NovelToon NovelToon
PARA PENCARI

PARA PENCARI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Reinkarnasi / Rumahhantu / Kumpulan Cerita Horror / Hantu
Popularitas:461
Nilai: 5
Nama Author: F3rdy 25

Malam itu, kabut tebal menyelimuti sebuah desa terpencil di lereng gunung.

Suara angin berdesir membawa hawa dingin yang menusuk tulang.

Di tengah sunyi, langkah empat orang terlihat menuju sebuah bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan.

Nur, seorang editor sekaligus kameraman, mengangkat kameranya, siap menangkap setiap detik keangkeran yang tersembunyi di balik bayang-bayang.

Di sampingnya, Pujo, pria dengan kemampuan supranatural, merasakan getaran aneh sejak pertama kali mereka menjejakkan kaki di tempat itu.

"Ini bukan tempat biasa," gumamnya dengan nada serius.

Ustad Eddy, seorang religius dan spiritualis, melangkah mantap dengan tasbih di tangannya, siap mengusir kegelapan dengan doa-doanya.

Sementara Tri, yang dikenal sebagai mediator, berdiri di antara mereka, mempersiapkan dirinya untuk berhadapan dengan entitas dari dunia lain.

Mereka bukan sekadar pemburu tempat angker, tetapi penjelajah alam gaib yang menyuguhkan kisah-kisah misteri dan horor yang ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F3rdy 25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RANTAI KEGELAPAN

Di tengah keputusasaan yang memuncak, Nur, Pujo, Ustad Eddy, dan Tri berhadapan dengan sosok hitam besar yang tak berbentuk. Suasana di ruang bawah tanah terasa semakin mencekam, dan makhluk itu seolah menyerap cahaya dan udara di sekitarnya. Suara desisan samar terdengar, mirip bisikan jahat yang berasal dari dimensi lain.

“Kita harus keluar dari sini,” Ustad Eddy berkata dengan nada mendesak, tasbih di tangannya bergetar, tak hanya karena doa yang dilantunkannya, tapi juga karena rasa takut yang berusaha ditepisnya.

Namun, jalan keluar telah tertutup. Sosok hitam itu berdiri di antara mereka dan tangga menuju pintu keluar. Pujo menatap makhluk itu dengan tatapan tajam, merasakan energi jahat yang begitu pekat dari entitas tersebut.

"Ini adalah penjaga. Mereka sudah tahu kita ada di sini," Pujo berbisik, suaranya penuh ketegangan. "Satu-satunya cara adalah menghancurkan sumber kekuatannya, seperti yang Tri bilang. Boneka itu... atau buku ritual ini."

"Bagaimana caranya? Kita bahkan tidak tahu apa yang sedang kita hadapi," jawab Tri, matanya tak lepas dari sosok yang terus mengawasi mereka. Getaran mistis di sekeliling mereka kian menebal, seolah-olah mereka sedang diselimuti oleh kegelapan yang nyata.

Nur dengan cepat memeriksa kameranya yang mati. Layar retak, namun ada satu rekaman singkat sebelum kameranya hancur. Dengan susah payah, ia mengakses rekaman itu. Gambar yang samar menunjukkan sosok hitam yang berkeliaran di sekitar mereka, jauh sebelum mereka menyadarinya. Kamera itu, meskipun rusak, berhasil menangkap sesuatu yang mata mereka tak bisa lihat.

“Sosok ini sudah ada sejak kita masuk ke rumah ini,” Nur mengungkapkan dengan lirih, memperlihatkan rekaman pada yang lain.

“Ini lebih dari sekadar rumah terkutuk,” gumam Ustad Eddy. “Ada sejarah gelap di sini. Bukan hanya tempat ini yang menyimpan rahasia, tapi sesuatu yang lebih besar... lebih jahat.”

Mereka semua saling memandang, kesadaran bahwa mereka telah masuk ke dalam sesuatu yang jauh lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan semakin jelas. Namun, tak ada waktu untuk menyesal. Mereka harus bertindak sekarang, atau mereka akan selamanya terperangkap dalam kegelapan yang terus merambat.

“Pujo, apakah kau bisa berinteraksi dengan makhluk ini? Mungkin kita bisa bernegosiasi atau setidaknya mengetahui apa yang mereka inginkan,” tanya Tri, mencoba mencari jalan keluar.

Pujo menggeleng. “Makhluk seperti ini tidak berbicara dengan manusia. Mereka hanya tahu perintah, dan perintahnya jelas: menghalangi kita. Mereka dijaga oleh perjanjian yang jauh lebih tua dari kita. Satu-satunya cara adalah menghancurkan penghubung mereka.”

Mereka semua tahu apa yang harus dilakukan. Boneka kayu yang ditemukan Nur adalah kunci dari semua ini. Itu adalah penghubung antara dunia nyata dan entitas yang menghantui tempat itu. Dengan cepat, Pujo mengeluarkan benda itu dari kantungnya, meletakkannya di lantai. Boneka itu tampak lebih berat dan lebih menakutkan dalam cahaya remang-remang ruang bawah tanah.

“Bagaimana kita menghancurkannya?” Nur bertanya, matanya tak lepas dari boneka yang terasa seakan hidup dan bernafas.

“Sederhana,” jawab Ustad Eddy sambil mengangkat tangannya yang menggenggam tasbih. “Dengan doa. Dengan cahaya.”

