Menunggu adalah cinta yang paling tulus, tapi apakah yang ditunggu juga mencintai dengan tulus? Sudah tiga tahun lamanya Anaya Feroza Mardani menunggu sang kekasih pulang dari Indonesia. Kabar kematian sang kekasih tak akan membuat Naya begitu saja percaya sebelum dirinya bertemu dengan jasad sang kekasih.
Penantian tiga tahun itu, membuat kedua orang tua Naya harus menjodohkan Naya dengan seorang Dokter tampan bernama Naufal Putra Abikara anak dari Abikara Grup, yang tak lain adalah musuhnya saat SMA dulu.
Apakah kekasih yang Naya tunggu akan datang? Dan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal? Bagaimanakah hubungan Naya dengan Naufal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aniec.NM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 33 Labrakan Naufal, Vero and the geng
Pencarian Naya belum selesai, sudah dua hari dia menghilang entah kemana kepolisian sudah mencari dan juga orang suruhan Abikara pun belum ada hasilnya. Begitu pun dengan Naufal, dia tidak pulang bahkan handphone nya pun tidak aktif selama dua hari ini. Dia berlalu lalang mencari keberadaan Naya dengan motor sport milik Vero, Vero juga meminta teman-teman geng motornya untuk ikut membantu mencari Naya.
“Naya, kamu dimana aku rindu Nay. Apa kamu baik-baik saja?” Naufal menguangkan rindunya lewat hujan yang turun membasahi seluruh tubuhnya, ia dia membiarkan itu semua.
“Ya Allah tolong berikan petunjuk mu untuk Hamba bisa menemukan istri Hamba!”
Dari kejauhan samar-samar suara motor saling bersahutan ada seorang yang memimpin barisan motor itu. Motor itu berhenti tepat dimana Naufal tergeletak di tengah-tengah jalan dengan posisi duduk sembari memeluk kedua lututnya.
“Bang Naufal!”
Vero dan teman-temannya membantu Naufal untuk berdiri, tubuh Naufal sudah lemas seluruh tubuhnya pucat dia sudah lama berdiam di guyuran hujan. Mereka berhenti di sebuah kafe untuk menghangatkan tubuh Naufal dengan kopi hangat yang sudah Vero pesan.
“Bang Naufal kasian banget ya,” ucap Malik berbisik pada Aldi.
“Iya, kita harus bantu cari kak Naya sampai ketemu,” jawab Aldi.
“Bang, gue sama temen-temen mau bantu cari kak Naya, anggota kepolisian dan anak buah papa juga bantu nyari kak Naya,” ujar Vero.
“Thanks ya, kalian udah mau bantu cari Naya, gue nggak tau keberadaan dia sekarang dimana, gue takut terjadi sesuatu sama Naya dan anak gue,” ungkap Naufal memberitahu rasa kekhawatirannya.
“Gue percaya kok, pasti Kak Naya bakal ditemukan dan calon ponakan gue baik-baik aja,” ucap Vero menepuk pundak abangnya.
Mereka menepi sebentar di kafe itu, menunggu hujan redah. Jakarta saat ini memang sedang musim hujan, hal ini juga membuat mereka kesusahan mencari keberadaan Naya.
*
RS. Mitra Mawar Putih
Semua dokter dan pekerja media bahkan para pekerja di rumah sakit sudah mendengar kabar Naya menghilang, kabar itu sudah terdengar dan banyak menjadi bahan pembicaraan pada suster dan dokter disana, bahkan pasien dan keluarga yang sudah kenal dengan Naufal juga merasa empati dan kasihan.
“Kasian banget ya dokter Naufal, dia kan cinta banget sama istrinya.”
“Apalagi denger-denger istrinya lagi hamil.”
“Semoga aja Istrinya cepat ketemu ya.”
Itulah kira-kira pembicaraan hangat di rumah sakit tentang Naufal. Kabar hilangnya Naya bertepatan dengan kembalinya Diva dari liburnya selama satu minggu, Diva pun tidak mengetahui kabar hilangnya Naya karena suster ataupun dokter tidak ada satupun yang menceritakan padanya.
Saat Diva ingin berjalan menuju ruangannya, tiba-tiba handphonenya berdering ada panggilan masuk, Diva mengambilnya dari saku seragam dokter lalu mengangkat telepon itu.
“Hallo?”
“Kamu amankan saja dia, beri dia makan dan jangan lupa perhatikan pola makannya karena dia sedang mengandung.”
**
Kayra menghantarkan Mama Nisa kerumah sakit karena semenjak Naya menghilang Mama Nisa jadi demam, Kayra tengah menebus obat namun dia tak sengaja berpapasan dengan Diva dengan langkah yang terburu-buru keluar dari rumah sakit.
“Kayra!” sapa Diva.
“Dokter Diva.”
Keduanya sudah saling kenal karena Dimas yaitu adik sepupu dari keluarga Aldan adalah pasiennya Diva jadi mereka sudah saling kenal dan akrab.
“Dokter mau kemana, buru-buru banget?” tanya Kayra.
“Saya ada urusan. Kalau kamu ngapain kesini, siapa yang sakit?” tanya Diva balik.
