Menjalani rumah tangga bahagia adalah mimpi semua pasangan suami istri. Lantas, bagaimana jika ibu mertua dan ipar ikut campur mengatur semuanya? Mampukah Camila dan Arman menghadapi semua tekanan? Atau justru memilih pergi dan membiarkan semua orang mengecam mereka anak dan menantu durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang Diam-Diam!
Jarum jam sudah berada di angka dua dini hari. Selama itu pula Arman masih terjaga. Dia masih memikirkan perdebatannya bersama Camila yang berakhir dengan perseteruan. Camila benar-benar marah hingga tidur pun membelakangi Arman. Tentu keadaan ini sangat tidak disukai oleh putra bungsu Aminah itu.
"Astaghfirullah," gumam Arman seraya menatap punggung Camila. Lantas, dia turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar untuk mencari udara segar.
Satu persatu anak tangga telah dilalui. Arman terus melangkah hingga sampai di teras rumah. Pria tampan itu duduk di lantai dekat undakan anak tangga penghubung halaman. Lantas, dia mengeluarkan sebatang rokok dan mulai mengepulkan asap ke udara. Arman merenung dalam kesunyian malam. Mencari solusi terbaik atas permasalahan yang terjadi.
"Kenapa jam segini di luar?"
Arman menoleh ke belakang saat mendengar suara Pardi di depan pintu ruang tamu. "Cari angin, Pak," jawab Arman setelah mengalihkan pandangan ke depan. Hembusan napas berat terdengar di sana.
"Biasanya kalau seorang pria nyari angin jam segini itu sedang resah. Kamu juga begitu, Man?" tanya Pardi setelah duduk di samping Arman.
"Enggak lah, Pak. Resah kenapa juga," elak Arman dengan diiringi senyum keluh.
"Kalau sedang tidak ada yang dipikirkan, lebih nyaman tidur di samping istri gak sih, Man?" Pardi menatap wajah Arman dari samping. "Keluarlah dari rumah ini. Bapak tidak masalah. Bahagiakan istrimu," ucap Pardi sambil menepuk punggung Arman.
"Bapak ini bicara apa toh? Keluar kemana malam-malam begini?" Arman menatap Pardi sekilas.
"Bapak sudah mendengarkan semuanya. Permintaan Mila tidak keliru. Turuti dia. Urusan ibumu biar Bapak yang mengurusnya," ujar Pardi dengan tatapan serius.
"Pak," gumam Arman, "Tapi, Pak. Tapi ... aku, aku ti—" Arman menghentikan ucapannya.
"Jika kamu ingin melihat sebuah kenyataan yang menjadi alasan istrimu ingin pergi dari sini, pulanglah di sekitar pukul delapan pagi. Entah bagaimana caramu, satu hal yang Bapak minta. Pulang secara diam-diam agar kamu tahu sendiri segala yang terjadi di pagi hari. Kamu nanti akan melihat sisi lain istrimu," jelas Pardi seraya menatap Arman.
Setelah memberikan sedikit nasihat, Pardi beranjak dari sisi Arman. Pria lanjut usia itu kembali ke dalam rumah. Kini, Arman termenung sendiri dengan sejuta rasa penasaran akan kata-kata yang diucapkan oleh ayahnya.
"Memangnya ada apa di rumah ini? Apa maksudnya Bapak bilang seperti itu?" gumam Arman.
******
Senyum manis yang biasa mengantar keberangkatan Arman kini hilang entah kemana. Guru matematika itu berangkat kerja tanpa diantar sang istri yang sedang merajuk. Arman berangkat membawa motornya sekaligus mengantar Aminah ke salah satu Masjid untuk mengikuti kegiatan 'muslimat'. Akhirnya pria tampan itu sampai di sekolah sekitar pukul tujuh kurang lima menit.
Arman melangkahkan kaki menuju ruang kelas dua belas. Dia melakukan kewajibannya dengan menjelaskan materi. Tak lama setelah itu, Arman memberikan beberapa soal untuk dipecahkan. Dia duduk di kursinya sambil mengamati murid-muridnya.
"Pulanglah sekitar pukul delapan pagi. Lihatlah istrimu."
Arman mengusap wajahnya setelah teringat ucapan Pardi tadi malam. Pria tampan itu seketika mengemas beberapa barangnya ke dalam tas. "Anak-anak. Tolong kerjakan esai di halaman tujuh puluh delapan. Nanti setelah jam pelajaran habis, kumpulkan di meja bapak yang ada di ruang guru. Arga, kamu yang bertugas mengkordinir ya. Bapak tinggal sebentar," pamit Arman sebelum berlalu dari ruang kelas.
Sebelum pergi, Arman menemui guru piket untuk meminta izin keluar dan menitipkan kelasnya. Lantas, dia memesan layanan gojrek untuk kembali ke rumah. Arman sengaja menempuh jalan ini karena ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di rumah.
Tak sampai sepuluh menit, gojrek yang dipesan Arman tiba di depan sekolah. Motor matic itu melaju kencang menuju alamat yang dipesan Arman. Lima belas menit kemudian , gojrek itu sudah memasuki gapura desa tempat tinggal Arman.
