Salwa Nanda Haris, anak sulung dari pasangan Haris dan Raisya. Salwa menolak perjodohannya dengan Tristan, pria yang berstatus duda anak satu.
Awalnya Salwa sangat menolak lamaran tersebut. Ia beralasan tak ingin dibanding-bandingkan dengan mantan istrinya. Padahal saat itu ia belum sama sekali tahu yang namanya Tristan.
Namun pernikahan mereka terpaksa dilakukan secara mendadak lantaran permintaan terakhir dari Papa Tristan yang merupakan sahabat karib dari Haris.
Sebagai seorang anak yang baik, akhirnya Salwa menyetujui pernikahan tersebut.
Hal itu tidak pernah terpikir dalam benak Salwa. Namun ia tidak menyangka, pernikahannya dengan Tristan tidak seburuk yang dia bayangkan. Akhirnya keduanya hidup bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Manis
Mendengar ucapan sang suami, Salwa tidak tenang. Ia merasakan kegelisahan dalam hatinya.
"Kenapa diam? Apa kamu ingin membantah?"
"Ti-tidak! Ucapan suamiku adalah perintah, selagi itu di jalan yang baik, aku akan turuti!"
"Ya sudah, jangan tegang gitu! Ayo kita makan milk cheese alvocado-nya!"
Salwa duduk di lantai yang beralaskan karpet. Tristan membuka jas kerjanya dan menggulung lengan kemejanya sampai siku. Lalu ia duduk di bawah mengikuti istrinya.
"Mas, ganti baju dulu! Nanti kotor!"
"Oke."
Setelah ganti baju, Tristan duduk kembali.
"Gimana, enak?"
"Enak, ngeju banget!"
"Suka?"
"Suka banget!"
"Belepotan.." Tiba-tiba saja jari tangan Tristan mengusap sisa cream cheese yang tertinggal di ujung bibir Salwa.
Dag dig dug
Hati Salwa berdebar sangat kencang. Yang lebih mencengangkan, Tristan menji*at cream di jari tangannya.
"Hmm manis....." Ujar Tristan santai.
Ia tidak tahu betapa saat ini jantung Salwa seakan mau copot. Salwa menunduk malu menghindari pandangan suaminya.
"Wa, jangan menunduk! Lihat aku! Melihatku bukan dosa tapi pahala! Kamu pasti tahu itu!"
Sontak Salwa mendongak. Dan pandangan mereka bertemu.
"Wa, aku bukan orang yang peka! Kalau ada sesuatu yang kamu inginkan atau sesuatu yang tidak kamu sukai dariku! Tolong katakan! Aku ini bukan cenayang yang bisa menebak hati seseorang. Aku akan senang kalau kamu meminta sesuatu padaku."
"Aku tidak meminta apa-apa, Mas!Cukup aku diterima dan diperhatikan dengan semestinya. Maaf jika perkataanku semalam menyinggung perasaanmu! Aku tidak bermaksud melarangmu mengingat Mbak Nabila. Tapi..."
"Ssstt...! Aku tahu itu! Aku yang salah, tidak mengerti keadaan. Nabila memang memiliki tempat yang khusus di hatiku, karena sampai kapan pun dia adalah Ibunya Ira . Dan Kamu saat ini yang ada dalam hidupku. Kamu bukan pengganti Nabila. Tapi kalian berdua punya tempat masing-masing di hatiku. Kamu mengerti kan, maksudku?"
Salwa hanya mengangguk. Ia tidak bisa berkata-kata. Baru kali ini dirinya melihat Tristan secara dekat dan cukup lama. Ia terkesima dengan ketampanan wajah suaminya. Hidung mancung, mata tajam,alis tebal, wajahnya mirip orang Turki bagi Salwa.
Melihat istrinya tak berkedip, Tristan mengambil kesempatan.
cup
Dikecupnya pipi kanan Salwa. Salwa tersentak dan memegang pipinya. Karena menahan malu, kini pipinya merah seperti tomat.
"Kok pipinya merah? kamu sakit, Wa?"
Tristan menyentuh dahi Salwa.
"Ti-tidak, aku sehat!"
Tristan tersenyum melihat ekspresi istrinya.
"Masyaallah, ketampananmu meningkat dua kali lipat saat kamu tersenyum, Mas. Ya Allah, jantungku masih aman kan?" Batin Salwa. Ia reflek meraba dadanya.
Tiba-tiba Handphone Tristan berdering, ia segera mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum.."
"..........."
"Kapan itu, Om?"
"..........."
"Insyaallah, Om."
"............"
"Iya, terima kasih atas undangannya."
"............"
"Wa'alaikum salam."
Setelah menutup panggilan, Tristan mengajak Salwa untuk istirahat siang.
Sore harinya, sepeeti biasa Khumairah belajar mengaji huruf hijaiyah kepada Bundanya. Anak itu sangat antusias saat tahu dirinya sudah semakin lancar mengaji.
Tristan memperhatikan keduanya dari kejauhan. Ia merasa sangat beruntung memiliki Salwa saat ini. Selain baik, Salwa memiliki sifat keibuan. Itu yang terpenting bagi Khumairah. Karena putrinya itu tidak bisa segampang itu dekat dengan seseorang.
