Menikah dengan lelaki yang dicintai, ternyata tidak menjamin kebahagiaan, ada kalanya justru menjadi luka yang tak ada habisnya.
Seperti halnya yang dialami oleh Raina Almeera. Alih-alih bahagia karena menikah dengan lelaki pujaan—Nero Morvion, Raina malah menderita karena hanya dijadikan alat untuk membalas dendam.
Walau akhirnya ... takdir berkata lain pada skenario yang dibuat lebih awal oleh Nero.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kerja Sama
Hari menjelang sore ketika Nero tiba di hotel tempatnya menginap. Itu pun dia tak punya waktu lama, sekadar cukup untuk membersihkan diri. Ada pertemuan penting yang tak bisa ditunda, karena orang yang akan ia temui juga sibuk dan sulit meluangkan waktu. Jadi, Nero tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada.
Sepuluh menit dari waktu yang telah dijanjikan, Nero sudah rapi dalam balutan pakaian formal. Sejenak ia mematut pantulan dirinya di depan cermin. Seolah mendapat kepuasan, ia pun tersenyum miring. Entah ia tujukan pada siapa senyum itu, tetapi cermin tempatnya berkaca pun tahu bahwa ada hal buruk yang tersirat di dalamnya.
Setelah merasa cukup dengan persiapannya, Nero keluar kamar dan bergegas turun. Tujuannya adalah restoran mewah yang tak jauh dari hotel tersebut.
"Silakan, Tuan. Teman Anda sudah menunggu di dalam," ujar pelayan ketika menyambut Nero.
Desa-han napas kasar keluar dari bibir Nero. Sedikit menyesal karena seseorang yang dia temui datang lebih dulu, padahal dirinya sudah berusaha secepat mungkin dalam bersiap. Nero khawatir keterlambatannya akan berpengaruh pada keputusan Barnard—pria yang akan ia temui di private room saat ini.
"Terlambat tiga menit. Kau sudah membuang waktuku." Pria berambut cokelat itu bicara tanpa menatap kedatangan Nero. Pandangannya justru terarah pada batang rokok yang terselip di jemarinya.
"Maaf, tadi ada sedikit kendala." Nero menjawab sembari duduk di depan Barnard.
Dalam sesaat, Barnard menatap Nero, yang kala itu mulai mengambil sebatang rokok dan menyulutnya.
"Waktuku tidak banyak. Katakan apa yang kau inginkan dariku?" tanya Barnard tanpa basa-basi.
Nero tersenyum. "Saya tertarik untuk membeli saham Anda di Kai Group."
Barnard mengernyitkan kening. Kai Group adalah perusahaan milik Kaisar—adik tirinya. Perusahaan yang saat ini menjalin kolaborasi produk dengan N&M milik Nero. Lantas, menginginkan saham miliknya, yang jumlahnya tak lebih dari 3 persen.
"Anda pernah menjadi orang penting di Kai Group. Seharusnya tidak sulit juga membujuk pemilik saham kecil lainnya untuk menjual sahamnya kepada saya," lanjut Nero, membuat Barnard makin merasa heran.
"Sebenarnya apa maumu? Kurasa kau tahu aku adalah orang hukum, dan masih berani memintaku berbuat curang?" ucap Barnard sesaat kemudian.
Nero menarik napas panjang. "Ini bukan kecurangan, hanya transaksi jual beli biasa. Menjual atau membeli saham bukan sesuatu yang melanggar hukum, kan?"
"Memang bukan. Tapi, aku tahu niatmu lebih dari itu. Kau ingin mengkhianati Kai Group?" Barnard bertanya dengan tatapan sinis.
"Bukan saya yang berkhianat. Tapi ... bisa saja mereka yang berkhianat. Bukankah dulu mereka juga mengkhianati Anda?"
Mendengar jawaban Nero, Barnard langsung membuang pandangan ke samping. Entah dari mana Nero tahu semua itu, yang jelas memang benar dirinya pernah dikhianati Kaisar dan Kai Group. Bahkan, saham yang kini masih dia pegang pun sebenarnya bukan sesuatu yang dia anggap berharga.
"Saya punya sesuatu untuk Anda," ujar Nero ketika Barnard masih diam.
Barnard kembali mengernyitkan kening, lalu mengambil alih sebuah amplop yang disodorkan Nero. Bukan uang, melainkan sebuah petunjuk dari kasus besar. Barnard sampai melihat berulang kali, demi memastikan kebenarannya.
"Jabatan Anda bisa naik jika berhasil menangani kasus itu," ucap Nero dengan tenang.
"Kau ... mendapatkan ini dari mana?"
"Dari sumber yang sangat akurat. Saya punya banyak bukti, dan jika Anda mau ... saya akan memberikannya untuk Anda," jawab Nero.
"Tapi, kau meminta imbalan? Ini yang katamu tidak curang?"
Nero menjentikkan abu rokoknya dengan santai. Lantas, menatap Barnard sekilas. "Ini kerja sama. Saling menguntungkan. Lagi pula ... mana mungkin orang sekelas Anda mengharap sesuatu yang gratis?"
Barnard tersenyum miring. "Keberanianmu sangat gila. Kau tidak takut aku justru memperkarakan sikapmu ini?"
"Menangkapku tidak sebanding dengan menangkap kasus besar itu. Jadi, apa gunanya menangkap saya?"
"Tapi dengan menangkapmu, aku bisa mendapatkan bukti dari kasus besar ini tanpa menuruti permintaanmu," ucap Barnard dengan tegas. Namun, Nero masih tetap tenang.
"Begitukah? Tapi, bagaimana kalau tawaran ini juga sampai ke rekan Anda dan mereka menerima dengan baik. Anda kehilangan kesempatan untuk naik jabatan. Sementara saya, tentu ada yang menjamin untuk bebas dari segala perkara. Bagaimana?" jawab Nero.
Barnard terkekeh-kekeh. "Kau memang licik. Tapi, baiklah, beri aku waktu dua minggu. Kau akan mendapat apa yang kau mau."
"Terima kasih, saya tunggu kabar baiknya." Nero mengangguk hormat, sedikit lega karena ternyata Barnard cukup mudah untuk diajak bekerja sama.
Dengan beban yang agak berkurang, Nero beranjak dan pergi meninggalkan ruangan itu.
Masih di tempat semula, Barnard memandangi kepergian Nero. Matanya memicing dan senyumnya terukir miring.
"Kaisar, aku sudah bisa menebak apa niatmu berkolaborasi dengan N&M. Tapi, sepertinya kau salah sasaran. Perusahaan yang mungkin kau anggap belum sebanding dengan Kai Group, ternyata seperti duri yang akan menusukmu dari dalam," gumam Barnard.
Bersambung...