Siapa sangka, Vanya gadis cantik yang terlihat ceria itu harus berjuang melawan penyakitnya. Dokter mengatakan jika Vanya menderita penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) yang terjadi akibat gangguan pada saraf motoriknya.
Segala pengobatan telah di upayakan oleh keluarganya, namun belum ada cara untuk bisa mengobati penyakit yang di derita Vanya. Ia yang sudah ikhlas menghadapi penyakit yang ia derita hanya bisa tersenyum di hadapan keluarganya. Walaupun begitu Vanya tetap melakukan aktivitas seperti gadis lainnya agar keluarganya tak terlalu mengkhawatirkan dirinya.
Siapa sangka pertemuannya dengan seorang pemuda bernama Shaka yang memiliki sikap dingin yang jarang berinteraksi dengan teman-temannya jatuh hati saat pertama kali melihat Vanya. Tanpa ia sadari wanita yang ia sukai sedang berjuang melawan penyakitnya.
Mampukah Shaka menjadi penyemangat Vanya di saat ia mulai down? Yuk nantikan kelanjutannya.
Siquel dari Novel yang berjudul "Cerita Kita"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Vanya yang sudah satu jam setengah terkurung di toilet lama kelamaan merasakan tubuhnya mulai kaku dan kram. Ia mulai kesulitan berdiri, hingga Vanya terjatuh di depan pintu toilet. Walaupun begitu, Vanya tak mau menyerah, dengan sisa tenaganya, Vanya terus mencoba berteriak walaupun terdengar lirih.
"To-long A-nya!"
Bugh!
Suara terbentur keras di kamar mandi terdengar oleh seseorang, saat orang itu melewati kamar mandi.
Tok!
Tok!
Tok!
"Ada orang di dalam?"
Tak ada lagi suara terdengar. Mahasiswa yang kebetulan lewat itu sebenarnya ingin mengabaikan saja. Namun ia begitu penasaran. Dia memang mendengar seperti ada suara keras seperti orang terjatuh.
Ia mencoba memutar handle pintu toilet, namun terkunci. Kebetulan sekali ia melihat satpam berkeliling dan meminta untuk membukakan toilet tersebut. Saat pintu toilet di buka, mereka begitu terkejut melihat seorang mahasiswi sudah tak sadarkan diri.
"Astaga mas, ada yang pingsan. Mbak Vanya ini teh." Siapa yang tak kenal dengan Vanya, dengan keunikannya yang selalu menggunakan sepatu roda.
Tanpa menunggu, si pemuda langsung menggendong Vanya dan membawanya ke klinik terdekat.
"Pak, jika ada yang mencari wanita ini, katakan saya membawanya ke klinik terdekat. Kalau begitu saya pergi dulu pak, terimakasih sebelumnya."
Satpam itu melihat taksi yang membawa Vanya dan pemuda yang menolong Vanya hingga menghilang dari pandangan. Lalu ia kembali berkeliling kampus untuk memastikan keamanan kampus.
Taksi tiba di klinik dan pemuda itu kembali menggendong Vanya menuju UGD. Ia terlihat panik sekaligus iba dengan wanita yang baru saja menimpa hal buruk tersebut. Ia yakin ada orang yang memang sengaja mengunci Vanya di toilet.
"Anda walinya? Atas nama siapa?"
"Shaka dok. Bagaimana ke adaannya?"
Dokter menjelaskan jika Vanya sepertinya memang mengalami penurunan fungsi otot dan sering melemah secara tiba-tiba. Namun ia belum bisa menjelaskan secara signifikan. Mungkin saja praduga nya salah. Vanya harus di bawa ke rumah sakit besar.
Setelah menjelaskan, dokter meninggalkan ruangan Vanya. Ya, Vanya sudah di pindahkan ke ruang perawatan. Shaka duduk di samping Vanya dan menatap wajah cantik Vanya. Ada rasa iba dan khawatir saat melihat ke adaan Vanya yang pucat pasi.
"Untuk kesekian kalinya kita bertemu. Dan saat ini aku menemukan kamu dalam ke adaan tak sadarkan diri. Apa sebelumnya kamu memang sakit? kenapa dokter mengatakan bahwa kamu harus di bawa ke rumah sakit besar untuk pemeriksaan lebih lanjut?" Shaka bermonolog.
Ia yang bisanya cuek dan tidak terlalu memperdulikan orang di sekitarnya. Namun kali ini perasaannya merasakan hal yang berbeda. Ia seolah tak bisa mengabaikan Vanya. Matanya tak lepas memperhatikan wajah cantik di hadapannya.
"Engh, Anka!" Vanya akhirnya sadar, dan saat ia membuka mata, Vanya kaget karena di sisinya ada sosok lelaki yang tak ia kenal. Namun mata itu seolah mengingatkan ia pada seseorang.
"Anka?" lirih Shaka yang hanya ia saja yang mendengarnya.
