Salma seorang guru TK, menikah dengan Rama seorang duda dengan satu anak. Setahun lebih menikah kehidupan keduanya harmonis dan bahagia. Apalagi Rama adalah cinta pertamanya saat SMA.
Namun, kenyataan bahwa sang suami menikahinya hanya demi Faisal, anak Rama dengan mantan istrinya yang juga merupakan anak didiknya di tempatnya mengajar, membuat semuanya berubah.
Akankah Salma bertahan di saat ia tahu suaminya masih mencintai mantan istrinya yang datang lagi ke kehidupan mereka?
IG: sasaalkhansa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIUA 19 Interview
Sebatas Ibu Untuk Anakmu (19)
Merasa ada yang memanggil,Andre mengangkat wajahnya.
Grepp
Andre terkejut karena tiba-tiba ada seseorang yang memeluknya.
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
Insi melongo melihat ada seorang perempuan yang berani memeluk calon suaminya.
Andre yang terkejut segera mendorong tubuh perempuan itu. Sekalipun ia tahu siapa yang berani memeluknya.
" Ish, jahat kamu, Ndre. Main dorong-dorongan aja." kesal Riris yang hampir terjatuh karena dorongan refleks dari Andre.
Riris adalah teman Andre dan Rama saat kuliah dulu.
" Dia bukan siapa-siapa, Sayang. Cuma teman kuliah." Wajah Andre sudah pucat melihat Insi menatap horor padanya.
Andre langsung mendekati Insi dan mengabaikan Riris begitu saja. Baginya, urusannya dengan Insi jauh lebih penting. Ia tidak ingin perjuangannya menaklukkan gadis yang ia cintai ini sia-sia.
Insi menatap datar Andre. Ia butuh penjelasan. Namun, tidak saat ini. Karena di luar masih banyak pelamar yang sedang menunggu giliran untuk interview.
" Aku butuh penjelasan. Namun, sekarang kita punya pekerjaan lain, kak." Insi mengabaikan Andre dan duduk di kursinya. Tepat di samping kursi milik Andre.
Riris sendiri cukup tercengang. Ia tidak tahu bahwa perempuan yang memanggilnya memiliki hubungan dengan Andre. Padahal, ia sudah sangat senang saat bisa bertemu kembali dengan Andre.
" Silahkan Nona Riris, apa anda jadi untuk mengikuti interview?," tanya Insi datar. Tak ada senyum sedikitpun.
Aku pikir Andre masih sendiri. Sepertinya sudah ada pawangnya. Mana kelihatan galak. Kalau Andre tidak bisa. Rama boleh juga. Aish, dia udah jadi sama Dewi gak ya? Batin Riris.
Kalau bisa, Insi ingin langsung mencoret nama perempuan di depannya dan mengatakan padanya bahwa dia gagal. Namun, ia tidak boleh mencampuradukkan masalah pribadi dan pekerjaan.
" Bagaimana Nona?," tanya Insi lagi karena Riris diam tidak bergeming.
" Ahh, iya. Saya mau melanjutkan interviewnya." Riris segera duduk di hadapan Andre dan Insi.
Andre pun mulai mewawancarai Riris dengan sedikit tegang. Auranya terasa mencekam sehingga membuat Andre yang jadi grogi. Padahal, bukan dia yang di interview.
" Baik. Tunggu kabar selanjutnya. Kami akan segera menghubungi anda jika anda lulus interview hari ini." Jelas Insi mengantarkan Riris keluar ruangan.
" Karena interview saya sudah selesai. Saya boleh berbicara dengan Andre kan? Di luar masalah pekerjaan?," Riris dengan beraninya minta izin.
Padahal sudah senang, karena semua sudah selesai. Tapi, dia malah minta waktu untuk bicara. Mau apa lagi dia sebenarnya? .Batin Andre khawatir.
" Waktu anda tidak banyak, Nona. Kak Andre dan saya masih punya pekerjaan. Silahkan lima menit." Ucapnya sambil keluar ruangan dan tetap membiarkan pintu terbuka."
" Boleh minta nomor kamu sama Rama. Kalian masih berhubungan kan? Secara kalian kan sahabat." pintanya pada Andre tanpa basa-basi.
Menyadari waktu yang di berikan sangat singkat. Ia tidak bisa mengukur waktu.
" Nanti, aku kirim nomornya."
" Nomor pribadi ya. Jangan nomor bisnis. "
" Untuk nomor pribadi itu tidak bisa aku sebar begitu saja. Kalau nomor bisnis mungkin masih bisa. Sekalipun tidak bisa dalam dua puluh empat jam di balas." jelas Andre.
Mana mau Andre menyebarkan nomor pribadinya dan sahabatnya dengan mudah sekalipun pada teman lama. Perempuan pula. Bisa gawat masa depannya.
" Aish, kamu gak asik, Ndre. Jangan bilang kamu takut sama dia." Ucap Riris memberi kode dengan lirikan matanya.
" Bukan takut. Tapi, memang nomor pribadi itu privasi. Cuma segelintir orang yang tahu."
" Nomor pribadi Rama saja kalau gitu."
" Apalagi nomor Rama. Aku lebih tidak berani."
" Maaf waktunya habis." Insi setengah berteriak.
Huft. Akhirnya. Andre merasa lega.
Riris pun pergi meninggalkan ruangan itu walaupun ia rasanya enggan.
Insi melanjutkan tugasnya dan memanggil nama pelamar berikutnya. Sementara Riris melenggang pergi tanpa berkata apapun.
Ia kesal karena tidak mendapatkan apa-apa. Saat ia akan masuk ke dalam mobil, Riris melihat seseorang yang keluar dari dalam mobil yang ada di sampingnya.
Ia tersenyum senang dan segera menghampiri orang itu.
TBC