Sebagai seorang wanita yang sudah kehilangan rahimnya, dia tetap tegar menjalani hidup walau terkadang hinaan menerpanya.
Diam-diam suaminya menikah lagi karena menginginkan seorang anak, membuat ia meminta cerai karena sudah merasa dikhianati bagaimanapun dia seorang wanjta yang tidak ingin berbagi cinta dan suami.
Pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat harinya dipenuhi senyuman, tapi ia juga dilema karena anak itu meminta ia menjadi ibunya itu berarti dia harus menikah dengan Papa dari anak itu.
Akankah Yasna menerima permintaan anak kecil itu atau kembali kepada mantan suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Membuka hati
"Astaga!" gumam Emran.
"Ada apa?" tanya Yasna.
"Minuman kamu aku habisin. Maaf, aku lupa jika belum pesan apapun," sesal Emran.
"Tidak apa-apa, tadi belum aku minum kok," sahut Yasna.
"Maaf." Emran merasa tidak enak, ia sudah sangat kehausan dan gugup hingga tidak sadar.
"Tidak apa-apa," sahut Yasna sekali lagi.
"Aku pesankan lagi, sekalian kita pesan makanan." Emran memanggil seorang pelayan dan mengatakan pesanannya yang kemudian ditulis pelayan itu.
"Bagaimana menurutmu tentang permintaan Afrin?" tanya Emran.
"Hah." bukannya menjawab Yasna hanya terbengong.
"Saya bukan orang yang pandai berbasa-basi, jadi aku bertanya pada intinya, langsung saja," ujar Emran.
Emran memang orang yang lebih suka apa adanya. dia tidak suka berbelit-belit, apalagi mencari muka hanya untuk sebuah pujian
"Baiklah, sekarang kita bicara terbuka. Sebenarnya saya cukup terkejut dengan permintaan Afrin. jujur saya sangat mau menjadi Ibunya, tapi untuk menikah lagi, saya sedikit trauma dengan kegagalan pernikahan saya yang pertama. Apalagi saya baru saja bercerai dan kita juga tidak saling mengenal," tutur Yasna.
"Tapi saya tidak berniat mencari Ibu angkat untuk putriku," sela Emran.
"Bukan begitu maksudku, aku... aku...
"Aku mengerti. karena kita tidak saling kenal, kenapa kita tidak mulai saling mengenal dari sekarang?" tanya Emran.
"Maksud kamu?" tanya Yasna balik.
"Kita sama-sama tidak saling kenal, kan? Kenapa kita tidak mulai saling mengenal satu sama lain dan saling terbuka? Aku tahu kamu masih terluka akibat kegagalan rumah tanggamu. Apa kamu tidak ingin menyembuhkannya? Karena orang-orang pernah berkata cara mengobati sakit hati karena cinta hanya dengan menghadirkan cinta yang baru," tutur Emran.
Yasna terdiam, apa ia harus melakukan apa yang Emran katakan? ia memang sakit hati, apa ia harus mengobatinya dengan hati juga? Apa ia sudah siap membuka hatinya kembali? Jika Yasna membuka hatinya kembali berarti ia harus siap pula terluka, tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi nanti, bukan?
"Saya tidak akan memaksamu, semua terserah padamu. Aku hanya mengatakan pendapatku, seperti yang kamu tahu kalau Afrin sangat menginginkanmu menjadi Ibunya. padahal sebelumnya ada wanita yang juga dekat denganku, tapi Afrin tidak pernah mengatakan jika ia ingin wanita itu menjadi Mamanya. Berbeda saat ia bercerita tentang dirimu, ia begitu bahagia. Ia tak pernah bosan meski bercerita tentangmu hingga berulang-ulang," ujar Emran.
"Saya tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, tapi saya ingin mencobanya," ucap Yasna setelah berpikir.
Kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi nanti, jika kita tidak mencobanya sendiri, begitulah pikir Yasna
"Maksudnya? Kamu bersedia menikah dengan saya?" tanya Emran memastikan.
"Bukan begitu, saya akan mencobanya, mengenai akhirnya nanti seperti apa? Biarlah waktu yang berbicara," ujar Yasna.
"Saya tidak mengerti maksud kamu," ujar Emran.
"Saya ingin kita saling mengenal. Bukan hanya kita, tapi juga keluarga kita. Seperti yang kita ketahui, kita sama-sama orang asing dan saling kenal juga dari Afrin. Maka dari itu, sekarang saya ingin kita mencoba memulai sebuah hubungan yang saling terbuka. apapun yang kita rasakan dan kita inginkan semua harus kita ungkapkan, agar tidak saling menyakiti dikemudian hari," tutur Yasna.
