Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepuluh - Jangan Salahkan Aku Berpaling
Asyifa meraba dadanya, menenangkan degub jantungnya yang tidak keruan karena perbuatan Adrian yang tiba-tiba saja berlaku manis di depannya. Sesekali tangannya mengusap kening bekas ciuman Adrian tadi.
“Ya Allah ... apa yang terjadi pada diriku?” batin Asyifa sambil melongo mengingat apa yang Adrian lakukan tadi.
Sementara Adrian yang baru sampai di kantornya, ia langsung disambut oleh Yoga. Yoga merasa ada yang aneh dengan penampilan Bos nya itu. Biasanya memakai baju rapi dan formal, sekarang hanya memakai kemeja lengan pendek, dan terlihat tampil lebih fresh, terlihat sangat muda menurut Yoga.
“Kok bengong, Ga? Bagaimana, sekarang saja meetingnya? Saya belum terlambat, kan?” tanya Adrian yang melihat Yoga melongo memandang penampilannya dari atas sampai bawah.
“Tuan gak salah ke kantor pakai pakaian seperti ini? Apa tidak terlalu santai? Atau saya siapkan baju Tuan yang lain?” tanya Yoga.
“Apa saya salah pakai baju? Sepertinya tidak salah? Baju ini bersih, rapi, wangi, dan pantas untuk dipakai ngantor, ya meskipun terkesan santai,” jawabnya dengan meneliti setiap inci baju yang dikenakannya.
“I—iya sih pantas buat ke kantor, tapi ini bukan style Tuan sepertinya? Biasnya formal sekali, terus sikapnya dingin, menegangkan, sekarang kok beda? Dari awal Tuan masuk kantor, semua Staf dan Karyawan Tuan sapa semua, tanpa mereka menyapa Tuan lebih dulu? Apakah Istri Muda Tuan memberikan sihir yang amat menakjubkan siang ini?” ucap Yoga tanpa basa-basi pada Adrian.
“Kamu bisa saja, sudah kita mulai meetingnya sekarang,” perintah Adrian.
**
Selesai meeting, Adrian meminta Yoga mengantarkan beberapa barang ke rumah Asyifa. Adrian membelikan beberapa pakaian yang menurut Adrian layak untuk Asyifa, juga membelikan ponsel baru untuk Asyifa, supaya dirinya bisa selalu berkabar dengan Asyifa. Baru setengah hari di rumah Asyifa, dia merasa rindu dengan tingkah polos Asyifa yang sedikit bar-bar. Apalagi masakan Asyifa yang mampu membuat lidahnya terus bergoyang menikmati masakan sederhana yang Asyifa buatkan untuknya.
“Ingat, jangan lama-lama di rumah Asyifa!” Adrian memperingatkan Yoga, supaya setelah mengantarkan barang-barang ke rumah Asyifa, dia langsung kembali ke kantor.
“Siap, Tuan!” jawabnya tegas.
Yoga tersenyum senang melihat ada semangat baru yang berkobar pada Tuannya itu. Wajahnya berseri-seri, terlihat lebih tampan, lebih muda, dan lebih fresh setelah dari rumah Istri Mudanya.
“Kenapa tidak dari dulu sih Nyonya Naura menyuruh Tuan kawin lagi? Kan enak dilihat wajahnya, gak datar mulu kayak talenan! Udah datar, dingin kayak es batu pula!” gerutunya sambil berjalan membawa barang yang akan dikirimkan ke rumah Asyifa.
Yoga juga tahu, Tuannya membelikan ponsel baru untuk Asyifa, juga baju-baju baru, seperangkat alat make up, parfum mahal, tas, sepatu, dan kebutuhan wanita lainnya.
Setelah kepergian Yoga dari ruangan Adrian, pintu ruangan Adrian kembali terbuka, dan menampakkan sosok perempuan cantik jelita, dengan jenjang kaki yang indah, bak model papan atas. Ya memang dia adalah seorang model terkenal, yang pernah naik daun sebelum menjadi istri dari Adrian Yuda Irawan.
“Hai Honey ....” Naura langsung menuju kursi kebesaran sang Suami, dan langsung bergelayut manja, duduk di pangkuan suaminya, mengalungkan lengannya, lalu mencium kilas bibir suaminya.
“Naura ... kamu tidak lihat aku sedang bekerja?” ucapnya jengah.
“Apa kamu tidak merindukanku?” Naura memandang setiap jengkal wajah tampan suaminya yang terlihat acuh padanya.
“Turun, Naura!” ucap Adrian sedikit membentak.
“Bukankah dari kemarin kamu menginginkannya?” ucap Naura dengan jari-jemari lentiknya membelai dada dan perut Adrian.
“Stop, Naura!” Adrian menyingkirkan tangan Naura dari dadanya.
“Kenapa? Semalam sudah bersama istri muda, bukan? Siang ini tidak masalah dong kalau bersama aku? Bukannya kamu dari kemarin ingin bermesraan denganku? Kali ini, karena kamu sudah menuruti apa yang aku mau, dan aku yakin kamu sudah menanam benih di rahim Perempuan itu, aku akan tunaikan tugasku sekarang. Aku sebetulnya rindu sekali, Honey,” bisik Naura menggoda.
“Dia punya nama, Naura!” bentak Adrian, sontak menurunkan tubuh Naura dari pangkuannya.