Ustad Eddy mulai melantunkan ayat-ayat suci, suaranya menggema di ruang bawah tanah yang sunyi. Semakin lama ia membaca, semakin kuat energi yang terasa di sekitar mereka. Boneka itu mulai bergetar, seakan-akan entitas di dalamnya merasa tersakiti. Getaran itu makin lama makin kuat, hingga akhirnya boneka itu melayang sedikit di atas lantai.

Sosok hitam besar yang menghalangi pintu tiba-tiba mengeluarkan suara geraman keras, mengguncang lantai dan dinding rumah tua itu. Seolah-olah, makhluk itu merasakan ancaman langsung terhadap keberadaannya. Ia bergerak maju, mendekati mereka dengan kecepatan yang tidak alami.

“Cepat, Ustad!” teriak Tri, tubuhnya mulai gemetar karena energi yang begitu kuat.

Namun, sebelum Ustad Eddy bisa menyelesaikan doanya, makhluk hitam itu menyerang dengan kekuatan yang dahsyat. Tiba-tiba, ruangan itu dipenuhi angin kencang, seolah-olah badai kecil tengah terjadi di dalam ruangan yang sempit itu. Barang-barang melayang di udara, dan boneka itu terlempar dari tangan Pujo.

Nur mencoba meraih boneka itu, tetapi angin dan kekuatan tak terlihat mendorongnya kembali. Dia jatuh ke lantai, kameranya terlempar jauh dari jangkauan.

“Pujo, lakukan sesuatu!” Tri berteriak panik, mencoba melindungi dirinya dari puing-puing yang beterbangan.

Pujo memejamkan mata, fokus pada kekuatan batinnya. Dia mulai merapal mantra pelindung, memanggil kekuatan alam untuk menahan serangan makhluk itu. Sedikit demi sedikit, badai di dalam ruangan mulai mereda, meski makhluk hitam itu masih tampak kuat dan marah.

“Kita harus menghancurkan boneka itu sekarang!” Ustad Eddy mendesak, mengambil tasbihnya dan mulai membacakan doa-doa dengan lebih keras.

Nur akhirnya berhasil meraih boneka kayu itu, meski tangannya gemetar. Dia tahu mereka harus bertindak cepat sebelum makhluk itu melancarkan serangan lagi. Tanpa ragu, dia mengangkat boneka itu tinggi-tinggi dan menghantamkannya ke lantai dengan sekuat tenaga.

Terdengar suara retakan keras ketika boneka itu pecah menjadi beberapa bagian. Di saat yang bersamaan, makhluk hitam itu mengeluarkan raungan panjang, seperti suara kemarahan bercampur dengan kesakitan yang tak terhingga. Sosok hitam itu mulai memudar, menghilang seperti asap yang tertiup angin.

Seketika, keheningan kembali. Angin yang tadi berhembus kencang kini hilang, dan suasana yang tadinya penuh ketegangan perlahan mereda. Suhu ruangan kembali normal, dan mereka bisa merasakan udara segar masuk ke dalam paru-paru mereka.

Mereka berdiri diam di tempat, masih merasakan getaran dari apa yang baru saja terjadi. Namun, ada satu hal yang pasti: entitas itu sudah pergi. Boneka kayu yang menjadi penghubungnya telah dihancurkan.

“Apakah sudah selesai?” Nur bertanya dengan suara yang masih terdengar sedikit bergetar.

Pujo menggeleng, meskipun ekspresinya tampak lebih tenang. “Belum. Ini baru permulaan. Entitas itu memang pergi, tapi kita belum menemukan akar dari kutukan ini. Boneka itu hanyalah salah satu bagian dari teka-teki yang lebih besar.”

Ustad Eddy mendesah berat, matanya menatap lantai yang kini dipenuhi pecahan boneka. “Kita telah menghancurkan penghubung, tapi kita belum tahu siapa yang menciptakan perjanjian ini. Masih ada banyak misteri yang belum terjawab.”

Tri, yang dari tadi berusaha menenangkan dirinya, akhirnya angkat bicara. “Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? Apakah kita meninggalkan tempat ini?”

Pujo menatapnya dengan tajam. “Kita tidak bisa pergi. Belum. Masih ada sesuatu yang bersembunyi di sini. Kita belum selesai.”

Kata-kata Pujo membuat keheningan yang lebih tegang. Mereka semua tahu, meski makhluk itu telah diusir, ada sesuatu yang lebih besar yang menanti mereka di tempat ini. Sejarah gelap desa ini belum sepenuhnya terungkap, dan mereka baru saja menggores permukaan dari misteri yang jauh lebih dalam.

“Kita harus melanjutkan pencarian,” kata Pujo. “Dan kali ini, kita harus lebih berhati-hati.”

Malam itu, mereka memutuskan untuk tetap tinggal di rumah tua tersebut, meski rasa takut dan ketidakpastian terus mengintai di balik bayang-bayang. Mereka tahu, bahwa perjalanan ini belum berakhir. Sebaliknya, ini baru saja dimulai.

Dan di luar sana, sesuatu yang lebih besar, lebih jahat, menunggu mereka dalam kegelapan.

1
Amelia
betul tuh.....
Yurika23
aku mampir ya thor....enak di baca...
☠️F3r57☠️: terimakasih
total 1 replies
Amelia
aku mampir Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!