BY : GULOJOWO NOVEL KE-7 😘
"Menikahlah dengan ku, aku pastikan ayah mu bisa melihat lagi."
Gluk!
"Dan jika kamu bisa membangunkan milik ku, maka aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan."
Gluk!
Lagi-lagi Kirana, gadis yang akrab dengan panggilan Kiran itu menelan ludahnya berkali-kali saat mendengar ucapan dari bosnya yang menurut rumor yang beredar di kantor tempatnya bekerja, bosnya itu mengidap impoten.
Apakah Kirana akan menerima tawaran bosnya itu dengan iming-iming yang dijanjikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GuloJowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 16
Kirana keluar dari lift dan langsung berlari menuju ke ruang loker, tempat penyimpanan barang-barang karyawan rendahan seperti dirinya. Kirana lebih memilih menuju ke ruang loker daripada ke pantry. Karena sudah pasti Bu Winda atasannya itu berada di pantry. Kirana ingin menenangkan dirinya di sana, karena di ruang loker pasti sepi dan tidak ada siapapun.
Mei yang sempat melihat Kirana berlari melewatinya segera meletakkan peralatan kebersihan yang ada di tangannya kemudian mengejar sahabatnya itu. Dari pintu masuk ruang loker, Mei bisa mendengar suara seperti orang menangis tergugu. Dan sudah bisa dipastikan pasti itu suara tangis sahabatnya. Mei langsung masuk ke dalam ruangan tersebut dan mendapati Kirana sedang duduk di lantai bersandar pada tembok. Kepalanya menelungkup ke atas lutut yang kakinya ditekuk ke atas. Perlahan Mei mendekat kemudian berjongkok di depan sahabatnya.
"Ran," Mei memegang bahu Kirana. "Loe kenapa nangis? Apa terjadi sesuatu?"
Bukannya menjawab, Kirana malah semakin tergugu dalam tangisnya. Perlahan Kirana mengangkat kepalanya hingga pandangannya bertemu dengan pandangan Mei yang terlihat mengkhawatirkannya. Tanpa berucap sepatah kata pun, Kirana langsung menubruk tubuh Mei. Memeluk erat seraya menumpahkan segala tangisannya.
Dada Mei ikut merasakan sesak padahal dirinya belum tahu apa yang sedang terjadi dengan sahabatnya itu. "Loe kenapa? Cerita sama gue. Jangan kayak gini."
"Ak-aku," Suara Kirana terputus-putus karena bercampur dengan sesenggukan. "Ak-aku nggak tahu harus bagaimana. Hiks.. hiks.."
"Coba cerita pelan-pelan sama gue." Mei mengurai pelukannya. "Cerita sama gue, jangan ada yang ditutup-tutupin." Ulang Mei meraih tangan Kirana kemudian menggenggamnya erat.
"Ak-aku barusan ngelakuin kesalahan."
"Kesalahan Apa?"
Akhirnya Kirana pun menceritakan semuanya kepada Mei tanpa ada yang ditutupi sedikitpun. Termasuk dirinya yang harus membayar ganti rugi sebesar 100 miliar atas kesalahan yang tidak disengajanya.
Mata Mei membulat sempurna. "Se-seratus miliar?" Beo Mei yang susah payah menelan ludahnya. Jelas saja Mei juga terkejut. Bagi orang kecil seperti mereka uang 100 juta aja mustahil berada di tangannya, apalagi uang sebesar itu. "La-lalu bagaimana sekarang?" Suara Mei saja sampai ikut terbata karena saking terkejutnya. "Gue juga nggak punya uang sebanyak itu. Uang gue di tabungan aja nggak sampai 50 juta." Ya, uang Mei jauh lebih banyak daripada uang Kirana karena Mei terlebih dahulu bekerja di perusahaan itu sebelum Kirana.
"Ak-aku juga nggak tahu Mei. Sekarang aku harus bagaimana? Ap-apa yang harus aku lakukan sekarang? Hiks.. hiks.." Kirana mengusap air matanya menggunakan punggung tangannya. "Apa boleh meminjam uang di perusahaan ini sebesar itu?" Tanya Kirana penuh harap.
