Warning ❗
Mengandung kata-kata mutiara (sebaliknya).
Bacalah dengan bijak, tidak suka pun tak apa bisa skip ya🤗
Alexa gadis berusia 20 tahun, anak broken home. 3 tahun lamanya ia tinggal sendiri disalah satu rumah mewah setelah kedua orang tuanya cerai, dan melanjutkan kehidupan mereka bersama pasangannya masing-masing.
Kurangnya kasih sayang dari kedua orang tua. Menjadi Alexa tidak membatasi dirinya didunia malam. Kerap kali ia selalu menghabiskan malam bersama teman-temannya dan pulang larut malam dalam keadaan mabuk.
Pada suatu hari ia bertemu seseorang disebuah club malam dan berkenalan dengan seorang pemuda.
Satu malam yang panjang, mengubah kehidupan Alexa pada saat itu.
Next untuk mulai baca👇👇👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MomoCancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Clara kamu gak mau pamitan sama Om Ridwan?"tanya Anwar.
Gadis itu asyik mendengarkan musik dari earphone nya, sehingga tak bisa mendengar suara siapa pun.
Anwar menghela nafas panjang, ia melepaskan benda itu dari kepala nya sehingga gadis itu terperanjat terkejut.
"Pa apa-apaan sih?"Rengek Clara kesal
Anwar tergeleng-geleng melihat sikapnya yang tidak bisa menghormati orang yang lebih tua, jelas sekali sikapnya sama seperti Sofie, tidak ada sopan santun sama sekali.
Ridwan memperhatikan ayah dan anak itu, dan mencoba untuk tidak memaksa Clara untuk berpamitan kepadanya dan kakeknya.
"Sudah lah mas, gak apa-apa" ucapnya Ridwan dengan senyuman.
"Maaf Ridwan sikap Clara kurang baik, sama seperti ibunya. Jadi diri baik-baik ya, sekaligus aku titip ayah. Maaf banyak merepotkan kamu, kami berangkat ya"ucap Anwar lirih.
Pria setengah baya itu terlihat pasrah saja, dan memaklumi keluarga baru kakaknya. Tidak mungkin ia selalu memaksakan kehendak nya untuk saling memperhatikan ayah mereka yang kini sudah tua dan sering sakit-sakitan.
"Tidak apa-apa mas, aku paham. Hati-hati di jalan ya"
"Iya, makasih."
Anwar pun berangkat pergi meninggalkan kediaman Ridwan. Beserta Sofie dan Clara, kedua ibu dan anak itu terlihat tidak peduli sama sekali setelah meninggalkan rumah besar itu.
Ridwan sekilas memperhatikan mereka, terlihat mereka asyik dengan ponselnya sendiri tanpa ada pembicaraan. Hingga sesampainya mereka tidak lagi membahas ayah dan adik Sofie.
Keadaan rumah begitu sepi senyap, Sofie tahu Alexa pasti tengah bekerja di jam begini.
Rumah itu terlihat rapih dan bersih, Sofie tersenyum puas dengan pekerjaan yang dilakukan Alexa.
Bahkan makanan sudah tersaji diatas meja makan, yang mungkin Alexa siapkan sedari pagi untuk mereka pulang, sudah dingin dan sepertinya belum tersentuh sedikit pun.
Clara berjalan gontai matanya begitu berat ia masuk ke kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun sedangkan Anwar ia masih memperhatikan istrinya terus berjalan kesana kemari memastikan kondisi rumah terlihat baik-baik saja ketika mereka pergi.
Sofie tertuju pada kamar putranya, kamar itu sudah terbuka dengan gamblang nya. Sofie berpikir anak itu sudah pulang dari pekerjaan nya terlihat kamar itu rapi seperti tidak tersentuh oleh manusia.
Ia mengeryit heran, jika Evan belum pulang mengapa kamarnya terbuka. Pertanyaan itu berputar, ia pun gegas menuju kamar Alexa yang belum sempat ia periksa lagi.
kedua matanya membulat sempurna, kondisi kamar itu begitu berantakan tidak seperti biasanya.
"Astaga !!! Anak itu berapa hari dia tidak merapikan kamarnya. Enak sekali ya, ditinggal dirumah sendirian malah banyak bertingkah. Awas kamu Alexa,"ucapnya Sofie.
"Ada apa sih kamu?"tanya Anwar mendengar suara Sofie dan segera menghampiri nya.
Pria itu pun terkejut kamar putrinya begitu berantakan bahkan seolah tidak di kemas sama sekali.
"Lihat kamar putri kesayangan kamu, mas."Ketus Sofie gegas meninggalkan kamar Alexa.
Anwar menepuk jidatnya, memang tidak terlihat biasanya. Pria itu ikut menyusul istrinya pergi meninggalkan kamar Alexa dan membiarkan tempat itu tetap seperti pertama ia melihatnya.
****
Hari nyaris menjelang malam, Alexa masih belum selesai dengan pekerjaan nya yang menumpuk kebetulan hari ini orang yang bekerja sebagai pencuci piring harus pulang karena sakit.
