Sosok mayat perempuan ditemukan di sebelah kandang kambing.
Saksi mata pertama yang melihatnya pergi menemui kepala desa untuk memberitahukannya.
Kepala desa melaporkan kejadian menghebohkan ini ke kantor polisi.
Serangkaian penyelidikan dilakukan oleh petugas untuk mengetahui identitas mayat perempuan dan siapa pelaku yang membunuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tumut
Setelah urusan utamanya selesai Bahtiar berkunjung ke rumah adiknya. Rumah dan lingkungan yang penuh dengan memori dimana dahulu ia tumbuh dan dibesarkan. Rumah keluarga.
Tentunya Bahtiar tidak lupa membawa oleh-oleh. Ia jarang sekali bertandang ke rumah adik sulungnya itu. Terkadang saat berziarah ke makam orang tua pun ia tak sempat untuk mampir.
Sore hari sudah usang. Sang adik bersama keluarga bahagianya sudah berada di rumah.
Mereka juga sudah menyiapkan makanan dan jajanan untuk disuguhkan kepada Bahtiar yang sudah jarang pulang ke desa.
“Tadi pagi sekitar jam 10 aku sampai sini”,
“Rumah sepi, aku pikir kalian pasti sedang di ladang”,
“Jadi aku main dulu ke tempat Zulkarnain”, kata Bahtiar kepada sang adik.
Sang adik tahu betul gelagat kakaknya. Ia tahu jika kedatangan Bahtiar hari ini ke desa Janjiwan pasti ada kaitannya dengan kasus penemuan mayat perempuan tempo hari.
Meski Bahtiar tidak menyinggungnya, sang adik tahu. Ia pun enggan untuk membicarakan tentang hal itu. Karena sang kakak mengunci rapat mulutnya.
Menjelang magrib dengan gerimis hujan yang sudah turun.
“Magrib dulu saja mas, baru pulang”, kata adik Bahtiar.
“Tidak apa aku pulang sekarang saja”,
“Kalau pulang terlalu malam kamu tahu sendiri bagaimana kakak iparmu”,
“Nanti dia curiga yang bukan-bukan”, jawab Bahtiar
Pukul 17:30 Bahtiar meninggalkan desa Janjiwan untuk pulang ke rumah di Tepati.
Keluar dari gapura desa yang terletak di pinggir jalan kijang kotak Bahtiar harus berhenti dahulu.
Lalu lalang kendaraan cukup ramai. Orang-orang pulang kerja dan pergi untuk malam minggu di gerimis hari sabtu.
Mendadak.
Bahtiar dikagetkan dengan sosok yang tiba-tiba muncul di depan jendela kaca pintu mobilnya yang terbuka.
Sosok itu adalah perempuan yang sudah dalam keadaan lumayan basah. Pakaian dan rambutnya sudah basah karena gerimis yang kian deras.
“Pak aku ikut numpang ya?”, kata perempuan itu memelas.
“Ikut?”, tanya Bahtiar.
“Memangnya mau kemana?”, tanya Bahtiar.
“Aku mau ke Tepati pak”, jawab wanita muda itu.
“Ya sudah naik”,
“Duduk di belakang ya”, pinta Bahtiar.
“Makasih pak”, ucap perempuan itu.
Sepanjang perjalan pulang ke kecamatan Tepati, perempuan cantik yang diberi tumpangan oleh Bahtiar berperilaku aneh.
“Namanya siapa mbak?”,
“Ke Tepati mau ke tempatnya siapa?”, tanya Bahtiar.
Semenjak masuk ke dalam mobil, perempuan berbaju kuning dengan rambut sebahu itu tidak lagi bicara. Hanya diam saja ketika Bahtiar mengajukan pertanyaan.
“Aku turun sini pak”,
Tiba-tiba perempuan itu bersuara ketika mereka sampai di lampu merah pertama kecamatan Tepati.
Hari sudah gelap.
“Mbak nya mau kemana?”, tanya Bahtiar tapi tidak dijawab.
“Biar aku antar sekalian ke alamatnya”, kata Bahtiar.
Perempuan itu lalu turun dari mobil.
Saat lampu sudah hijau dan kendaraan harus kembali melaju. Bahtiar mencari perempuan itu dari kaca spion mobil.
Tapi di pinggir jalan itu tidak ada satu orang pun.
*
Pukul 18:20 malam Bahtiar sampai di rumah.
Setelah selesai mandi dan sedang minum kopi, Bahtiar baru menyadari apa yang sebenarnya terjadi dalam perjalanan pulang dari desa Janjiwan tadi.
Sebuah kejadian horor. Membuat bulu kudu berdiri jika dingat kembali dengan teliti.
Sosok perempuan muda yang tadi ia berikan tumpangan.
Wajahnya cantik dengan rambut hitam sebahu. Mengenakan pakaian sejenis gaun berwarna kuning dengan corak hitam.
Bahtiar teringat.
Sosok itu sama persis dengan ciri-ciri korban sosok mayat perempuan yang ditemukan di sebelah kandang kambing di desa Janjiwan.
Bahtiar sendiri sebelumnya sudah melihat foto dari korban. Wajahnya sama.
Baru setelah pulang tiba di rumah ia sadar.
Perempuan muda bernama Anita yang sedang ia bantu kerjakan kasus penyebab kematiannya.
“Kenapa?”,
tanya sang istri yang melihat Bahtiar tengah melamun.
“Tidak apa”,
“Kopinya terlalu pahit”, ujar Bahtiar.