"Itu hal yang sangat mustahil Ran. Kalaupun boleh meminjam pasti tidak sebesar itu." Sahut Mei. Kirana pun mengangguk membenarkan ucapan Mei.
"Sudah, nanti kita pikirkan lagi. Lebih baik sekarang kita kembali bekerja sebelum ketahuan sama Bu Winda." Tutur Mei. Kirana kembali mengangguk, kemudian keduanya segera bangkit dan keluar dari ruang loker.
*****
Sore harinya saat jam kerja usai, Kirana kembali dipanggil ke lantai atas melalui Bu Winda sebagai atasannya.
"Kesalahan apa yang sudah kamu lakukan hingga membuat tuan Arsen sepertinya marah?" Ya, Arsen sendiri tadi yang menghubungi Bu Winda. Dan suara Arsen terdengar seperti orang yang mengeram marah di telinga Bu Winda.
Kirana dan Mei salim pandang. Hampir saja Kirana kembali meneteskan air matanya. Namun dengan sekuat tenaga ia mencoba menahannya. Bolehkah dia berharap agar ada keajaiban untuknya. Dia benar-benar tidak sanggup jika harus membayar ganti rugi sebesar itu.
"Pergilah, gue tunggu loe di bawah. Gue bantu doa dari sini semoga semua baik-baik saja." Bisik Mei agar tidak terdengar oleh Bu Winda yang saat ini masih berdiri di depan mereka berdua.
Kirana mengangguk kemudian berpamitan kepada bu Winda. "Permisi Bu." Kirana langsung masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke lantai atas. Sepanjang perjalanan menuju ke atas, Kirana tak henti-hentinya melantunkan doa di dalam hatinya. Jika memang dirinya tidak bisa dibebaskan dari ganti rugi, setidaknya dirinya diberikan keringanan. Itulah satu-satunya harapan Kirana saat ini.
Ting!
Kirana terlonjak kaget saat mendengar bunyi pintu lift yang terbuka. Mungkin karena sejak tadi dirinya melamun hingga tidak menyadarinya. Beruntung di dalam lift itu hanya ada dirinya seorang. Mungkin semua karyawan sudah meninggalkan kantor karena saat ini waktu sudah menunjukkan pukul lima sore.
Dengan gemetar Kirana menyeret langkah kakinya keluar dari lift menuju ke ruang sekretaris Niko terlebih dahulu. Namun sayangnya sekretaris Niko saat itu tidak sedang berada di dalam ruangannya. Dan sudah bisa dipastikan di mana sekretaris Niko saat itu. Dimana lagi kalau bukan di ruangan bosnya?
Gemetar di tubuh Kirana beradu dengan detak jantungnya yang menggila. Bahkan langkah kakinya terasa berat saat mendekati ruang CEO. Hampir saja dirinya ambruk kalau tidak dengan sekuat tenaga menahannya.
Dengan mengucap bismillah, Kirana mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu ruangan yang ada di depannya.
Tok.. Tok.. Tok..
Pintu ruangan langsung dibuka dari dalam oleh sekretaris Niko dengan senyum hangatnya seolah ingin menenangkan Kirana. Namun sayangnya senyuman sekretaris Niko itu tidak mampu mengurangi ketakutan di hati Kirana.
"Permisi pak." Kirana menundukkan kepalanya.
"Masuklah, jangan takut ada aku. Aku akan berusaha melindungi mu sebisa ku." Lirih sekretaris Niko agar tidak terdengar sampai ke telinga bosnya. Padahal dirinya tidak bisa melakukan apapun untuk membantu Kirana. Dia memang punya uang, tapi tidak sebanyak itu. Dan lagi jika ketahuan oleh Arsen dirinya membantu Kirana, pasti dirinya yang akan mendapat masalah.
Huuuft, memangnya dirinya bisa apa? Bahkan hanya sekedar membantu Kirana untuk bangun saja dirinya tidak berani membantah bosnya. Benar-benar nyalinya ciut kalau sudah berhadapan dengan bosnya itu. Entah mengapa aura Arsen terasa sangat mengerikan baginya. Dan tentu bagi orang-orang yang bermasalah dengan Arsen.
*****
*****
*****
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏
ntah lah karna jawaban ny hny othor saja yg tau😅😅