SIPNOSIS:
Kenneth Bernardo adalah pria sederhana yang terjebak dalam ambisi istrinya, Agnes Cleopatra. demi memenuhi gaya hidupnya yang boros, Agnes menjual Kenneth kepada sahabatnya bernama, Alexa Shannove. wanita kaya raya yang rela membeli 'stastus' suami orang demi keuntungan.
Bagi Agnes, Kenneth adalah suami yang gagal memenuhi tuntutan hidupnya yang serba mewah, ia tidak mau hidup miskin ditengah marak nya kota Brasil, São Paulo. sementara Alexa memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan suami demi memenuhi syarat warisan sang kakek.
Namun, kenyataan tak berjalan seperti yang Agnes bayangkan, setelah kehilangan suaminya. ia juga harus menghadapi kehancuran hidupnya sendiri-dihina orang sekitarnya, ditinggalkan kekasih gelapnya uang nya habis di garap selingkuhan nya yang pergi entah kemana, ia kembali jatuh miskin. sementara Alexa yang memiliki segalanya, justru semakin dipuja sebagai wanita yang anggun dan sukses dalam mencari pasangan hidup.
Kehidupan Baru Kenneth bersama Alexa perlahan memulihkan luka hati nya, sementara Agnes diliputi rasa marah dan iri merancang balas dendam, Agnes bertekad merebut kembali Kenneth bukan karena haus cinta tetapi ingin menghancurkan kebahagiaan Alexa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HMYT-28
POV Alexa
Rumah megah itu berdiri seperti monumen masa lalu yang tidak pernah benar-benar ingin kulihat lagi. Pilar-pilar putihnya menjulang angkuh, seperti memandang rendah siapa pun yang melangkah masuk, bahkan aku yang dulu pernah menjadi penghuninya. Tapi malam ini, aku kembali ke sini—bukan karena aku rindu, melainkan karena aku membutuhkan tempat yang cukup tenang untuk memikirkan langkah berikutnya.
Aku membuka pintu utama, membiarkan aroma ruangan besar ini menyergapku. Sama seperti dulu, semuanya masih terasa dingin dan hampa. Rumah ini bukan rumah, tapi simbol kebanggaan keluarga Graham yang kosong makna.
Langkahku menggema di atas lantai marmer, melewati meja-meja antik yang disusun rapi di sepanjang lorong. Aku berhenti di ruang tamu utama dan menjatuhkan tubuhku di sofa besar berlapis beludru. Sofa yang dulu terasa nyaman kini terasa seperti singgasana penuh tekanan.
"Menikah dengan Kenneth, ya?" Aku tersenyum kecil, meski pahit. Pernikahan ini tidak lebih dari sebuah formalitas. Aku tidak butuh hubungan, apalagi cinta. Yang kubutuhkan hanyalah menyelesaikan perintah kakek Carlson.
Dia memaksaku menikah dengan pria yang bahkan tidak pernah kusapa sebelumnya. Semua ini demi satu hal—agar aku dianggap menuruti ucapannya. Aku tahu, di balik permintaannya itu, ada sesuatu yang ia rencanakan. Tapi aku tidak peduli.
"Setelah aku menikah, dia harus mengembalikan saham itu. Itu syaratku." Aku bergumam pelan, mencoba menenangkan diriku sendiri. Saham itu, yang dulu menjadi bagian dari hakku, ditarik paksa dariku. Aku tidak peduli apa alasan kakek Carlson waktu itu. Yang jelas, ini tentang harga diriku.
Aku berdiri dan berjalan menuju balkon besar di ujung ruang tamu. Angin malam yang dingin menyapu wajahku, membawa sedikit ketenangan pada pikiranku yang sibuk. Tapi di balik semua ini, ada hal lain yang harus kupikirkan.
Aku tidak tahu banyak tentang dia, selain bahwa dia adalah pria sederhana yang jauh dari dunia kami. Mungkin itu yang membuatnya ku memilih nya—seseorang yang tidak akan terlalu banyak bertanya atau menuntut.
Namun, aku juga tahu satu halKenneth tidak boleh tahu siapa aku sebenarnya. Kalau dia tahu aku adalah Alexa Graham, pewaris keluarga yang penuh masalah dan skandal, dia pasti akan pergi tanpa menoleh ke belakang atau lebih parahnya dia akan membenci ku.
