"Aku dimana?"
Dia Azalea. Ntah bagaimana bisa ia terbagun di tubuh gadis asing. Dan yang lebih tidak masuk akal Adalah bagaimana bisa ia berada di dunia novel? Sebuah novel yang baru saja ia baca.
Tokoh-tokoh yang menyebalkan, perebutan hak waris dan tahta, penuh kontraversi. Itulah yang dihadapai Azalea. Belum lagi tokoh yang dimasukinya adalah seorang gadis yang dikenal antagonis oleh keluarganya.
"Kesialan macam apa ini?!"
Mampukah Azalea melangsungkan kehidupannya? Terlebih ia terjebak pernikahan kontrak dengan seorang tokoh yang namanya jarang disebut di dalam novel. Dimana ternyata tokoh itu adalah uncle sang protagonis pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMB! (16)
Selamat Membaca
*****
Marshall menatap Auris dan Aldrick bergantian. Kali ini ia cukup terkejut melihat Aldrick yang terus menempeli Auris sejak tadi. Aldrick bahkan tidak membiarkan Auris dan Marshall untuk berbicara berdua tanpa dirinya.
"Jadi?" tanya Auris menatap Marshall sambil menaikkan sebalah alisnya.
"Begini nona. Setelah saya cari tahu, Bian dan Caramel beberapa kali bertemu di beberapa tempat. Ini beberapa foto yang sempat diambil saat mereka bertemu." Bian menunjukkan beberapa lembar foto pada Auris.
Auris memperhatikan foto-foto itu dengan cermat. "Kira-kira apa yang dibahas mereksa sampai sering bertemu seperti ini?" Auris menatap Marshall serius yang berhasil membuat Aldrick terbakar cemburu.
"Tidak usah menatapnya, dia jelek!" Aldrick menutup mata Auris dengan kedua tangannya membuat Auris menghela napas kasar.
Sementara Marshall menggeleng samar melihat kelakuan bosnya yang banyak berubah. Sikap dingin yang biasa ia tunjukkan kini hilang jika berada di dekat Auris.
"Ck...diam dulu mas, ini penting." Auris mengambil tangan Aldrick dan menggenggamnya agar pria itu diam.
"Ada sedikit informasi dari orang suruhan saya nona. Mereka mengatakan jika Bian dan Caramel membahas tentang bayi yang dikandung nona Caramel."
Dahi Auris mengerut bingung, "Bayi?" Auris mengetuk-ngetuk dagunya beberapa kali, "Apa jangan-jangan..." Auris menatap Marshall, "Marshall, cari tahu informasi tentang Caramel dan Bian satu bulan sebelumnya. Aku yakin telah terjadi sesuatu di antara mereka."
"Baik nona." Marshall mengangguk tegas. "Ah ya nona, Saya juga sudah mendapatkan informasi mengenai ketiga kakak anda."
Senyum lebar pun muncul di wajah Auris, "Benarkah? Katakan padaku."
Marshall mengambil satu berkas dan membukanya. "Untuk tuan Darren, kakak pertama anda telah mengambil uang perusahaan atau korupsi tanpa sepengetahuan tuan Alex. Beliau sudah melakukannya beberapa bulan terakhir nona. Ini data-datanya."
Auris melihat data-data tersebut dengan teliti. Auris cukup terkejut melihat jumlah nominal yang diambil Darren. "Kakak gila."
"Sementara tuan Aron, dia bersih dari apapun. Kamu sudah menyelidiki segala yang bersangkutan dengannya. Tidak ada apapun yang salah nona."
Auris menganggukkan kepalanya. Aron, kakak keduanya itu memang yang paling normal di antara keluarganya yang lain. Hanya saja Aron bodoh dalam menilai seseorang. "Kalau kak Zendra?"
Marshall membuka satu berkas lagi dan menunjukkannya pada Auris. "Tuan Zendra telah melakukan pengedaran obat-obatan terlarang selama 2 tahun terakhir nona. Bahkan ia juga mengedarnya ke berbagai negara tetangga."
"Dia juga memakainya?" tanya Auris penasaran.
Marshall mengangguk, "Benar nona, tuan Zendra juga pecandu obat-obatan itu."
"Baiklah, kalau begitu bagaimana dengan Sofia?"
