Fujimoto Peat, aktris papan atas yang dimanja oleh dunia glamor berlibur ke pulau tropis. Di sana ia bertemu Takahashi Fort yang merupakan kebalikan sempurna dari dunianya.
Pertemuan mereka memicu percikan antara pertemuan dua dunia berbeda, keanggunan kota dan keindahan alam liar.
Fort awalnya menolak menjadi pemandu Peat. Tapi setelah melihat Peat yang angkuh, Fort merasa tertantang untuk ‘’mengajarinya pelajaran tentang kehidupan nyata.’’
Di sisi lain, ada satu pasangan lagi yang menjadi pewarna dalam cerita ini. Boss, pria kocak yang tidak tahu batasan dan Noeul, wanita yang terlihat pemarah tapi sebenarnya berhati lembut.
Noeul terbiasa menjadi pusat perhatian, dan sikap santai Boss yang tidak memedulikannya benar-benar membuatnya kesal. Setiap kali Noeul mencoba menunjukkan keberadaannya yang dominan, Boss dengan santai mematahkan egonya.
Hubungan mereka berjalan seperti roller coaster.
Empat orang dalam hubungan tarik ulur penuh humor dan romansa, yang jatuh duluan, kalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bpearlpul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Adegan Emosional
‘’Oke, ready and action!’’
Ketujuh pria itu mengelilingi Peat, formasi mereka sempurna. Aura energi memancar dari tubuh masing-masing, menciptakan tekanan yang menyakitkan bagi Peat yang terjebak di tengah.
Peat terengah-engah, luka di tubuhnya membuatnya semakin lemah. ‘’Kenapa... kalian melakukan ini? Kita tumbuh bersama, berbagi mimpi yang sama... Kenapa sekarang kalian menusukku dari belakang?’’
Salah satu pria berbicara dengan suara gemetar, wajahnya penuh rasa bersalah.
Aktor 7 menunduk. ‘’Maafkan kami. Kami tidak ingin ini terjadi. Tapi ini adalah perintah dari akademi. Jika kami menolak, dunia akan hancur. Kami tidak punya pilihan...’’
Peat meneriaki mereka dengan suara penuh rasa sakit. ‘’Tidak punya pilihan? Itu alasan kalian? Tidak punya pilihan untuk membunuh seseorang yang kalian sebut teman?!’’
Aktor 6 mencoba mendekat, tetapi energi formasi membuat gerakannya kaku. Air mata mulai membasahi wajahnya.
‘’Kami tidak ingin melakukannya. Peat, tolong mengerti. Kami terpaksa. Dunia membutuhkan ini untuk bertahan...’’
‘’Dunia? Dunia apa? Dunia yang mengorbankan persahabatan demi perintah?’’ tanya Peat dengan darah yang mengalir dari luka di lengannya.
Salah satu dari mereka, yang selama ini diam, akhirnya membuka suara. Suaranya pecah oleh tangis yang tertahan.
Aktor 1 berbisik, hampir tidak terdengar. ‘’Kau lebih dari itu. Kamu teman kami. Kamu keluarga kami. Tapi jika kami tidak melakukannya, semuanya akan berakhir. Kami tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan.’’
Peat tersenyum pahit, meski air mata terus mengalir. ‘’Kalian tahu apa yang harus dilakukan. Tapi kalian memilih untuk menuruti mereka. Kalian memilih untuk membunuhku!’’
Ketegangan memuncak. Aura energi mereka semakin kuat, menekan tubuh Peat hingga ia berlutut. Salah satu pria jatuh berlutut di lingkaran, tangannya gemetar memegang senjata.
Aktor 5 menangis tanpa suara. ‘’Maafkan kami... Maafkan kami. Jika ada jalan lain, kami akan memilihnya...’’
Peat menggertakkan gigi, mengangkat kepala dengan tatapan penuh kebencian. ‘’Kalian... tidak pernah mencoba mencarikan jalan lain.’’
Ketujuh pria itu menutup mata mereka. Tujuh duri es terbentuk di udara, bergetar sebelum melesat ke arah Peat. Tubuhnya terpaku, darah memercik saat salah satu duri menghunjam jantungnya. Peat terhuyung, tangannya mencengkeram dadanya.
‘’Kenapa... kenapa kalian tega...?’’ tanya Peat dengan suara lirih disertai air matanya jatuh tanpa henti.
Ketujuh pria itu membuka mata, air mata mereka mengalir deras. Tidak ada yang sanggup berbicara, hanya isakan dan napas berat yang terdengar. Salah satu dari mereka akhirnya menjawab dengan suara gemetar.
Aktor 1 terisak. ‘’Kami terpaksa... Demi dunia ini... Demi kebaikan yang lebih besar...’’
Peat tertawa kecil di tengah tangisannya, tawa getir penuh luka. ‘’Kalian mengorbankan aku... demi kebaikan? Kalian menghancurkan kepercayaan kita demi alasan itu?’’
Tiba-tiba sesuatu di dalam diri Peat berubah. Rasa sakit, pengkhianatan, dan amarah bercampur menjadi satu. Aura hitam pekat mulai menyelimuti tubuhnya. Chakra hitam meledak dari tubuhnya, menghancurkan formasi mereka.
Ledakan energi itu membuat ketujuh pria tadi terhempas hingga memuntahkan darah akibat gelombang energi.
Di tengah aura hitam, Peat berdiri dengan tubuh gemetar, tetapi sorot matanya berubah dingin.
‘’Kalian menyebut ini pengorbanan untuk dunia? Baiklah... aku akan menghancurkan dunia ini agar kalian tahu rasa kehilangan yang sesungguhnya!’’
Ketujuh pria itu bangkit perlahan, tubuh mereka bergetar, baik karena rasa sakit fisik maupun rasa bersalah yang tak tertahankan.
Sutradara mengangkat tangannya tinggi dan berseru keras. ‘’Cut! Hebat sekali semuanya!’’
Ketegangan di lokasi syuting akhirnya pecah.
Krismon yang berdiri tak jauh dari kamera, tiba-tiba meledak dengan histeris sambil melambaikan tangan ke arah ketujuh aktor dan Peat. ‘’Astaga! Apa kalian semua ingin membunuhku dengan emosi ini? Tidak cukupkah aku harus memeriksa nadi setiap kali kalian syuting adegan besar?!’’
Peat dan ketujuh aktor juga masih terlihat tenggelam dalam emosi adegan tadi. Salah satu dari mereka, Haru, menepuk bahu rekannya sambil berkata dengan nada lelah.
‘’Kukira aku akan benar-benar menangis kalau sutradara tidak bilang cut sekarang.’’
Sementara itu, Peat mengusap matanya sambil tersenyum kecil di tengah isakannya.
Krismon mengulurkan tisu. ‘’Lihat, dewi drama kita bahkan membuat semua orang di lokasi ingin menangis. Kau memang luar biasa, Peat.’’
Sutradara mendekat sambil tersenyum puas. ‘’Kerja luar biasa untuk semuanya. Adegan tadi benar-benar menyentuh hati. Kalian berhasil membawa emosi yang dalam dan kuat.’’
Ketujuh aktor dan kru lain memberikan tepuk tangan kecil. Salah satu aktor bercanda untuk meringankan suasana.
Sutradara memberi mereka waktu istirahat sebelum memulai adegan berikutnya, memastikan semua aktor bisa melepaskan ketegangan.