Aku tersenyum kecil, kali ini lebih kejam. "Tidak masalah. Aku akan pura-pura tidak tahu siapa dia. Aku akan bermain bodoh. Yang penting, pernikahan ini selesai, dan aku mendapatkan kembali sahamku."
Langit malam semakin gelap, dan aku tahu bahwa ini baru awal dari semuanya. Aku tidak peduli seberapa besar Kenneth mungkin membenciku nanti. Pernikahan ini bukan tentang dia, bukan juga tentang cinta. Ini hanya tentang menyelesaikan sesuatu yang tertunda.
Aku berbalik dari balkon, menatap ke dalam rumah yang kosong. Semua sudah tersusun di dalam kepalaku. Dan yang terpenting, aku akan memastikan semuanya berjalan sesuai rencanaku.
"Kenneth hanyalah alat. Aku hanya perlu memastikan permainan ini berjalan sempurna."
...➰➰➰➰...
POV Agnes.
Aku menatap jalanan dari jendela taksi yang membawaku pulang. Malam ini terasa berat, lebih berat dari biasanya. Aku baru saja membuat keputusan besar, keputusan yang mungkin akan menghancurkan hidupku, atau justru menyelamatkannya. Tapi, apakah itu benar?
Pikiran tentang Kenneth terus menghantuiku. Apa yang akan terjadi setelah semua ini? Aku menyerahkan suamiku kepada Alexa, seseorang yang bahkan tidak benar-benar kukenal. Tapi 3 miliar... jumlah itu bukan main-main. Uang itu cukup untuk memulai hidup baru bersama Rery, jauh dari semua kekacauan ini.
Begitu sampai di depan rumah , aku segera turun dan masuk. Aku tidak punya banyak waktu untuk meratapi keputusan ini. Aku perlu bicara dengan Rery.
Aku mengambil ponsel dari tas dan meneleponnya. Suaranya terdengar santai, bahkan sedikit malas.
"Kenapa kamu nelpon malam-malam begini? Kamu sudah dapat uangnya, kan?" tanya Rery tanpa basa-basi.
"Aku perlu bicara. Ada sesuatu yang harus kamu tahu. Bisa jemput aku di kafe tempat biasa?"
Dia terdengar ragu sejenak. "Apa yang sebenarnya terjadi, Agnes? Kamu terdengar aneh."
"Aku akan jelaskan nanti. Tolong jemput aku."
Setelah beberapa detik sunyi, dia akhirnya setuju. "Oke. Tunggu di sana
...➰➰➰➰...
Perumahan tempat Rerry tinggal berada di pinggiran kota, di sebuah lingkungan yang ramai namun tetap terasa sederhana. Jalan utama di kawasan itu sempit, dengan rumah-rumah yang berdiri berjejer rapat, bercat pudar karena usia. Ada warung kecil di ujung gang dan bengkel motor di seberang jalan, tempat warga sering berkumpul dan berbincang.
Lingkungan ini tidak jauh dari stasiun kereta atau terminal bus, membuatnya ideal bagi pekerja kota dengan penghasilan pas-pasan. Suara kendaraan, anak-anak bermain
Rumah Rerry adalah rumah tipe 36,Halamannya kecil, hanya cukup untuk menempatkan motor dan beberapa pot tanaman seadanya. Pintu depannya berbahan kayu tua, dengan jendela kecil berteralis besi di sampingnya.
Kami duduk di ruang tamu apartemen kecilnya, sofa yang sudah mulai lusuh menjadi saksi bisu ketegangan di antara kami. Rery menatapku dengan alis terangkat, menunggu penjelasan.
"Jadi, apa yang mau kamu bilang? Kamu bilang ini penting."
Aku menarik napas dalam-dalam sebelum memulai. "Aku dapat uangnya. 3 miliar, seperti yang kita rencanakan."
Matanya sedikit melebar, tapi bukan dengan kegembiraan yang aku harapkan. "Bagaimana caranya? Kamu pinjam dari siapa?"
Aku menggeleng, mencoba mencari cara untuk menjelaskan semuanya tanpa membuatnya marah. Tapi, aku tahu ini tak bisa ditutup-tutupi.
"Uangnya dari Alexa."
Dia mengerutkan dahi. "Alexa? Siapa itu?"
