Dante Witama sang mafia kelas kakap, pria cuek dan berdarah dingin ini. Tidak akan pernah segan-segan, untuk menghakimi seseorang yang telah berbuat salah kepadanya. Beliau akan menghormati orang yang medikasikan, untuk bekerja sama dengan cara baik dengannya.
Putri seseorang rekan kerjanya Andika, harus siap menelan pil pahit dalam hidupnya. Karena kedua Orang tuanya, telah dibunuh oleh Dante Witama. Karena telah menggelapkan uang perusahaan senilai 30 triliun, untuk dipakai bersenang-senang.
Pada akhirnya putri Andika, bernama Jeslin, harus siap menjadi istri dari mafia kejam itu, sebagai balasan perbuatan ayahnya, telah menggelapkan uang perusahaan. Jeslin berada dalam jeruji penderitaan, tidak pernah merasakan bahagia, semenjak menikah dengan Dante. Karena Dante menjadikan dirinya layaknya budak.
Apakah suatu hari ini Jeslin, akan mampu meluluhkan hati mafia kelas kakap yang dingin dan kejam ini? Yuk ikuti kisah keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Jeslin jatuh pingsan sehingga dengan berat hati, Dante membantu wanita itu untuk segera siuman. Dante memberikan minyak angin ke sekujur leher dan wajah Jeslin. Pria itu juga membiarkan Jeslin sadar sendiri. Akhirnya setelah berapa menit pingsan, akhirnya Jeslin siuman saat itu.
Jeslin memegang bagian kepalanya yang sakit. Sambil memandang sekelilingnya pada saat itu. Jeslin memandang seseorang pria sedang menunggunya sampai siuman pada saat itu. Wanita itu tak sadar bawa dirinya tadi pingsan.
"Dimana aku ini? Apa yang terjadi padaku?" tanya Jeslin kepada Dante.
"Kamu pingsan tadinya. Baru dihukum di teras rumah saja satu jam, sudah lemah banget. Pakai pingsan segala lagi ...!" celetuk Dante mengomel panjang lebar kepada wanita itu.
"Hmm maaf. Aku tidak kuat fisik," jawab wanita itu, masih terus memegang kepalanya saat itu.
"Kamu masih sakit? Kok masih pegang kepala? Kalau masih pusing, biar aku panggil dokter ke sini atau kita berobat ke rumah sakit?" tanya Dante. Ketika melihat wajah perempuan itu pucat.
Jeslin takut dibawa oleh pria itu ke rumah sakit. Selama ini Jeslin paling susah minum obat. Bahkan, tidak pernah sekali pun wanita ini pergi berobat. Alasan utamanya nanti palingan sembuh sendiri. Sehingga membuatnya tak ingin ke rumah sakit.
"Hmm gak apa-apa kok. Aku sudah mulai baikan," jawab Jeslin.
"Ayo ke rumah sakit. Aku tidak mau melihat wajahmu sangat pucat seperti ini. Nanti kamu jatuh pingsan lagi," sambung Dante.
Entah mengapa saat itu Dante begitu kasihan kepada Jeslin. Entah apa gerangan membuatnya semakin kasihan kepada Jeslin. Biasanya Dante tidak pernah peduli begini kepada Orang lain. Pria itu selalu acuh jika ada yang membutuhkan pertolongan dirinya. Semuanya harus sama karena disaat dulu, Dante pernah merasakan posisi tidak dihargai oleh orang lain.
"Ayo ke rumah sakit. Jangan keras kepala untuk menolak." Pria itu menarik tangan Jeslin. Langsung membawa Jeslin menuju rumah sakit.
"Aku takut disuntik dengan jarum suntik," ucap wanita itu, sambil menepis tangan Dante saat itu.
Dante langsung tertawa sudah dewasa, tetapi sangat takut dengan jarum suntik. Padahal orang lain sudah biasa disuntik, ketika sakit di rumah sakit. Aneh melihat manusia takut dengan jarum suntik. Dante selalu membanggakan dirinya yang kuat dan hebat. Tidak pernah takut dengan hal apa pun, termasuk menghancurkan kehidupan orang lain, Dante juga tidak pernah takut.
"Hahaha sudah dewasa. Tetapi sangat takut dengan jarum suntik. Hei! Apa yang kamu takutkan dengan jarum suntik?" tanya Dante menyindir Jeslin.
Wanita itu langsung diam tak menjawab pertanyaan Dante saat itu. Bercerita tentang masa lalunya pun, wanita itu tidak berani. Karena takut mendapatkan ledekan dari Dante sang mafia kelas kakap.
"Hmm aku sudah sembuh. Tidak perlu bawa aku ke rumah sakit." Jeslin tiba-tiba terlihat sehat dengan ekspresinya, menunjukan bawa dirinya sudah sehat.
