Alya, seorang sekretaris dengan kepribadian "ngegas" dan penuh percaya diri, melamar pekerjaan sebagai sekretaris pribadi di "Albert & Co.", perusahaan permata terbesar di kota. Ia tak menyangka akan berhadapan dengan David Albert, CEO tampan namun dingin yang menyimpan luka masa lalu. Kehadiran Alya yang ceria dan konyol secara tak terduga mencairkan hati David, yang akhirnya jatuh cinta pada sekretarisnya yang unik dan penuh semangat. Kisah mereka berlanjut dari kantor hingga ke pelaminan, diwarnai oleh momen-momen lucu, romantis, dan dramatis, termasuk masa kehamilan Alya yang penuh kejutan.
[REVISI]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaraaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Rahasia di Balik Senyum
Setelah pertempuran panjang dengan Ibu Ratna dan Pak Budi, suasana di Albert Group menjadi lebih tenang. Alya, dengan sepatu kets yang kini menjadi simbol keberanian dan efisiensinya, bisa bekerja dengan lebih nyaman. Ia merasa berada di tempat yang tepat, merasa dihargai dan dipercaya. Kehadirannya di perusahaan ini kini tak hanya dilihat dari kemampuannya, tetapi juga dari pengaruh positif yang ia berikan. David Albert, yang awalnya dikenal sebagai sosok yang dingin dan penuh misteri, kini lebih sering tersenyum dan bercanda dengan Alya. Walau begitu, meskipun senyumnya semakin sering terukir, Alya merasa ada sesuatu yang belum sepenuhnya terbuka dari dirinya.
Suatu hari, saat Alya sedang mengatur dokumen di meja kerjanya, pandangannya teralih ke meja David Albert yang berada beberapa meter dari tempatnya. Di sana, sebuah amplop misterius tergeletak di sudut meja David. Amplop itu tampak biasa saja, tanpa alamat atau nama pengirim, hanya bertuliskan nama "David" di bagian depan. Rasa penasaran mulai menggelayuti pikiran Alya. Ia merasa ada sesuatu yang aneh. Dengan hati-hati, ia mendekati meja David dan mengambil amplop tersebut, memastikan tidak ada yang melihat.
Setelah melihat sekeliling dan memastikan tidak ada yang mengawasi, Alya membuka amplop tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah foto lama yang tampaknya diambil beberapa tahun yang lalu. Alya menatap foto itu dengan teliti. Foto itu menunjukkan David Albert muda, dengan rambut panjang dan kumis tipis, sedang bermain gitar di sebuah kafe kecil. Di sampingnya, ada seorang wanita cantik dengan rambut panjang yang terurai. Mereka tampak bahagia dan mesra, seperti pasangan yang sedang jatuh cinta.
Alya menatap wanita di samping David dengan rasa penasaran yang semakin mendalam. Siapakah dia? Apakah dia mantan kekasih David? Atau mungkin istrinya? Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab. Namun, ia tahu bahwa ini adalah sesuatu yang seharusnya tidak diabaikan begitu saja. Akhirnya, keesokan harinya, ia memutuskan untuk bertanya langsung kepada David tentang foto tersebut.
Saat Alya memasuki ruang kerja David, ia melihat pria itu sedang menulis sesuatu di meja kerjanya, terlihat serius. Ia berdiri beberapa saat di ambang pintu, lalu dengan hati-hati, ia mulai berbicara.
"Bapak Albert," kata Alya, suaranya terdengar sedikit ragu, "Saya menemukan sebuah amplop di meja Bapak Albert kemarin."
David Albert mengerutkan kening dan berhenti sejenak dari pekerjaannya. "Amplop apa?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit tegang.
Alya merasa sedikit gugup, tetapi ia melanjutkan. "Amplop itu tidak ada alamatnya, hanya tertulis nama Bapak. Saya membukanya dan menemukan sebuah foto di dalamnya."
David tampak terkejut mendengar penjelasan itu. "Foto apa?" tanyanya, suaranya lebih dalam, mengandung rasa ingin tahu yang lebih besar.
Alya mengeluarkan foto itu dari tasnya dan memberikannya kepada David. Ia melihat ekspresi David yang mulai berubah saat melihat gambar tersebut. David tampak terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya mengambil foto tersebut dari tangan Alya.
"Ini... ini foto lama," katanya, suaranya terdengar sedikit gugup. "Saya tidak menyangka Anda menemukannya."
