Vino Bimantara bertemu dengan seorang wanita yang mirip sekali dengan orang yang ia cintai dulu. Wanita itu adalah tetangganya di apartemennya yang baru.
Renata Geraldine, nama wanita itu. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang cukup mapan dan seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Entah bagaimana Vino begitu menarik perhatian Renata. Di tengah-tengah kehidupannya yang monoton sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, tanpa sadar Renata membiarkan Vino masuk ke dalam ke sehariannya hingga hidupnya kini lebih berwarna.
Renata kini mengerti dengan ucapan sahabatnya, selingkuh itu indah. Namun akankah keindahannya bertahan lama? Atau justru berubah menjadi petaka suatu hari nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Wanita Kedua
Gavin mengusak kasar rambutnya dengan kesal. "Gak bisa, Sha. Aku udah pergi terlalu lama. Renata bisa curiga!"
Marsha semakin kesal. Ia bangkit dari duduknya lalu menatap Gavin dengan marah. "Pilihannya cuma itu. Kalau enggak kita gak usah pulang sekalian!"
Gavin tidak bisa emosi juga menghadapi wanita keduanya ini. Ia sangat tahu senekat apa Marsha jika keinginannya tidak terpenuhi. "Ya udah."
Ia mulai meraup pipi Marsha dan menciumnya dalam. Sejenak Gavin pun menjauh. Ia usap pipi Marsha dan menatapnya lekat, "biar kamu gak kangen, kita lakuin lagi buat yang terakhir. Tapi seudah ini kita harus pulang ya. Aku janji nanti setiap pulang kerja aku akan ke apartemen kamu kayak biasa. Tolong ngertiin aku, Sha."
Marsha yang sudah dikuasai hsrtnya pun luluh. Ia mengangguk dan kembali mempersatukan bibir mereka. Mereka tak saling melucuti karena mereka harus segera pergi. Namun saat akan memasukkan bendanya Gavin kebingungan, pasalnya pengaman miliknya sudah tak tersedia.
"Gak apa-apa, Mas. Masukin aja," Marsha sudah tidak sabar.
"Aku gak mau ambil resiko," tolak Gavin.
"Mas bisa keluarin di luar nanti," saran Marsha tak sabar. "Kita pernah lakuin beberapa kali tanpa pakai kndm dan gak terjadi apa-apa 'kan?"
Gavin pun tak berpikir panjang lagi. Marsha benar, ada beberapa kali selama setahun ini ia lakukan tanpa pengaman namun semua baik-baik saja selama ini. Hingga akhirnya Gavin pun memasukkan bendanya dan berkonsentrasi agar segera ia menemukan puncak kenikmatan itu. Tak lama keduanya mengerang bersamaan.
"Sh1t. Aku lupa," umpat Gavin saat sadar ia tak menarik bendanya dari milik Marsha yang dimasukinya.
"Gak apa-apa, Mas. Aku gak bakal hamil, kok," Marsha menenangkan.
"Kenapa kamu seyakin itu?" tanya Gavin resah.
"Aku... lagi gak di masa subur," dusta Marsha. Padahal ia sendiri tak yakin. Namun ia tak masalah jika dirinya hamil. Malah Marsha sangat mengharapkannya. Dengan begitu ia akan bisa memiliki Gavin sepenuhnya.
Gavin menghela nafas, ia sedikit lega. Namun meskipun demikian ia belum bisa tenang sepenuhnya.
Kemudian mereka kini sudah berada di dalam pesawat, Marsha memberikan sebuah kotak pada Gavin. "Hadiah buat Mas."
Gavin merasa enggan menerimanya. "Udah aku bilang kamu gak perlu kasih aku macem-macem."
"Aku 'kan pengen ngasih sesuatu sama pacar aku. Masa gak boleh?" rajuk Marsha.
Gavin pun menerimanya dengan ragu.
"Buka dong," pinta Marsha.
Gavin pun membukanya. Ia tercengang melihat sebuah jam tangan mewah di dalamnya.
"Gimana? Mas suka?" tanya Marsha puas melihat ekspresi Gavin yang terkejut.
"Aku gak bisa terima ini," tolak Gavin.
"Mas harus terima. Harus sering dipakai ya."
Selama ini jika mereka sedang bersama, selalu Marsha yang membayar semuanya. Sewa hotel, tiket pesawat, bahkan ke hal-hal kecil seperti makan atau apapun. Gavin tak pernah mengeluarkan sepeserpun uangnya untuk Marsha.