"Jangan bohong kamu. Pasti kamu takut jarum suntik? Sudah ayo kita ke rumah sakit. Nanti, kamu cuma diberikan jarum suntik saja, jadi jangan takut."
"Baiklah. Kalau hanya diberikan obat saya mau. Sudah berapa hari kepala saya sangat sakit. Mungkin akibat kelelahan mengerjakan semua pekerjaan rumah," sambung Jeslin memberanikan diri untuk dibawa ke rumah sakit.
"Nah begini baru hebat. Mau diajak ke rumah sakit," sambung pria itu.
Dante memberikan perintah, kepada pengawalnya saat itu. Untuk mengangkat Jeslin kedalam mobil. Dante membawa Jeslin ke rumah sakit di setir oleh sopir pribadinya bernama Irwan. Dante menghela nafas, semakin lama wanita itu semakin menyusahkan dirinya.
"Sudah berapa jam kamu tidak makan???" tanya Dante kepada Jeslin.
"Dari tadi pagi saya belum makan," jawab Jeslin.
"Mulai besok kamu harus makan pagi di jam tujuh. Jika lewat di jam tujuh kamu makan, saya tidak akan segan-segan memberikan kepada kamu hukuman," jawab Dante tidak segan-segan memberikan hukuman.
Jeslin merasa lelah mendengar setiap harinya hukuman. Dirinya sangat muak dengan namanya hukuman. Buat dia semakin benci dengan namanya hukuman.
"Kamu tahu aku sangat benci dengan namanya hukuman," jawab Jeslin saat itu.
"Semua ini kesalahan kamu. Jadi jangan pernah benci sedikit pun dengan namanya hukuman. Kamu harus menerima hukuman dengan ihklas. Saya tidak akan pernah menghukum kamu. Jika kamu tidak berbuat salah kepada saya," sambung Dante saat itu.
"Maaf."
Akhirnya saat diperjalanan, keduanya sempat bertengkar. Akhirnya Jeslin lebih memilih mengalah, karena takut dengan Dante. Dia tak bisa bernafas ketika duduk dengan Dante. Ancaman pria itu membuat Jeslin semakin tersiksa batin dengan hidupnya. Bahkan! Saat ini badan Jeslin mulai berkurang, karena banyaknya faktor pikiran.
Sesampainya di rumah sakit Dante langsung menyerahkan Jeslin diurus oleh tenaga medis. Diantar oleh sopir pribadi pak Irwan, untuk menemani Jeslin. Sedangkan Dante pergi ke kantor, dia ditemani oleh sopir pertamanya bernama Pak Reza ke kantor.
"Irwan kamu bawa Jeslin masuk dan temani berobat. Buat kamu Reza tolong antar saya ke kantor. Nanti, kamu balik lagi ke rumah sakit ini. Lalu nanti kamu jemput Jeslin dan Irwan disini," perintah Dante saat itu, tak boleh ada seorang pun yang membantah omongan dirinya.
Jeslin langsung memegang tangan pria itu. Meminta Dante untuk menemaninya ke rumah sakit. Jeslin takut dengan jarum suntik, memintanya untuk pulang saja. Nanti bisa membeli obat di apotik.
"Aku tidak mau jika tidak ditemani oleh kamu. Mending aku pulang saja, nanti diperjalanan pulang, jika jumpa apotik maka singgah sebentar untuk beli obat," ucap wanita itu menolak untuk ke rumah sakit.
"Ti-Tidak! Kamu tidak boleh cuman minum obat saja. Kamu juga harus dibawa berobat dan periksa sama dokter. Saya tidak mau mendengar alasan apapun dari kamu," jawab Dante tidak menyetujui wanita itu cuma beli obat saja.
"Tetapi ... sangat takut untuk berobat sendirian didalam ...," potong Jeslin saat itu.
"Ditemani oleh Pak Irwan. Jangan manja kamu jadi orang."
"Sa-Saya mau ditemani oleh kamu ...," potong pembicara saat itu.
"Apa sih yang kamu takutkan di rumah sakit ini? Lagian takut banget sama jarum suntik! Sudah dewasa masih takut jarum suntik. Lebih besar kamu dari pada jarum suntik," sindir Dante sambul menaruh tangan di dagu saat itu.
Jeslin tidak bisa berkata apa-apa lagi. Akhirnya dia hanya bisa pasrah ditemani oleh Pak Irwan berobat ke rumah sakit. Jeslin memilih diam saat itu.
"Baik. Saya akan ditemani oleh Pak Irwan saja," jawab wanita itu, merasa tidak seru harus ditemani oleh Pak Irwan usia 40 tahun tersebut. Jeslin merasakan kesedihan, mengapa tidak Dante saja yang menemani dirinya.