Alya menatap foto itu sekali lagi sebelum mengalihkan pandangannya ke David. "Siapakah wanita di samping Bapak Albert?" tanyanya, suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu.
David terdiam sejenak, seakan mencerna kembali kenangan yang muncul. Akhirnya, ia menghela napas dalam-dalam. "Wanita itu... namanya Sarah. Dia adalah mantan kekasih saya," jawab David dengan suara yang lebih lembut.
Alya mendengarkan dengan seksama, rasa simpati mulai muncul di dalam dirinya. David melanjutkan cerita dengan suara yang mulai terdengar berat.
"Kami berpacaran selama lima tahun. Kami sangat mencintai satu sama lain, dan bahkan berencana untuk menikah. Tapi, takdir berkata lain. Sarah... dia meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil," kata David, suara seraknya terdengar jelas, menunjukkan betapa beratnya kenangan itu bagi dirinya.
Alya terkejut mendengar penjelasan tersebut, dan hatinya tergerak oleh rasa empati. "Saya sangat menyesal, Pak," katanya dengan lembut, "Saya tahu itu pasti sangat sulit bagi Bapak."
David hanya mengangguk perlahan, matanya sedikit berkaca-kaca. "Saya tidak pernah bisa melupakan Sarah," lanjutnya dengan suara yang semakin pelan. "Kematiannya menghancurkan saya, Alya. Saya merasa seperti kehilangan sebagian dari diri saya."
Alya merasa tergerak untuk menghibur David. "Bapak Albert, saya... saya mengerti betapa beratnya itu," kata Alya, suaranya lembut namun penuh pengertian. "Mungkin tidak ada kata-kata yang bisa menghapus kesedihan itu, tapi saya percaya Bapak adalah orang yang kuat."
David menatapnya sejenak dengan mata yang penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Alya," katanya dengan senyum tipis. "Saya rasa saya merasa lebih baik sekarang, bisa berbagi kisah ini dengan Anda."
Alya tersenyum, merasa bahagia bisa memberikan sedikit kenyamanan kepada David. "Tidak perlu terima kasih, Pak. Saya senang bisa mendengarkan dan membantu."
Setelah beberapa detik, suasana terasa sedikit lebih ringan. David menatap Alya dengan rasa ingin tahu yang baru. "Alya," kata David perlahan, "Saya ingin bertanya sesuatu kepada Anda."
Alya menatapnya dengan cermat. "Ya, Pak?"
"Apakah Anda pernah merasakan cinta yang mendalam, seperti yang saya rasakan untuk Sarah?" David bertanya, suaranya terdengar lebih serius, meskipun ada sedikit keraguan di balik pertanyaannya.
Alya terdiam sejenak, merasa sedikit gugup. Ia tidak pernah membicarakan hal ini dengan orang lain sebelumnya. "Sebenarnya, Pak," jawab Alya dengan suara yang lembut, "Saya pernah merasakan cinta yang mendalam. Tapi cinta itu... tidak seindah yang saya bayangkan."
David mendengarkan dengan seksama, menunggu penjelasan lebih lanjut.
"Dulu," kata Alya sambil tersenyum sedikit, "Saya sangat mencintai seorang pria. Kami berencana untuk menikah, tapi akhirnya hubungan kami berakhir karena kesalahpahaman."
David tampak penasaran. "Kesalahpahaman seperti apa?" tanyanya dengan nada penuh rasa ingin tahu.
Alya menghela napas, sedikit terdiam sebelum melanjutkan. "Dia menyangka saya mencintai teman baiknya, padahal saya tidak pernah berpikir begitu. Saya benar-benar mencintainya. Namun, dia tidak bisa mengerti perasaan saya."
David menatap Alya dengan penuh empati. "Lalu apa yang terjadi?"
"Kami akhirnya berpisah," jawab Alya dengan suara yang agak lemah. "Saya sangat terluka waktu itu, Pak. Semua harapan dan impian yang kami bangun bersama, tiba-tiba hancur begitu saja."
David mengangguk pelan, seolah memahami betul perasaan yang Alya rasakan. "Cinta memang bisa menjadi rumit, Alya," katanya dengan suara lembut. "Terkadang, meskipun kita sudah memberi yang terbaik, tak semuanya bisa berjalan sesuai keinginan."
Alya mengangguk, merasakan kedalaman kata-kata David. Meskipun dia berbicara tentang masa lalunya yang penuh kehilangan, ada kenyamanan tersendiri dalam berbagi cerita tentang cinta yang hilang.