"Maksudmu kita menjalani sebuah hubungan, tapi kita tidak saling terikat. jika suatu hari nanti kita saling cocok kita akan menikah, jika tidak kita akhiri dengan baik tanpa harus saling menyakiti, begitu?" tanya Emran.
"Benar dan dalam perjalanan itu, saya ingin kita juga saling mengenal keluarga satu sama lain," jawab Yasna.
"Saya setuju dan untuk memulainya, saya ingin kita mengubah kata saya menjadi aku. Karena sedari tadi aku merasa seperti sedang memimpin rapat," ujar Emran membuat Yasna tertawa.
Emran yang melihat Yasna tertawa pun ikut tersenyum. ia berdo'a, apapun keputusan akhir nanti, ia berharap itulah yang terbaik.
"Kita makan dulu, dilanjut nanti ngobrolnya," ucap Yasna setelah seorang pelayan menghidangkan pesanan mereka.
Mereka makan dalam diam, sesekali saling pandang dan saling lirik.
"Ada yang ingin aku ceritakan padamu tentang putraku." ujar Emran setelah ia menghabiskan makanannya.
"Katakan saja, aku akan mendengarnya," sahut Yasna.
"Aku memiliki seorang putra, namanya Aydin, dia kakaknya Afrin dan dia sangat jahil. Setiap kali aku dekat dengan seorang wanita, mereka pasti akan pergi setelah Aydin mengerjai mereka." Emran tertawa saat ia mengatakannya.
Yasna heran dengan Emran, bukankah seharusnya dia marah saat anaknya membuat calon istrinya kabur? Kenapa sekarang dia malah tertawa?
"Kenapa kamu tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya Yasna.
"Banyak, tapi bagi mereka itu pasti menjengkelkan," jawab Emran.
"Lalu kenapa kamu tertawa? Seharusnya kan kamu marah, karena calon istrimu dibuat pergi?" tanya Yasna heran.
"Aaa tidak apa-apa, hanya lucu saja," jawab Emran.
'Aku tidak mungkin mengatakan jika mereka hanya menginginkanku, tanpa mau menerima anak-anakku. Aku takut kamu seperti mereka, karena itu aku tidak ingin menceritakannya dan membuat mu lebih waspada,' batin Emran.
*****
"Mas, kenapa kamu masih saja menemui mantan istrimu itu? Kalian sudah bercerai, apa kamu tidak berpikir apa yang akan orang katakan?" tanya Avi.
"Seharusnya kamu katakan itu dulu pada dirimu sendiri, sebelum menyetujui ide gila Mama untuk menikahkan kita. Dulu kamu tidak pernah berpikir, apa yang akan orang katakan jika kamu menikahi pria beristri. Kenapa sekarang kamu harus repot memikirkan orang lain?" sinis Zahran.
"Karena aku cinta sama kamu," sela Avi.
"Cinta? Cinta yang seperti apa yang kamu maksud? Bahkan kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Kamu pikir aku tidak tahu? Aku tahu kalau kamu setuju menikah dengan ku hanya karena kamu menginginkan harta yang aku miliki. iya, kan?" tanya Zahran.
"Tidak, aku tulus mencintai kamu," kilah Avi.
"Tapi sayangnya, aku tidak melihat ketulusan yang ada padamu." Zahran berlalu tanpa menghiraukan apa yang akan dikatakan oleh Avi.
"Mas?! Mas!," teriak Avi.
"Wanita itu benar-benar harus diberi pelajaran, berani-beraninya dia mengganggu rumah tanggaku. Dulu aku diam saja saat Zahran lebih menyayanginya dari pada aku, tapi tidak kali ini. Sekarang hanya aku istri Zahran dan tidak akan ada yang bisa meragukanku apalagi menggantikanku," ucap Avi pada angin yang berhembus.
Avi memainkan ponselnya, mencari nomor seseorang yang bisa membantunya.
"Halo," ucap seorang diseberang telepon.
"Lakukan apapun yang kalian inginkan, aku akan mengirim fotonya. Lakukan dengan rapi, tanpa meninggalkan jejak sedikit pun." Avi segera memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban dari seberang.
'Puas-puaskan lah tertawa, karena setelah ini kamu tidak akan bisa tertawa,' batin Avi tersenyum licik.
.
.
.
.