"Lewat gang sebelah saja, Pak. Gang yang itu ditutup," ucap Arman saat mengarahkan driver gojrek.
Arman bergegas turun dari motor dan tak lupa membayar tagihan. Setelah itu berjalan melewati jalan setapak penghubung ke kebun belakang rumah. Suasana di sana cukup sepi hingga Arman bisa menyelinap masuk ke dalam dapur tanpa gangguan. Arman bergegas masuk ke dalam gudang penyimpanan padi yang ada di dekat dapur untuk memantau apa kiranya yang terjadi.
"Dek Mila. Tolong ambilkan sarapan ya setelah ini."
"Tolong jaga Zafi juga ya, jangan sampai terpeleset. Kalau ngepel jangan lupa kamarku juga. Eh, tadi Zafi belum mandi. Tolong sekalian ya."
Arman mengepalkan tangan saat mendengar suara teriakan Sinta dari ruang makan. Arman masih menunggu, apalagi yang akan terjadi. Tentu dia tidak terima setelah tahu ternyata istrinya diperlakukan layaknya pembantu oleh Sinta.
"Ya Allah. Ternyata istriku sangat berantakan di saat pagi hari. Dia seperti tidak terurus," batin Arman saat melihat Camila masuk ke dapur dengan membawa ember sekaligus tongkat pel. Tak hanya itu, Zafi pun ada di atas gendongannya.
Iba. Ya, itulah yang dirasakan Arman saat ini. Dia masih mengamati Camila yang sedang mengurus Zafi di depan kamar mandi. Ruangan yang gelap membuat Arman lebih leluasa untuk memantau Camila.
"Tante, kenapa menangis?" Zafi menatap Camila.
Camila langsung menghapus air matanya. "Tante enggak nangis, Sayang. Nih, tersenyum." Camila mengembangkan senyum lebar hingga deretan giginya terlihat.
Perasaan Arman semakin tak karuan melihat sang istri yang sedang menyembunyikan kesedihannya dari Zafi. Setelah cukup lama berada di sana hingga Camila selesai mengurus Zafi dan pergi dari dapur, akhirnya Arman keluar dari gudang. Dia buru-buru keluar dari area dapur dan berjalan mengelilingi rumah hingga sampai di teras. Tanpa mengucap salam, Arman masuk ke dalam rumah dan langsung berjalan menuju ruang makan.
"Di mana Mila?" tanya Arman setelah melihat Sinta di ruang makan.
Tentu saja wanita berbadan dua itu terkejut melihat kehadiran Arman di sana. Susah payah dia menurunkan kaki dari bangku yang ada di sampingnya. Bahkan, saking gugupnya, handphone yang ada di tangannya sampai jatuh ke lantai.
"Sejak kapan Dek Arman pulang?" tanya Sinta tanpa berani menatap wajah Arman.
"Sejak tadi," jawab Arman singkat sambil berjalan menuju dapur untuk mencari keberadaan sang istri.
"Mila itu, Mila ... Mila di kamarku," jawab Sinta gugup.
Bersamaan dengan itu, Camila keluar dari kamar Sinta bersama Zafi. Wanita asal Surabaya itupun terkejut melihat kehadiran suaminya di sana. Apalagi saat ini penampilannya terlihat berantakan. "Ada apa, Mas? Kok udah pulang? Motornya mana?" cecar Camila sambil melihat ke arah jendela untuk mencari keberadaan motor Arman. Camila sendiri sampai lupa jika sedang mogok bicara dengan suaminya itu.
"Aku naik gojrek. Tadi lupa ada yang ketinggalan. Ayo ke kamar carikan aku barangnya," ajak Arman seraya meraih tangan Camila dan digandengnya pergi dari ruang makan.
Sementara Sinta hanya bisa menghela napas berat setelah Arman hilang dari pandangan. Dia duduk kembali di kursinya dengan dihantui rasa takut kepada Arman. Sinta memijat pangkal hidungnya sambil mencari solusi apabila Arman marah kepadanya.
"Semoga Arman enggak tahu kalau istrinya aku suruh-suruh tadi. Aduh gawat! Kalau dia marah dan ngadu ke mas Yudi bagaimana? Bisa habis aku," gumam Sinta sambil mengusap perut buncitnya beberapa kali.
...🌹TBC🌹...
Pasti bu Aminah sama saudari2nya ghibahin Arman Camila karena ngontrak
Atau si Sinta ikut pak Pardi selamanya,,kan habis ketipu
Meli harusnya ngikut Riza pindah alam,,jahat banget
Buat semua pasutri memang g boleh menampung wanita/pria yg usia sudah baligh takutnya ada kejadian gila kyk gini..
Banyak modus lagi,,mending Riza di antar keluar dari rumah Arman
Sekarang Camila bisa lega karena bebas dari orang toxic
G ada hukumnya anak bungsu harus tinggal sama ortu kecuali ortu.nya sudah benar2 renta..