Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Tumbuhnya Obsesi
***
Beberapa hari kemudian, suasana sudah kembali damai. Kini, Ayna resmi bekerja sebagai pelayan di kediaman Adam. Sebenarnya hanya pekerjaan seperti biasanya sebagai seorang pelayan. Memasak, membersihkan rumah, merapikan kebun, hanya itu-itu saja.
Tapi bagi seorang Adam, ini sudah berlebihan. Pasalnya, ia tidak mau memperkerjakan Ayna sebagai pembantunya. Padahal Ayna adalah gadis kecilnya dulu. Tapi, ia mengalah kali ini, menuruti keinginan Ayna untuk bekerja di rumahnya. Apa boleh buat sudah...
"Haaahh, yang penting dia aman disini dan suruhan kakek juga ngga ada yang kesini. Toh, kemarin-kemarin juga kakek cuma tanya aku kenapa ngga ada di rumah kan? Tapi ujung-ujungnya aku jadi kelinci percobaan nenek. Ughhh untung perutku baik-baik saja..."
Sekarang, Adam sedang mempersiapkan diri untuk ke kantor. Di depan refleksi cermin itu, Adam menatap datar refleksinya. Kedua tangannya terkepal, nafasnya sedikit memburu. Bayangan akan Ayna sedang merapikan kerah baju kantornya, terbayangkan.
"Kenapa... Kenapa malah terbayang dirinya yang memperbaiki bajuku? Kenapa..."
Keringat mulai membasahi keningnya, padahal hari itu masih pagi benar dan suasana masih sejuk. Kenapa ia berkeringat begini?
TOK
TOK
"Tuan. Sarapan sudah siap." Ayna mengetuk pintu kamarnya, dan itu tidak langsung menyadarkan Adam detik itu juga.
"Aku kesana nanti." Adam menjawabnya dengan singkat. Sementara ini, ia harus mengatur dirinya yang nampak begitu aneh dirasa.
"Ngga, ngga, ngga. Jangan sampai Ayna melihatku seperti ini... jangan sampai..."
***
Sementara itu di luar kamar...
"Hm? Tuan baru bangun kah? Kok ya suaranya kecil begitu?"
Ayna menggidikkan kedua bahunya. Karena sudah mendapat jawaban majikannya, wanita muda itu memilih untuk turun, kembali ke dapur. Butuh waktu agak lama untuk sampai ke dapur karena keadaan kakinya yang memang sudah tidak normal.
"Tapi ngga sakit lagi kalau jalan. Hehehe, setidaknya dengan begitu aku masih bisa melangkah saja sudah Alhamdulillah..."
Akhirnya, ia sampai di dapur. Daripada tidak berbuat apa-apa lagi, ia memilih untuk membuat secangkir teh hangat untuk Adam. Ia baru tahu jika teh yang disukai Adam adalah rasa yang sepat.
"Hmmm, semuanya sudah selesai. Buat makan malam juga sudah siap tinggal dipanaskan. Rumah juga sudah bersih, kebun juga sudah kubereskan. Ah iya juga! Ke perpustakaan! Huhuhu, sejak aku menangis hari itu aku malah lupa niatku ke perpus! Yosh! Pokoknya, setelah Tuan pergi ke kantor, aku harus pergi ke perpustakaan buat baca buku itu!" ucap Ayna penuh tekad.
"Mau pergi kemana kamu?"
"AAAKKHHH! Eh? T-Tuan Adam?"
Suara Adam tiba-tiba mengejutkannya. Adam muncul dengan setelan kantornya yang rapi dan posisinya bersender di dinding. Tatapannya begitu dingin dan datar. Tidak seperti biasanya yang datar tapi lembut dan hangat. Saat Ayna menatap Adam, ia menjadi bingung dan juga takut di saat yang bersamaan.
"P-Pergi? S-Saya tidak pergi kemana-mana Tuan..." jawab Ayna terbata-bata.
"Hm? Bukannya kamu tadi bilang pergi? Jangan bersembunyi di sebalik telunjuk, gadis kecil."
Ucapan Adam semakin dingin dan penuh penekanan. Sampai Ayna bergetar ketakutan dan susah untuk menelan ludahnya.
"S-Saya... Saya hanya ingin pergi k-ke perpustakaan p-pribadi Anda. K-Karena... Anda sudah me-mengizinkan saya buat membaca buku d-disana sepuasnya..." jawab Ayna takut.
Adam tak menjawab. Ia hanya menatap Ayna dari atas sampai bawah. Helaan nafas panjang terdengar dari Adam. Pria itu langsung beralih ke meja makan dan mengambil piringnya.
"Duduk dan makan."
"B-Baik... Tuan."
Ayna menuruti perintah Adam. Ia menyendokkan nasi ke dalam piringnya dan makan dalam diam. Ia penasaran, apa yang membuat Adam seperti murka begini? Apa hanya karena kesalahpahaman mendengar ia akan pergi atau bagaimana? Tidak mungkin kan hanya itu saja?
'Sementara jangan tanya apapun, Ayna. Mungkin ada masalah kantor atau bagaimana jadinya kebawa sampai sini. Tunggu saja kalau keadaan sudah tenang.'
***
"Aku ke kantor dulu. Ingat Ayna. Jangan sejengkal pun keluar dari rumah ini. Tetap di dalam dan jangan keluar."
"B-Baik, Tuan."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Pintu tertutup. Tak beberapa lama, terdengar suara geseran pagar dan suara deruan mobil. Adam sudah berangkat menuju ke kantor.
"Sudah berangkat ya? sepertinya memang ada masalah di kantornya saking murkanya tadi. Begitu ya kehidupan seorang CEO hmmm..."