Semua itu karena Gavin tak mau ada jejak di rekeningnya yang bisa diketahui oleh Renata. Marsha sendiri tak keberatan. Itu memang menjadi salah satu syarat yang ia sepakati di awal hubungan mereka. Jadi hingga saat ini, ia belum pernah sekalipun menerima apapun dari Gavin.
"Kamu gak apa-apa, selama ini aku gak pernah ngasih sesuatu buat kamu. Sedangkan kamu sering beliin sesuatu buat aku kayak gini."
Marsha tersenyum senang mendengar pertanyaan itu. "Ini pertama kalinya Mas bilang gitu," ucap Marsha terharu. Lagi-lagi Gavin menunjukkan perasaannya yang di mana ia sudah semakin hangat pada Marsha.
"Aku masih punya hati, Sha. Sedikitnya aku ngerasa gak enak aja."
"Mas gak usah mikirin apapun. Aku gak apa-apa kok. Yang aku butuhin dari Mas adalah kehadiran Mas buat aku. Aku udah cukup dengan setiap pulang kerja Mas datengin aku ke apartemen. Dengan itu aja aku udah seneng banget, Mas."
"Kenapa kamu bisa sesabar ini? Kamu cantik, Sha. Kamu bisa dapetin laki-laki lain yang jauh lebih baik dari aku."
Marsha semakin terharu. Selama ini Gavin selalu dingin padanya. Namun ini pertama kalinya Gavin berkata sesuatu yang menyentuh hatinya. Marsha pun memeluk erat lengan Gavin merasa sangat berterima kasih. "Karena aku cinta sama Mas. Aku gak peduli yang lain. Aku akan sabar sampai Mas bisa lepasin istri Mas dan lebih milih aku."
"Kalau itu gak akan terjadi," tegas Gavin.
Marsha menatap Gavin dengan gemas. "Mas, Mas itu terlalu percaya sama istri Mas. Mas gak pernah berpikir selama Mas gak ada, mungkin aja istri Mas itu punya cowok lain juga."
"Jangan nuduh istri aku sembarangan," tegur Gavin. Ia melepaskan tangan Marsha dengan kesal. "Aku gak suka ya kamu jelek-jelekin Renata."
Setelah itu mood Gavin begitu buruk. Ia mendiamkan Marsha selama perjalanan menuju Bali. Gavin ingin memberitahukan pada Marsha bagaimana posisinya. Marsha hanya akan tetap menjadi yang kedua bagi Gavin. Dan Marsha jangan pernah bermimpi bisa berada di posisi lebih atas dari Renata di hati Gavin.
Akhirnya Marsha tiba di apartemennya. Tak lama ia mendengar kabar bahwa sang ibu berada di Bali untuk mengunjunginya.
"Ngapain sih Mami dateng? Aku ini cape, pengen istirahat," dumel Marsha saat membukakan pintu untuk sang ibu.
Ambar, ibu dari Marsha pun masuk ke apartemen sang putri dengan kesal. "Udah waktunya kamu kembali ke Jakarta. Sampai kapan kamu mau di sini? Terus jujur sama Mami, kamu ke Singapura bareng Gavin 'kan?"
Marsha duduk di sofa dengan malas. Ia sangat tidak suka saat sang ibu mengomentari hidupnya. "Kalau iya kenapa?"
"Mami minta kamu putusin Gavin secepatnya! Mami biarin kamu pada awalnya karena Mami kira kamu cuma main-main aja. Tapi ini udah setahun, Sha. Apa yang kamu lihat dari laki-laki itu sih? Dia jauh lebih tua dari kamu. Dia punya anak sama istri. Sadar, Marsha. Dia gak sepadan sama kita! Kamu harus cari laki-laki yang ada di kalangan kita. Bukan dia yang bahkan gak pernah nganggap kamu!"
"Mami mending pergi aja deh kalau mau komentarin hidup aku! Aku bakal tetap di Bali dan aku gak akan putusin Gavin, paham?!" bentak Marsha.
Ambar kontan tercengang melihat sikap sang putri yang semakin berani membentaknya. "Kalau kamu tetap seperti ini, Mami akan bilang sama Papi kamu tentang ini. Mami gak akan bantu kamu buat nyembunyiin masalah ini lagi."
tunggu update aku besok. thx. lv u 💙
semoga endingnya membahagiakan semuanya sich 🤭😁🤪
move on vino dari Rania 💪
lanjutin jaa Renata ma vino 🤭🤭🤭 situ merasa bersalah sdngkn suami mu sendiri dh selingkuh duluan 🙈😬😞😞