Karena saya masih wanita yang beradab,
masih bisa mengganti kecewa dengan doa, sekalipun berbaur dengan luka sepertimu.
Bertahun tahun hidup dalam hubungan rumah tangga yang tidak sehat. Tiap saat harus berhadapan dengan orang orang yang memiliki jiwa tak waras, suami kejam, mertua munafik, kakak dan adik ipar yg semena mena. Bertahan belasan tahun bukan karena ingin terus hidup dalam tekanan tapi karena ada anak yang harus dipertimbangkan. Namun dititik tiga belas tahun usia pernikahan, aku menyerah. Memilih berhenti memperjuangkan manusia manusia tak berhati.
Jangan lupa kasih like, love dan komentarnya ya kak, karena itu sangat berarti buat kami Author ❤️
Salam sayang dari jauh, Author Za ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
POV Halwa 2
Setelah bernegosiasi dengan ibu, aku mulai mempersiapkan diri, ternyata tetangga sekitar banyak yang ingin menggunakan tenagaku, tanpa harus berfikir aku mengiyakan, dengan syarat memperbolehkan Hasna aku bawa, dan juga meyakinkan jika Hasna akan anteng dan tidak mengganggu pekerjaanku nantinya, Alhamdulillah semua setuju, dan tidak sedikit yang menunjukkan rasa iba, aaah aku tak ingin terlalu ambil pusing, aku harus bangkit dari keterpurukkan ini, tidak ada yang mau mengabdikan diri pada orang yang tak menghargai kita, itu sama halnya memelihara kebodohan.
aku mulai menjalani rutinitas baruku, dan meskipun lelah raga ini, tapi saat menerima upah yang tak seberapa, rasa lelah itu hilang dan berganti semangaat untuk terus mengumpulkan rupiah sedikit demi sedikit, dan senangnya saat jumlah uang yang dibutuhkan hampir terpenuhi, Alhamdulillah sebentar lagi, aku akan daftar jadi reseller, bismillah semoga Alloh mudahkan jalan ini.
hari ini aku sedang menggosok dirumahnya Mbak Ida, tetangga yang hampir tak pernah terlihat keluar rumah, Mbak Ida suaminya bekerja jadi PNS, masih muda dan belum mempunyai momongan, orangnya baik dan sangat lembut dalam berbicara, saat aku lagi fokus menyetrika baju dalam keranjang, dengan senang hati mba Ida membantu menjaga hasna, sepertinya mba Ida sudah merindukan kehadiran seorang anak, wajar saja, pernikahan mba Ida sudah hampir empat tahun, tapi belum juga mendapat momongan.
" mba Halwa, saya salut sama mba, meskipun mas Yudha pekerja kantoran, tapi mba Halwa masih mau bekerja keras seperti ini." mba Ida tiba tiba ada di sampingku, ikut duduk di kursi kayu tak jauh dari tempat aku menyetrika bajunya, akupun hanya tersenyum menahan rasa hati yang terasa teriris, punya suami mapan tak berarti aku pun juga akan ikut hidup mapan, justru yang kualami sebaliknya, menjadi pembantu gratis di rumah keluarga suamiku, dengan uang sepuluh ribu sehari, miris bukan?.
mba Ida masih menatapku lekat, seolah ada yang ingin disampaikan tapi seperti tak enak hati atau bingung bagaimana menyampaikannya.
" kenapa mba? jangan melihatku begitu, takutnya mba nanti jatuh cinta loh sama saya!." aku berusaha untuk mencairkan suasana, siapa tau Mbak Ida jadi tak sungkan jika memang benar ingin mengatakan sesuatu.
"aah mba Halwa bisa aja, mmmmm saya hanya sedang berpikir saja, tapi mau nanya langsung sama mbak Halwa kok sungkan, takutnya nanti menyinggung perasaan mbak Halwa." mba Ida tersenyum tipis, aah cantiknya , memang cantik itu dari bagaimana cara merawatnya, asal ada uang pasti yang kusam dan jelek akan berubah bening dan kinclong.
" tanya saja mbak, insya Alloh saya nggak papa, nggak perlu sungkan."
" aku sering dengar dari ibu ibu pas waktu belanja sayur di mamang, kalau mbak Halwa selalu diperlakukan buruk sama keluarganya mas Yudha, apa benar begitu mbak? maaf kalau saya terkesan ingin tau, jika benar kenapa mba diam, sama saja mbak sudah menyakiti diri mbak sendiri." mba Ida menatapku dengan tatapan iba, sorot matanya sangat meneduhkan, apa aku ceritakan saja semua sesak ini, agar rasa yang selalu menekan dada sedikit berkurang.
" iya mbak, tapi bagaimana saya melawan, sedangkan saya sudah tidak punya siapa siapa lagi, hidup didunia ini hanya sebatang kara, kalau saya terusir dari rumah, bagaimana nasib Hasna, saya tidak sanggup jika harus membawa Hasna hidup terlunta lunta dijalanan." tak terasa air mata ini seketika luruh, entah kenapa aku mudah sekali menangis saat mengingat perlakuan mas Yudha dan keluarganya.
nampak mba Ida menarik nafasnya dalam, aku bisa lihat dari tatapan matanya, ada kasihan yang tertuju padaku.
" mba Halwa mau jadi penulis kayak saya? kalau mau nanti saya ajari sampai bisa, dan hasilnya juga lumayan, gimana, mba Halwa mau?"
" penulis mba? saya hanya tamatan SMK , dan tidak punya laptop, rasanya kok mustahil to mbak, kalau mba Ida kan sarjana dan pasti ilmunya jauh lebih tinggi." bagaimana bisa mba Ida menawariku sebagai penulis seperti dirinya, membayangkan saja aku tidak berani, sadar diri jika kemampuan masih jauh dari sana.
" tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini mba, asal ada niat dan kemauan, insya Alloh pasti ada jalan, awali dengan bismillah, jalani dengan Laqawalla Walla quata illabillah, dan insya Alloh ditutup dengan Alhamdulillah, yakin bisa mba, nanti saya ajari mba Halwa sampai bisa, saya bisa yakin seperti ini, karena saya melihat mba Halwa itu orang yang cerdas dan jujur saya kagum dengan cara bicara dan sikap mba halwa."
" caranya bagaimana mba, saya harus bayar berapa untuk bisa jadi penulis kayak mba Ida? karena jujur, saya belum ada uang." meskipun sungkan, aku berusaha bicara jujur tentang kondisi keuanganku, karena setahuku, jadi penulis itu tidak mudah dan bayarnya juga mahal, itu yang aku tau , untuk benar tidaknya aku memang tidak begitu paham.
mba Ida justru tersenyum, dan tangannya mulai melipat baju dalaman nya yang ada dikeranjang yang sudah disisihkan, karena mba Ida tidak memperbolehkanku untuk menyentuhnya, pamali katanya.
" nggak begitu juga sih mbak, sekarang jamannya sudah serba mudah, cukup masuk di aplikasi aplikasi kepenulisan dan daftar lalu ikuti aturannya, kita sudah bisa jadi penulis dan mendapatkan gaji, kalau tidak punya laptop, hape juga bisa kok, nggak ribet pokoknya, nanti saya ajarin caranya, kapanpun mba Halwa ada waktu dan berminat, saya siap membantu."
Waktu terus berjalan, uang hasil kerja cuci gosok sudah cukup bahkan lebih untuk modal jadi reseller Snack yang lagi booming, Alhamdulillah.
dan akupun juga sudah mulai nulis di salah satu aplikasi berkat bantuan mba Ida yang dengan sabar dan telaten mengajariku hingga aku bisa mendapatkan tiga juta rupiah untuk tulisan pertamaku yang aku kasih judul mertuaku Nerakaku, kisah yang aku ambil dari kisah ku sendiri, dan tentu dengan menggunakan akun nama samaran, hanya aku dan mba ida yang tau nama penaku didunia Maya.
Tak terasa waktu terus bergulir, usaha online Snack ku makin berkembang dan mendapatkan untung yang bisa dibilang besar dalam satu bulannya, pun dengan tulisan tulisanku, setiap bulannya selalu menerima pendapatan yang tidak sedikit, hingga sampai akhirnya aku bisa membeli tanah dan membangun toko sembako yang lumayan besar menurutku.
aku mulai mengalami perubahan dalam hidupku, bisa membeli apapun yang aku mau, mencukupi dan menyenangkan Hasna, anakku satu satunya, dan semua itu tentu aku lakukan tanpa sepengetahuan mas Yudha dan keluarganya, dan akupun juga mulai menyusun rencana untuk pergi dari rumah yang hanya menghadirkan luka serta kesengsaraan untukku dan anakku.
berkat bantuan bela sahabatku, akhirnya aku dengan penuh keyakinan keluar dari rumah yang bertahun tahun menjadikanku sebagai pembantu gratisan, dan seperti dugaanku, mba Yeni maupun ibu mertua kalang kabut dengan kepergian ku, bagaimana tidak, selama ini mereka hanya mengandalkan aku untuk memenuhi hidupnya, sudah numpang hidup masih juga numpang tenaga buat bersih bersih, aku hanya ingin membuktikan ucapan mereka, yang selalu bilang kalau aku tidak akan berani keluar rumah hanya karena aku tidak punya apa apa dan mereka selalu menganggap aku hanyalah perempuan miskin, tapi nyatanya justru merekalah yang miskin, buktinya baru beberapa hari aku meninggalkan rumah itu, mereka sudah kakang kabut mencariku.
Bahkan nampak mas Yudha juga mulai ikut ikutan mencariku, dia rela bolak balik datang ke toko untuk menemuiku dan pasti ingin membujukku, tapi aku selalu menghindar dan tak Sudi untuk menemui mereka, bukan takut hanya saja aku sudah males kalau harus adu mulut dengannya, bikin pusing dan tambah sakit hati saja, orang sepertinya tak pernah bisa untuk diajak bicara baik baik, dan sambil menunggu surat putusan dari pengadilan, lebih baik aku menghindarinya saja, akan jauh lebih membuat hati ini lebih tenang dan tenteram.
aku yakin, setelah beberapa kali gagal menemuiku, mas Yudha pasti akan menggunakan Hasna untuk memancingku keluar dari persembunyian, tapi aku sudah mempersiapkan itu semua, dengan bantuan bela dan mba ida, Hasna sudah pindah ke sekolah baru, sekolah nomer satu di kota ini, dan hanya orang tertentu saja yang bisa menemui dan menjemput Hasna, bela sudah mendaftarkan nama nama yang tidak boleh menemui atau menjemput Hasna pada kepala sekolah, hingga aku merasa tenang, karena sekolah baru Hasna sangat terjaga keprivasiannya dan begitu ketat, meskipun untuk itu aku harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit, semoga Alloh memampukan aku untuk bisa memberikan yang terbaik untuk masa depan gadis kecilku.
Hidup itu sesungguhnya ujian, tinggal bagaimana kita menerima dan menyikapi ujian tersebut, dan disinilah peran keimanan dan ketakwaan kita bekerja, mau memilih berjuang atau menyerah, mau menerima dengan iklas atau justru membenci takdir yang ada, mau berubah lebih baik atau justru masuk dalam kesesatan, semua kembali pada diri masing masing.