"Kamu sudah sadar? Maaf, saya tadi menemukan kamu pingsan di toilet. Makanya saya bawa kamu ke sini." Shaka yang biasanya berbicara tegas, kali ini melembut. Vanya seolah wanita yang tak bisa di tegaskan. Ia memang sering melihat Vanya mengenakan sepatu rodanya di kampus. Bahkan bayang-bayang Vanya sebenarnya selalu lewat di ingatannya sejak mereka pertama kali bertemu.
"Terimakasih sudah menolong saya." Vanya tampak menghela nafas. Ia baru sadar ternyata ia tidak memiliki handphone, karena handphone-nya tinggal di dalam tas. Sekarang bahkan sudah pukul Tiga, pasti teman-teman dan saudaranya sudah mencari dirinya.
"Apa kamu membutuhkan sesuatu?" Shaka kembali bertanya. Vanya mengangguk dan meminjam handphone milik Shaka.
"Apa boleh saya pinjam handphone kamu? Saya takut teman dan saudara saya mencari saya. Karena seharusnya saya sudah pulang sejak tadi."
Tanpa menjawab, Shaka mengeluarkan benda pipih itu dari dalam saku jaketnya. Namun saat Vanya ingin mengambil handphone itu, tangannya seolah sulit untuk di gerakkan. Namun ia begitu bingung menjelaskan kepada lelaki yang bernama Shaka. Shaka yang memperhatikan Vanya, kebingungan karena Vanya diam saja.
"Ini, tidak jadi?"
"Boleh tolong tekankan nomornya. Tangan saya tiba-tiba kram." Vanya terpaksa berbohong.
Shaka menekan angka yang di sebutkan oleh Vanya. Agak lama panggilan itu di angkat, hingga terdengar suara seorang pria.
"Assalamualaikum, siapa ini?" ~Vanka
"Wa'akaikumsalam, Anka, ini Anya. Anka jemput Anya sekarang ya di klinik dekat kampus kita."
Panggilan terputus setelah Vanya mengucap salam. Shaka bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Siapa yang di telfon oleh Vanya? mereka terdengar sangat akrab. Bahkan Shaka dapat merasakan ke khawatiran lelaki di seberang sana. Suara Vanya juga terdengar manja saat berbicara dengan lelaki yang di panggil Anka.
Tak lama Vanka datang bersama ke dua sepupunya. Vanka langsung masuk ke ruang perawatan Vanya dan memeluk adiknya itu. Ia begitu khawatir saat dengan kondisi Vanya.
"Adek kenapa bisa tiba-tiba ada di sini?" Vanya terdiam beberapa detik. Hingga akhirnya ia jujur dan menceritakan semua yang telah menimpa dirinya.
Shaka, Hasbi dan Hanan yang mendengar cerita Vanya terlihat menahan amarah. Mereka yang selalu menjaga Vanya selama ini, dengan beraninya ada yang menjahati Vanya seperti saat ini. Vanka berjanji dengan dirinya sendiri untuk mencari pelaku yang telah mengunci adiknya di toilet kampus.
"Siapa yang membawa adek ke sini, hem?"
Vanka tak melihat siapapun di sana. Tidak mungkin adiknya sendirian ke klinik, pasti ada yang membawa Vanya. Bahkan Vanya menelfon dirinya dengan nomor orang lain.
Shaka memang sudah meninggalkan klinik lima menit lebih cepat. Bukan tak ingin menunggu Vanya sampai keluarganya tiba, namun ia harus bekerja di cafe papa Zehan.
"Tadi ada seseorang yang membawa Vanya ke sini. Tapi Vanya lupa menanyakan namanya. Dia sepertinya juga mahasiswa di kampus kita. Andaikan tidak ada dia, Vanya tidak tahu akan jadi seperti apa." Vanya bersyukur di temukan oleh seseorang. Lain kali jika bertemu, mungkin Vanya akan mengungkapkan rasa terimakasihnya. Vanka pun sepertinya juga berpikiran yang sama dengan Vanya.
"Teh, apa ada yang sakit?" Hanan tampak khawatir dengan kakaknya. Vanya menggeleng pelan. Tadi tangannya memang sempat keram dan sulit untuk di gerakkan. Namun kini semuanya terasa normal.
"Aman dek, teteh baik kok." Vanya selalu memanggil si bungsu adek. Baginya, wajah Hanan yang terlihat baby face masih seperti murid sekolahan. Namun Hanan tampak tak suka di panggil adek oleh kakaknya itu.
"Teteh mah, udah Hanan bilang, jangan panggil adek terus. Hanan sudah dewasa loh teh!" Ia tampak cemberut, Vanya dan Vanka hanya terkekeh. Sedangkan Hasbi mengusak rambut adiknya itu.
"Hais, kamu juga Bi, jangan elus kepala aku terus, kita cuma beda beberapa jam saja!" Hasbi tak perduli, ia memang merasa Hanan masih seperti bayi, walaupun penampilan Hanan kayaknya seperti pria dewasa, namun sifatnya terkadang seperti anak-anak.
"Kamu mah memang bayi kita, ya nggah teh, A!" Mereka tertawa secara bersamaan, membuat Hanan semakin cemberut saja di buatnya.
......................
...To Be Continued ...
kalau shaka anak siapa ya thor?