Era kekacauan telah tiba. Ramalan penyihir ratusan tahun telah terwujud.
Sang Penjahat telah tiba untuk menuntut ketidakadilan.
Menantang dunia dan surga.
Saatnya kalian semua membuka mata dengan kemunculanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galih Pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seperti dulu...
"Yup. Benar sekali, aku ini monster. Dan kau adalah sampah," sahut Luo Yan, dengan nada penuh provokasi.
Sekarang kesempatan yang sempurna muncul, Luo Yan ingin sekali mengucapkan kata-kata tersebut sekalipun hanya sekali seumur hidup.
Di kehidupan pertamanya, saat Xiao Ning diakui sebagai Tujuh Pendekar Legendaris, ingatan akan dirinya yang dijuluki kedelapan atau bahkan sampah masih membekas jelas. Betapa kerasnya Luo Yan menahan rasa sakit dari hinaan-hinaan itu.
Luo Yan terlihat bahagia sekali setelah mengerjai junior yang masih polos dan memiliki perbedaan enam kali dari usianya yang sesungguhnya.
Jika saja orang-orang mengetahui bahwa Luo Yan merupakan individu yang berasal dari masa depan dan berusia lebih dari sembilan puluh tahun, tentunya mereka akan terheran-heran melihatnya berkelakuan kekanakan seperti sekarang.
Sampai orang-orang tahu rahasianya, selain akan kehilangan wajahnya di dunia persilatan, rasa malu yang tak tertahankan bisa membuatnya memilih mati.
"Aku mengerti, lain kali aku pasti akan menang saat melawanmu," kata Xiao Ning, berusaha untuk tetap percaya diri meski hatinya mungkin sedang bersedih sekarang.
Sungguh luar biasa, Xiao Ning memiliki jiwa yang lapang diusianya yang masih terbilang sangat muda dan ini adalah salah satu alasan, mengapa dia bakal berkembang menjadi salah satu dari Tujuh Pendekar Legendaris di masa depan.
“Hehe, apa kau yakin? Aku saja tidak berkeringat sedikit pun dan bahkan tidak repot-repot menggunakan tenaga dalam.” Luo Yan mengibaskan tangannya dengan angkuh.
"Kau tidak menggunakan tenaga dalam? Apakah kau kira aku ini sekadar pendekar beladiri biasa? Bodoh! Kau bisa saja terbunuh dalam pertarungan barusan!"
"Kau pikir kekuatan kecilmu cukup untuk mendorongku menggunakan tenaga dalam?"
Sungguh, Luo Yan layaknya seorang pria tua yang tak tahu malu. Seharusnya, orang yang berdiri di depan Xiao Ning ini segera mendapat ganjaran dari langit.
Dengan penuh semangat, Luo Yan menjulurkan lidahnya, terus-menerus memperlihatkan ekspresi bodoh sambil mengejek Xiao Ning.
Urat-urat di jidat Xiao Ning mulai menyembul, memunculkan kekesalan yang puncaknya ia salurkan dengan memukuli dan mencekik leher Luo Yan.
Segera setelah itu, Luo Yan menyesali tindakan berlebihan tersebut dan membebaskan diri dari cengkeramannya dengan meminta maaf.
Keesokan harinya, saat selesai berlatih, Xiao Ning yang ingin mengunjungi tempat latihan Luo Yan melihat pemandangan tak terduga.
Luo Yan tengah bercakap-cakap dengan ibunya. Dengan indera penciuman yang tajam, Luo Yan dengan mudah menemukan keberadaan Xiao Ning yang mengintai.
"Itu dia, Ibu! Dia preman kasar yang memukul dan mencekikku kemarin! Perempuan itu pelakunya!"
“Apa? Di mana?!” tanya ibunya, bingung.
“HAHH?!” Xiao Ning meloncat kaget dan langsung berlari menjauh secepat mungkin.
“Jika berani, jangan kabur! Awas saja kau!” Luo Yan mendengus, menikmati situasi itu.
Beberapa hari berlalu.
“Hei,” panggil Xiao Ning saat kebosanan mulai menggerogoti pikirannya. “Apa kau terus melakukan latihan gila seperti ini setiap hari?”
Luo Yan sedang menumpuk beban, tubuhnya penuh keringat, dan di atasnya, Xiao Ning duduk dengan santai.
Bagaimana kejadian yang serupa terulang kembali?
Hubungan Luo Yan dan Xiao Ning mirip seperti dahulu kala, seolah-olah saja mereka kini adalah teman dekat.
“Delapan sembilan... Sembilan puluh...” nafas Luo Yan tersengal-sengah, masih berfokus pada latihannya.
“Kenapa kau terburu-buru ingin menjadi lebih kuat? Kau belum dewasa. Usiamu masih sangat muda,” kritik Xiao Ning, sedikit khawatir.
“Itu karena aku sama sekali tidak berbakat, tahu!” jawabnya, nada kesal mulai terdengar.
Xiao Ning tak habis fikir kenapa Luo Yan berlatih sekeras ini setiap hari. Terlalu memaksakan diri tanpa memberi kesempatan bagi tubuh beristirahat bisa berakibat fatal—itu adalah masalah yang banyak dialami oleh para seniman beladiri lainnya.
Namun, Luo Yan memahami keprihatinan Xiao Ning. Berbeda dengan dirinya yang dulu, kini dia memiliki kekuatan tubuh yang unik, konstruksi tubuh milik Dewa Naga.
Jika dia tidak berlatih gila seperti ini, memiliki konstruksi tubuh Dewa Naga sama saja seperti memberikan anak kecil sebuah senjata—bahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain.