanya bisa menoleh menatap ayah nya di sebelahnya. “Ugh,” tiba tiba ayahnya terbangun dan matanya langsung membulat, kemudian dia langsung memberontak menggerakkan kursi.
“Ugh...guh...guh...uguh,” ujarnya dengan mata membulat dan wajah merah.
“Sssst diem om, lo kan juga ambil andil dalam urusan anak lo, sekarang gue mau tanya, lo ngerokok ga ?” tanya Rei.
Marius, ayah Marlon menggelengkan kepalanya, kemudian Rei bergeser berjalan ke depan Marius dan Marlon menoleh melihat nya,
“Lo minum minum ga om ?” tanya Rei.
Marius kembali menggelengkan kepalanya, wajahnya mulai ketakutan karena melihat Rei yang berwajah tengkorak di depannya.
“Sip, berarti beres, bentar ya, sebentar lagi lo bebas om,” ujar Rei.
“Klek,” “wuk....wuk....wuk....wuk....craak,” “gggghhhhhh,” Rei mengambil sabit besarnya dari punggung dan memutarnya kemudian ujungnya langsung menancap di perut Marius. “Kreeek,” Rei menggerakkan sabitnya ke samping sampai mengoyak perut Marius.
“A..apa yang lo lakukan ?” teriak Marlon.
“Hmm ? gue ambil ginjal dan jantungnya, makanya gue nanya tadi,” jawab Rei santai.
“Crak,” tangan Rei masuk ke dalam luka di dalam perut Marius dan terlihat Rei seperti mencari sesuatu di dalam, “crak,” Rei menarik keluarnya sambil memegang ginjal, kemudian “crak,” sabitnya sekali menancap di dada Marius dan membuka dadanya.
Rei membiarkan dulu sabit nya dan memasukkan tangan satunya ke dalam luka di dada Marius, dia menarik keluar jantung Marius, setelah itu,
“Apa om ? oh udah mati ya hohoho,” ujar Rei.
“Gi..gila...lo gila,” ujar Marlon.
“Santai bos, gue cuman perlu duit makanya organ nya gue jual aja karena masih bagus,”
Dengan santai Rei berjalan ke meja dan menaruh organnya ke dalam peti pembeku yang terbuat dari besi di atas meja. Setelah itu dia menarik sabitnya keluar dan menempelkan ujungnya ke tubuh Marius yang sudah tidak bernyawa.
“Surgery,”
Sulur sulur yang nampak seperti benang mulai menjahit kembali luka di jasad Marius dengan rapi layaknya seorang dokter bedah profesional. Setelah selesai, Rei berdiri di depan Marlon sambil memegang sabitnya,
“Lo udah puas lom ?” tanya Rei.
“Ma..maafkan gue, gue janji gue ga akan berbuat begitu lagi, waktu itu gue masih muda dan masih belum mikir, sekarang gue janji....tolong jangan bunuh gue, lo mau apa aja gue kasih, beneran, duit, cewe atau apapun gue kasih,” jawab Marlon.
“Wah itu sih lo belum tobat, lo berarti belum mau mati ya, baiklah, gue tambahin ilusi nya,” ujar Rei yang kembali memegang kepala Marlon.
“Ja..jangan....gah,”
Marlon kembali pingsan dan mengulang lagi ilusinya dari awal, Rei menoleh melihat ke layar hologram dan melihat Nadia yang terlihat senang ketika menonton nya.
“Bentar ya Nad, dia belum kapok,” ujar Rei.
“Iya, santai aja hehe,” balas Nadia tertawa.
mampir juga ya kak di cerita akuu