“Mama Nisa nggak enak badan jadi aku nganterin berobat,” jawab Kayra.
“Yaudah aku duluan ya, lagi di tunggu soalnya,” ujar Diva mengakhiri obrolan mereka.
Kayra menatap luruh punggung Diva yang sudah mulai menjauh, kemudian nomor atrian Kayra pun di panggil.
**
“Mau cari dimana lagi kita, semua kota sudah kita telusuri,” ucap Ahmad.
“Iya, gue juga udah capek, apalagi besok aja ujian,” timbal Robi.
Mereka semua sudah kelelahan mencari keberadaan Naya, berbagai jalan sudah mereka telusuri namun tau dimana keberadaan Naya. Susah sekali mencari Naya apalagi tidak ada jejek keberadaan Naya. Mereka semua beristirahat di halte Bus, cuaca semakin membaik hujan sudah redah hanya tersisa genangan di jalan.
“Bang, lo lagi mikirin apa?” tanya Vero membunyarkan lamunan Naufal.
“Gue lagi mikirin tempat terakhir Naya hilang,” jawab Naufal.
“Hah, maksudnya Bang?” tanya Vero.
“Jadi berapa hari yang lalu gue kesana, gue tanya sama karyawan disana tapi mereka nggak tau Naya keluar dengan siapa, padahal gue udah sebutin nomor meja Naya makan dan foto Naya juga,” terang Naufal.
“Kok aneh ya Bang,” sahut Malik tangannya dilipat di dada, seolah-oleh ikutan mikir.
“Kok gue curiga ya, Bang.”
“Curiga kenapa, Ver?” tanya Sena.
“Curiga kalau karyawan disana sudah di bayar untuk tutup mulut, orang kalau sudah niat untuk merencanakan penculikan pasti sudah tersusun sejak awal,” terang Vero.
“Kenapa kita nggak pergi kesana lagi aja Bang, tapi kali ini kalau mereka nggak ngaku kita paksa,” usul Sena.
“Setuju, tumben otak lo ada idenya Sen,” timpal Ahmad.
“Ya gini-gini pun gue juara lomba senam Mad,” sahut Sena.
“Apa hubungannya bego,” gumam Robi.
Kemudian mereka bergegas memasang helm lalu menancap gas pergi ke kafe terakhir Naya kunjungi.
Naufal, Vero dan teman-temannya itu berbaris sejajar menatap kafe yang ada di hadapan mereka sebelum mereka masuk kedalam.
“Sen, kayaknya kita bakal makan gratis deh,” celetuk Ahmad.
“Bener banget lo, Mad,” sahut Sena.
“Kalian berdua pikirannya makan mulu, orang kita lagi nyari kak Naya,” tegur Vero menampol topi yang mereka kenakan satu satu.
kemudian Naufal masuk lebih dahulu dan disusun Vero dan geng nya. Mereka pergi ke kasir untuk bertanya.
“Permisi, saya mau tanya beberapa hari yang lalu ada wanita datang kesini, dia orangnya dia duduk di meja nomor 05. Apa mbak tau di duduk dengan siapa?” tanya Naufal.
“Maaf Mas saya nggak tau, yang duduk di kursi nomor 05 itu banyak, bukan Mbak ini aja,” jawab Mbak kasir.
Vero mengerutkan keningnya.” Bukan Mbak ini aja? Berarti Mbak tau dong kalau Mbak ini datang dan duduk dengan siapa di meja nomor 05?” tanya Vero, dia mendesak mbaknya.
Mbak kasir itu merasa ketakutan apalagi Vero, Naufal dan teman-temannya Vero pandangan mereka tak lepas dari Mbak kasir itu.
“Dibayar berapa Mbak sampai berani tutup mulut. Saya juga bisa kok bayar Mbak, bahkan saya pun bisa membayar kafe ini dan manajer Mbak untuk memecat Mbak,” ancam Naufal.
Mbak kasir itu semakin bergidik ketakutan, berbicaranya pun gugup.
“Cepat jawab atau saya teman-temannya saya bakal acak-acakan tempat ini!” bentak Vero.
Para pengunjung dan karyawan disana menatap Naufal, Vero dan teman-temannya.
“Vero, tahan emosi lo,” bisik Naufal.
“Tolong ya Mas, jangan membuat kekacauan disini, atau saya panggil satpam untuk mengusir kalian semua!” ancam Mbak Kasir.
“Saya nggak takut Mbak, saya nggak peduli. Asal Mbak tau, Mbak boleh menutup mulut Mbak karena uang tapi suatu saat nanti Mbak akan menerima akibatnya karena membantu orang melakukan kejahatan, apa lagi orang yang Mbak bantu itu sedang menculik seorang ibu hamil,” terang Naufal.
Naufal menyuruh teman-temannya untuk kembali ke motor meninggalkan kafe itu. Ada rasa menyerah dalam hati Naufal, tetapi dia tidak akan bisa hidup bahagia jika kebahagiaannya saja sedang tidak bersamanya.
Mereka semua berbalik badan melangkah pergi kafe itu, namun tiba-tiba.
“Mas, saya mau buka suara,” ucap Mbak Kasir itu.
Semuanya berbalik badan lagi menghadap mbak kasir dengar wajah penuh harapan.