"Ya sudahlah. Ke perpustakaan saja dan baca buku yang kemarin itu. Hohoho, seperti apa ya isinya?"
Langkah Ayna dengan tertatih-tatih menuju ke perpustakaan yang terletak tepat di samping ruang kerja Adam. Tempat itu berada di lantai bawah. Saat Ayna memasuki perpustakaan pribadi itu, pandangannya segera memencar mencari tempat terakhir saat ia meletakkan buku itu.
"Ah! Itu dia! Hohoho, untung masih sama tempatnya!"
Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, dengan perlahan Ayna membuka isi buku novel itu.
"Wuooohh hohoho... langsung diserang weehh padahal baru pembukaan. Memang beda ya, mafia satu ini..."
***
"Haaahh apa yang sudah kulakukan tadi?"
Adam sampai di ruang kerjanya. Ia langsung duduk di tempat duduknya. Rasa pusing serta penyesalan langsung menyerangnya tatkala teringat dengan apa yang dilakukannya kepada Ayna pagi tadi.
"Tapi... Aku ngga bisa menyangkal rasa ini. Aku... Benar-benar seperti menginginkan Ayna seutuhnya. Haahh... Apa yang barusan aku bilang ini? Aku sudah gila rupanya... Ngga, ngga. Aku ngga mungkin gila. Ini memang benar perasaan ingin memiliki... Ya, rasa ini... Memang rasa ingin memiliki seutuhnya..."
"Haahhh hahaha ahahaha haaahh... Ayna... Ayna gadis kecilku... Sepertinya aku ngga perlu menunggumu buat mengingatku ya. Haruskah aku mulai menjamahmu? Mengurungmu? Atau keduanya?"
Keadaan Adam memang sudah menjadi-jadi. Bahkan niat akan berbuat sesuatu yang tidak-tidak kepada Ayna terbayang di benaknya. Entah bagaimana nasib Ayna seterusnya dan apakah wanita itu akan sadar dengan niat buruk Adam kepadanya.
TOK
TOK
"Tuan. ini saya."
"Masuk."
CKLEK
seorang pria masuk ke dalam ruangannya. Ia mendekat ke meja Adam dengan beberapa dokumen yang ada di genggamannya.
"Ini beberapa dokumen yang sudah saya periksa."
"Oke. Letakkan di meja sini, nanti aku periksa kembali. Makasih Aris."
"Baik, Tuan. Saya izin pamit dulu."
Pria bernama Aris yang ternyata sekretaris adam itu, izin pamit keluar dari sana. Setelah sekretarisnya keluar, barulah ia mulai bekerja.
"Nanti aku pikirkan kembali si gadis kecilku itu. Yang penting, dia sudah menuruti perintahku."
***
Siang sudah menjelang. Tanda waktu istirahat makan siang. Semua karyawan Emanuella Corporation langsung menuju ke kantin kantor dan suasana di kantin itu begitu ramai.
Tapi, Adam tidak pergi ke kantin itu. Ia malah menetap di ruangannya dan memakan bekal buatan Ayna. Dengan lahapnya, ia memakan bekalnya sampai habis tidak bersisa.
"Aku sampai ngga sadar menghabiskan bekal buatannya. Rasanya... Benar-benar enak..."
Senyuman puas tercetak di wajahnya. Ia benar-benar menyukai masakan buatan Ayna.
"Hmmm, apa aku langsung pulang saja ya? Ah, toko kue yang kulewati tadi ada varian baru, coklat stroberi. Sekalian saja aku beli buat Ayna, mungkin dia akan menyukainya."
Segera, Adam membereskan barang-barangnya. Ia segera pulang ke rumah, sebelumnya ia akan pergi ke toko kue untuk membeli kue coklat stroberi untuk Ayna.
"Mungkin dia akan menyukainya..."
Bayangan Ayna memakan kue coklat stroberi dengan lahap kembali terbayang di benaknya. Sampai tak sadar dirinya tersenyum.
Saat Adam berjalan di sepanjang koridor kantor, beberapa karyawan memberi hormat kepada atasan mereka itu. Bahkan, mereka yang juga wanita terpesona dengan rupawan Adam. Tapi mereka juga tidak berani mendekatinya karena rumor buruk yang menyertai Adam.
"Lihat itu. Tuan Adam semakin menawan ya! Aaahhh benar-benar tampan!"
"Hooh, kamu benar! Tapi sayang, dia begitu. Juga, mana ada wanita yang dekat dengannya. Sudah pasti ia pergi dari kantor buat menemui 'kekasih lelakinya yang manis'."
"Sssttt pelankan suaramu!"
Adam mendengar bisikan itu, tapi ia tidak peduli. Sebenarnya bisa saja ia akan marah mendengar sindiran itu, tapi entah kenapa ia tidak ingin membuang tenaganya buat memarahi mereka balik. Ia tidak selera sekarang.
"Sekarang aku lebih berselera untuk bertemu Ayna. Kamu sekarang lagi apa, gadis kecil?"
***
"Assalamualaikum. Aku pulang."
Adam sudah pulang dari kantornya. Ia sudah sampai di rumah dan mengucapkan salam. Tidak ada jawaban, hanya keheningan yang terdengar. Dahi Adam mengernyit, bingung kenapa Ayna tidak menyambutnya seperti biasa.
"Waalaikumsalam, Tuan."
Tiba-tiba, Ayna muncul. Tapi dengan penampilan yang begitu berbeda. Jauh lebih berbeda daripada biasanya sampai Adam terdiam sejenak.
"Tuan. Sudah kembali dari kantor? Mau saya buatkan makan siang lagi?"
"Ayna."
"Ya?"
"Kamu pakai baju apa ini?!"
~Bersambung~