Dengan terpaksa Alexa harus menggantikan nya untuk membereskan pekerjaan di dapur hingga selesai.
"Alexa!" panggil pak Tama.
Alexa segera membersihkan tangannya dan gegas menghadap pak Tama sebelum atasannya itu marah-marah karena panggilan nya ia abaikan.
Tepat di salah satu meja pak Tama duduk disana dan tengah berjibaku dengan alat kantornya seraya menikmati kopi, ketika para pengunjung sudah semakin sepi.
"Pak Tama panggil saya?" Alexa menghadap.
Tama menatap Alexa yang penuh peluh berkeringat, ia kasihan melihat gadis itu sudah banyak pekerjaan yang ia gantikan olehnya, sementara beberapa karyawan lain yang ia gantikan beberapa orang izin untuk pulang cepat dengan berbagai alasan.
"Ini udah malam, sebaiknya kamu pulang."sahutnya pak Tama.
Alexa menatap heran."loh kenapa, pak pekerjaan saya masih banyak gak mungkin saya pulang pekerjaan dapur masih begitu menumpuk."ucapnya Alexa menolaknya.
"Sudahlah, biar itu bisa dilanjutkan besok pagi."
"Gak apa-apa, pak. Lagian saya kan megang kunci cadangan nya kok, bapak pulang aja gak apa-apa kok saya sendiri."
"Serius, kamu berani sendirian?"
Alexa mengangguk, tidak mungkin ia bisa pulang sementara pekerjaan masih sangat menumpuk. Tidak sehat rasanya harus mengacuhkan piring-piring kotor semalaman.
Pada akhirnya pak Tama pun membiarkan Alexa dengan kemauan nya, dan sementara itu pak Tama pergi pulang dan meninggalkan Alexa di cafe sendirian.
Tepat 10 malam Alexa baru bisa menyelesaikan pekerjaan nya sejenak ia duduk sebentar untuk memberikan ruang, pada tubuhnya yang cukup kelelahan seharian telah disibukkan pekerjaan berkali lipat.
"Kamu belum pulang?" tiba-tiba Evan sudah berdiri tepat disampingnya. Pria itu memberikan kopi dan satu bungkus makanan untuk Alexa yang seharian ini cukup sibuk.
"Van,"
"Ya udah nih makan dulu, udah makan kita pulang oke?"mencubit kecil hidung Alexa.
Alexa Mengangguk ia pun menyantap makanan itu dengan lahapnya, sedangkan Evan ia memandangi nya penuh cinta. Entah bagaimana nantinya hubungan akan berlangsung, wajah nya yang kelelahan amat membuat Evan merasa kasihan. Bahkan ia tidak bisa membantunya hanya karena permintaan nya sendiri agar tidak menunjukkan jika diantara mereka sudah terjadi sesuatu.
Evan gegas membuang sisa bingkisan itu, dan segera pulang terlebih hari sudah malam ia takut jika Sofie dan Anwar masih belum kembali dari tempat kakeknya.
"Pulang yuk?"
Gadis itu mengangguk pelan, rasanya tenaganya sudah terkuras habis untuk bicara saja rasanya tak mampu.
Alexa naik di atas motor kekasihnya itu seraya memeluk tubuh Evan dengan erat. Hembusan angin malam yang sangat menusuk membuat tubuhnya sedikit menggigil.
Evan menyadari akan hal itu, ia pun gegas mempercepat perjalanan nya agar segera sampai dirumah dan membiarkan Alexa beristirahat malam ini dengan tenang, Apalagi semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena Evan terus menggaggunya.
Setelah beberapa menit kemudian Alexa dan Evan sampai, kedatangan mereka disambut Sofie yang sudah berdiri didepan pintu menunggu mereka.
Sofie tidak menyadari jika Evan sudah datang dari luar kota, tepat didepannya Evan membonceng Alexa tanpa ada perasaan takut sama sekali bahkan mereka cuek begitu saja tak menghiraukan Sofie yang sedang menatapnya tajam.
"Alexa? Kenapa kamu pulang terlambat, seharusnya kamu datang lebih awal dan menyiapkan makanan untuk kita, kamu tahu saya dan papa kamu sudah dari luar kota. Dan ya .. Saya gak suka lihat sudut rumah ini berantakan, sekecil apapun. Hari ini saya lihat kamar kamu seperti kapal pecah tahu" ucapnya Sofie berceloteh dihadapan Alexa yang tengah merasakan matanya mengantuk berat.
Seketika rasa kantuk itu menghilang begitu saja setelah mendengar Sofie memeriksa kamarnya. Ia baru sadar satu tempat yang belum ia benahi kamarnya sendiri. Tentu saja akan terlihat berantakan semalaman Evan yang tidur disana hingga ia pergi bekerja.
Evan pun ikut terdiam mematung, ia lupa jika setelah bangun ia tidak membereskan tempat tidur itu sebelum berangkat kerja.
Keduanya mematung tidak ada yang yang bisa menjawab ucapan Sofie termasuk Evan mereka saling bertukar pandangan satu sama lainnya.