"Sebaiknya anda baca sendiri nona." Marshall memberikan sebuah berkas bertuliskan nama Sofia di depannya.
"Baiklah, akan kubaca nanti. Terima kasih." Auris tersenyum tipis pada Marshall. "Tolong pantau dan laporkan semua pergerakan mereka padaku."
"Dimengerti nona. Saya akan melakukannya sebaik mungkin, kalau begitu saya izin meninggalkan kediaman ini." Marshall berdiri kemudian membungkuk pada Auris dan Aldrick. Ia pergi dari sana meninggalkan Auris dan Aldrick.
*****
Dua orang laki-laki tengah berdiri saling berhadapan di sebuah pelabuhan.
"Terima kasih tuan Zendra, senang berbisnis dengan anda."
Zendra tersenyum lebar sambil menjabat tangan orang di depannya. "Sama-sama tuan Wira, berhati-hatilah. Jangan sampai kau ketahuan."
Wira terkekeh kecil, "Anda tenang saja tuan. Saya pastikan bisnis kita akan berjalan lancar tanpa tercium oleh aparat hukum."
Keduanya tertawa bersama. Setelah itu Wira segera menaiki sebuah kapal miliknya. Ia tersenyum pada Zendra, "Untuk bayarannya, sudah saya transfer pada anda tuan. Untuk kedepannya jual lah lebih banya padaku."
Zendra mengangguk sambil menegak gelas wine di tangan kirinya, "Dengan senang hati tuan."
Setelah kapan itu mulai menjauh., Zendra kembali ke mobilnya dan segerap pergi menjauhi area pelabuhan. Ekspresi datar kembali ia pasang di wajahnya ketika dirinya sampai di kediaman Dirgantara.
Zendra langsung masuk ke kamarnya dan membantingkan tubuhnya di atas kasur. 5 Menit kemudian Zendra bangkit dan menuju Balkon kamarnya. Zendra meminum 1 satu pil obat yang diambilnya dari saku celananya.
*****
"Aku tidak menyangka," Seringaian tajam muncul di wajah Auris, "Aku harus kembali ke mansion besok."
Auris menutup berkas bertuliskan nama Sofia yang baru saja dibacanya. Sebuah fakta yang baru ia ketahui membuat Auris semakin tidak sabar Menghancurkan mereka.
"Sofia, mari bermain denganku," Auris tersenyum kecil, "Kita lihat bagaimana kau akan menyelesaikan permainan ini."
"Ternyata pribahasa itu benar, buah tidak jauh jatuh dari pohonnya. Ibunya perebut, anaknya juga perebut. Ibunya jalang, Bukankah anaknya juga seorang jalang?"
Auris duduk di depan cermin sambil memakai skincare miliknya. Mengingat besok ia harus kembali menjadi sekretaris Aldrick, Auris tidak ingin penampilannya buruk.
Selesai memakai semua skincare di wajahnya, Auris membaringkan tubuhnya di atas kasur dan bermain HP sebentar. Gracella yang ikut dengan Yolanda membuat Auris harus tidur sendiri malam ini.
Cklek..
Auris menoleh ke arah pintu yang terbuka, di sana Aldrick berdiri tanpa menggunakan atasan seperti biasanya. Ia menutup pintu kemudian menghampiri Auris.
Aldrick menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Auris. Menghirup dalam-dalam aroma wanitanya yang sangat menenangkan untuknya.
Auris meletakkan hpnya lalu mengelus kepala Aldrick dengan lembut. "Ada apa mas ke sini?"
"Malam ini mas tidur di sini."
Auris cukup terkejut mendengarnya. Memang bapak-bapak yang satu ini ada saja tingkahnya.
Aldrick merubah posisinya dengan berbaring di sebelah Auris dan memeluk wanita itu. "Tidurlah, besok kita harus meeting dengan Atmajaya Group."
"Bagaimana aku bisa tidur jika mas memelukku terlalu erat begini? Aku tidak bisa bernapas."
Mendengar hal itu, Aldrick melonggarkan pelukannya pada Auris. Ia mengecup pucuk kepala Auris dan kembali memejamkan matanya. Tidak lama setelah itu Auris yang merasa nyaman di dalam pelukan Aldrick pun merasa kantuk dan terlelap.
*****
Terimakasih sudah Membaca