“Oh iya, Asyifa namanya? Bagaimana, apa dia sudah bisa dipastikan hamil bulan depan? Mami dan Papi sudah ingin menimang cucu, sayangnya aku gak mau hamil, juga Ibumu, sampai aku bosan ditanya ibumu terus, kapan mau ngasih cucu, jadi lebih cepat lebih baik kamu melakukannya, Sayang,” ucap Naura, dan tanpa ada sedikit pun sesal di hatinya, saat mengatakan seperti itu.
Adrian menggelang, mengepalkan telapak tangannya. Tidak tahu kenapa istrinya semakin menjadi untuk melawan kodratnya menjadi seorang perempuan. Adrian ingin anak dari Naura, bukan dari Asyifa atau perempuan mana pun. Namun, kali ini Adrian sudah memantapkan hatinya untuk menyentuh istri keduanya, karena sikap Naura semakin tidak karuan. Semakin Adrian melarangnya, semakin Naura menentangnya.
“Kau sudah siap, jika suatu hari hatiku berpaling darimu, Naura?” tanya Adrian tegas.
Naura mengangkat bahunya, dan mendekati Adrian lagi. “Aku tidak percaya kamu akan berpaling dariku, Sayang. Aku percaya kamu. Kamu hanya ingin anak, bukan penggantiku juga,” ucap Naura.
“Aku tidak bisa menyentuh perempuan tanpa rasa cinta, jadi jangan salahkan aku, jika suatu hari kau kehilangan hatiku, Naura!”
“Aku tidak peduli dengan ucapanmu, Sayang. Karena aku percaya kamu, aku percaya kamu sangat mencintaiku, dan aku yakin kamu tidak akan berpaling kelain hati,” ucap Naura begitu yakin.
“Jangan pernah menyesal, Naura! Sudahi semua ini sebelum terlanjur, atau kamu akan terima akibatnya!”
“Aku tidak akan menyesal, dan aku percaya kamu, Sayang,” ucap Naura lalu memeluk suaminya.
Tidak ada yang Naura khawatirkan, karena dia terlalu yakin kalau Adrian tidak akan pernah berpaling dari hatinya. Adrian akan tetap mencintainya, dan tidak akan pernah mencintai gadis kampung yang jelek, yang sekarang menjadi madunya.
“Daripada kita berdebat, dan kamu tidak mau bercinta denganku, lebih baik siang ini aku pergi liburan bersama temanku. Mungkin dua atau tiga minggu aku akan pergi ke Paris bersama dengan mereka, ada pameran busana di sana, aku ingin ikut juga bersama yang lain,” ucap Naura.
“Terserah, urus hidupmu sendiri!” tukas Adrian.
“Tambahin uang saku dong, Sayang?” pinta Naura dengan manja.
Tidak mau berdebat lagi dengan Naura, akhirnya Adrian mengambil black card dari dompetnya dan memberikannya pada Naura.
“Terima kasih, Sayang ... sampai jumpa dua minggu lagi, kalau aku masih ingin mungkin sebulan aku di sana. Aku harap Asyifa sudah mengandung anak darimu, dan rencanaku akan berjalan dengan mudah!”
Adrian hanya diam, tidak mau menanggapi pembicaraan Naura lagi. Enam bulan ia mencoba sabar dengan kelaukan Naura yang semakin menjadi, tidak mau disentuhnya, tidak pernah mengurus rumah, hanya senang-senang dengan temannya yang dia urusi. Sekarang malah akan pergi ke Paris dua atau tiga minggu.
Adrian menghela napas panjang saat Naura keluar dari ruangannya. Tidak tahu harus membujuk dengan cara apa lagi, dengan cara kasar pun tidak mempan, apalagi dengan cara halus?
“Oke, kalau itu yang kamu mau, Naura. Tapi, jangan salahkan aku jika hatiku berpaling darimu!” batin Adrian.
**
“Hay Guys ...,” sapa Naura pada ketiga temannya.
“Hmm ... bahagia sekali rupanya?” ucap Dini.
“Bahagia dong, semalam Adrian sudah mau menemui perempuan itu,” ucap Naura.
“Madumu maksudnya?” tanya Dini.
“Siapa lagi kalau bukan itu?” jawab Naura sambil menjatuhkan tubuhnya di sofa. “Mana Desti?” tanya Naura.
“Gak tahu belum ke sini, padahal dia yang paling gercep kalau mau kumpul, tapi hari ini dia paling terlambat datangnya, padahal sebentar lagi kita harus ke Bandara, kan?” jawab Nina.
“Mungkin sedang ada urusan, sebentar lagi paling datang” ucap Naura.
Tidak peduli suaminya semalam pergi dari rumah, Naura malah senang-senang dengan teman satu circlenya itu setelah setengah hari ia habiskan waktunya di salon untuk perawatan tubuhnya.
Tak lama kemudian, pintu ruangan yang mereka pakai untuk berkumpul terbuka, dan memperlihatkan sosok perempuan dengan wajah kuyu, mata sembab, dan terlihat sedikit frustrasi.
“Des? Kenapa?” tanya semua teman-temannya termasuk Naura.
“Rudi,” ucapnya dengan suara serak.
“Rudi suamimu? Kenapa, Des?” tanya Naura dengan mendekati sahabatnya.