Aku menatapnya, berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Alexa Shavonne Graham."
Ekspresinya berubah dari bingung menjadi kaget. "Tunggu. Graham? Keluarga Graham? Mereka yang super kaya itu?"
Aku mengangguk. "Ya. Alexa adalah salah satu pewaris keluarga Graham."
"Apa hubunganmu dengan dia? Kenapa dia mau kasih kamu uang sebanyak itu?"
" Dia sahabat lama ku."Aku menunduk, merasa berat untuk melanjutkan. "Dia tidak memberikannya secara cuma-cuma. Ada syaratnya."
"Syarat?" tanyanya, suaranya mulai terdengar tegang.
Aku menggigit bibirku, mencoba menahan rasa bersalah yang tiba-tiba muncul. "Dia ingin Kenneth. Dia ingin aku menyerahkan Kenneth padanya."
Rery menatapku tajam, seakan mencoba memahami apa yang baru saja kudengar. "Tunggu, tunggu. Maksudmu dia mau Kenneth? Suami kamu?"
Aku mengangguk. "Dia tahu aku butuh uang. Dan dia menawarkan itu. Aku menikah dengan Kenneth selama ini hanya untuk bertahan hidup, Rery. Aku tidak mencintainya. Kita sudah membicarakan ini."
Dia terdiam, lalu bersandar ke sofa, matanya masih menatapku tajam. "Jadi, kamu menyerahkan Kenneth ke dia? Untuk 3 miliar?"
"Ya," jawabku lirih. "Tapi ini bukan cuma soal uang. Ini soal kita, soal masa depan kita."
Aku tahu, apa yang akan kubicarakan ini bisa mengubah segalanya, tapi aku sudah memutuskan.
Untuk beberapa saat, hanya ada keheningan. Wajah Rery sulit terbaca, tetapi perlahan senyuman kecil muncul di sudut bibirnya. Dia bersandar santai ke sofa, seakan apa yang baru saja aku katakan bukanlah hal besar.
"Jadi?" katanya dengan nada ringan. "Kamu sudah menyerahkannya, kan? Tidak masalah. Kamu masih punya aku."
Aku menatapnya, tidak percaya dengan reaksinya yang begitu santai. "Kamu... kamu tidak marah?"
Dia tertawa kecil. "Kenapa aku harus marah? Agnes, kita saling mencintai, bukan? Kenneth mungkin suamimu secara hukum, tapi dia bukan masa depanmu. Aku masa depanmu. Setelah ayahku sadar dan sehat, kita akan menikah. Jadi, lupakan Kenneth sekarang. Fokus saja ke masa depan kita."
Kata-katanya begitu ringan, tetapi penuh dengan keyakinan. Aku merasa dadaku sedikit lebih lega. Sebuah senyuman kecil muncul di wajahku, dan pipiku memerah tanpa sadar. "Rery... aku senang kamu berpikir seperti itu. Aku takut kamu akan melihatku sebagai orang yang buruk."
Dia menggeleng sambil tersenyum. "Tidak, Agnes. Kamu melakukan apa yang harus kamu lakukan. Dan lihatlah, semuanya akhirnya akan menguntungkan kita."
Aku tersipu, hatiku sedikit lebih tenang. Tidak sia-sia aku menyerahkan Kenneth kepada Alexa. Dia mungkin sahabat lamaku, tetapi dia tidak lagi memiliki tempat di hidupku. Kenneth juga. Yang penting sekarang hanyalah aku, Rery, dan masa depan yang sedang kami bangun bersama.
Di sudut dinding, kamera kecil hampir tak terlihat memantau Rery dan Agnes . Gambar mereka terekam dengan jelas, termasuk setiap percakapan kami.
Di balik layar, seorang wanita dengan tatapan dingin menatap layar monitor. Bibirnya melengkung membentuk senyuman sinis.
"Menarik," katanya pelan, hampir seperti berbisik. Wanita itu memutar kursinya, menatap peta besar dengan beberapa foto dan garis merah yang terhubung.
"Rencanaku berjalan sesuai rencana. Tinggal sedikit lagi..."
Dia tertawa pelan, penuh kemenangan. Di tangannya, terdapat remote kecil yang digunakannya untuk memperbesar gambar wajah Rery.
"Kau tidak tahu apa yang menunggumu, sayang. Ini baru permulaan."