Setelah selesai mengaji, Salwa menemani Khumairah mengerjakan tugas dari sekolah di dalam kamar. Khumairah mendapat tugas membuat kolase bunga dari guntingan kertas origami.
"Kalian sedang apa?" Tanya Tristan yang baru saja masuk ke kamar putrinya.
"Ini tugas, Bi! Miss Fera kasih tugas agak susah, jadi Ira minta bantuin Bunda."
"Oh... udah mau selesai tuh, ra?"
"Iya, Bi! Bunda kan, jago!"
"Iya, Bundanya jago!"
"Bi, kata teman Ira ada pasar malam di alun-alun, Ira pingin deh ke sana! Boleh ya, Bi?"
"Tidak usah ya? Kapan-kapan saja ke playground atau ke mall! Besok kan, kamu sekolah?"
"Bentar aja, Bi! Ya, ya? Ira kan, udah lama nggak diajak jalan-jalan, Bi? Ira maunya ke pasar malam, Bi." Khumairah memelas.
"Huh.. baiklah! Habis shalat maghrib nanti kita ke sana, tapi sebentar saja ya?"
"Iya, Bi! Yeay.... pasar malam, pasar malam!" Khumairah girang menari-nari.
Salwa tersenyum di balik cadarnya.
30 menit kemudian. Setelah shalat maghrib, Tristan masuk ke kamarnya untuk berganti baju. Ia melihat istrinya juga sedang berada di walk in closet hendak memakai jilbabnya.
"Au au...!" Pekik Salwa, mengkibaskan jarinya.
Tristan mendekati istrinya.
"Kamu kenapa?"
"Kena jarum, Mas! Hehe..."
"Mana coba sini aku lihat!"
"Nggak usah, nggak pa-pa kok! cuma keluar darah setitik."
"Makanya hati-hati!"
"Iya, tadi kaget soalnya ada yang masuk, aku pikir siapa."
"Nggak ada orang lain yang berani masuk kecuali diperintah ke sini!"
"Ya sudah, ayo cepetan, Mas! Nanti keburu malam!"
Akhirnya mereka bertiga berangkat. Kali ini Tristan mengendarai mobil sendiri. Ia menjadi supir pribadi istri dan putrinya.
Dua puluh menit kemudian. Mereka sampai ke tempat tujuan. Parkiran mobil sepi, Namun parkiran sepeda motor cukup ramai. Karena memang bukan weekend, tidak terlalu banyak pengunjung.
"Wah... seru! Ayo, Bun! Cepetan, Ira pingin naik itu!" Salwa menunjuk wahana bianglala.
"Izin Abi dulu, Nak!" Salwa melirik suaminya.
"Boleh ya, Bi?"
"Apa itu tidak bahaya?" Tanya Tristan kepada istrinya.
"Aman, Mas!"
"Kamu saja yang barengin Ira! Aku tunggu di bawah!"
"Oke!"
Salwa membeli karcis untuk naik bianglala. Khumairah nampak sangat senang. Mereka berdua saat ini sudah berada di atas bianglala. Tristan menunggu mereka di bawah. Dia memang tidak pernah pergi ke tepat hiburan rakyat seperti saat ini. Kecuali dulu saat dirinya masih SD.
Setelah turun dari bianglala, Khumairah minta dibelikan kembang gula.
"Apa itu bersih?" Tanya Tristan kepada Salwa.
"Bersih, Mas! Kamu jangan khawatir!"
"Tolong perhatikan makanan Ira!"
"Hem, pasti! Ini hanya sesekali, Mas! Tolong maklumi dia! Anak kecil pasti sukanya yang manis-manis!"
"Aku juga suka yang manis-manis! Seperti kamu!" Batin Tristan.
Khumairah melihat banyak anak kecil mewarnai di alas sterofoam yang sudah bergambar. Ia pun mengajak orang tuanya mendekat.
"Bunda, Ira juga ingin kayak mereka."
"Boleh, ayo!"
Salwa pun membayar uang sewa kepada pemiliknya. Khumairah melihat gambar kartun doraemon untuk diwarnai. Salwa duduk di samping Khumairah memberikan arahan.
"Ternyata dengan sederhana saja sudah membuatmu bahagia, Nak! Maafkan Abi kalau selama ini Abi kurang memperhatikan apa yang kamu inginkan." Batin Tristan.
Tristan berdiri di belakan anak dan istrinya. Dia-diam ia mengambil foto dan vidio keduanya dari belakang.
"Bagus nggak, Bun, Bi?" Khumairah menunjukkan hasil gambarnya.
"Bagus!" Jawab Salwa dan Tristan bersamaan.
"Cie cie... Abi sama Bunda kompak nih!"
Jam sudah menunjukkan angka 20.30. Tristan memutuskan untuk mengajak mereka pulang. Dan di perjalanan, mereka mampir di restoran untuk makan malam.
Jam 21.30. mereka sampai di rumah. Karena Khumairah tertidur di mobil, Tristan menggendong putrinya itu sampai ke kamar. Setelah mengecup kening putrinya, ia kembali ke kamarnya.
Bersambung....
...----------------...
Next ya kak....
Bahasanya Sangat Sempura..
Ceritanya Suka Bgt...👍🏻😍😘
Bagus Baca Ceritanya Si Salwa...😘🤗