Melawan Luka

Kapal pun kini berhenti di pelabuhan Bakauheni Lampung, lalu bus yang mereka tumpangi melaju dan berhenti di terminal Rajabasa, di tengah-tengah kerumunan penumpang yang hendak menuruni bus dengan cara berdesakan di sini Seno mulai tergerak melindungi istri dan anaknya dari kerumunan orang-orang tersebut hingga membawanya menepi di tempat yang jauh dari kebisingan.

setelah itu barulah Seno menelpon seorang teman sekolahnya dulu yang sekarang tinggal di pulau Sumatera ini, kalau menurut kabar yang di dengar temannya ini sudah sukses menjadi pengusaha sawit di kota ini.

  "Halo assalamualaikum Gilang," ucap Seno ketika telepon sudah di angkat.

  "Walaikumsalam Sen, gimana sudah sampai pelabuhan belum?" tanya seorang teman dari seberang sana.

  "Sudah ini malahan aku sudah nyampe terminal Lang," sahut Seno.

  "Ok bentar ya, aku mau bawa mobil dulu tunggu aku datang," papar Gilang.

  Setelah menelpon temannya itu, Seno menatap istri dan anaknya, dia merasa sangat bersalah sudah membuat mereka berdua hidup dalam bahaya seperti ini, apa mungkin dengan mengandalkan dirinya saja dia bisa melindungi mereka berdua, mungkin sepertinya Seno akan meminta bantuan kepada temannya itu untuk melindungi istri dan anaknya.

  Tidak lama kemudian mobil yang dia tunggu kini sudah berhenti dihadapannya, segera pria berkacamata hitam itu menuruni mobilnya untuk menyapa sahabat karibnya itu.

  "Hai Seno," seru Gilang sambil memeluk teman lamanya, "ini istri dan juga bayimu yang kamu ceritakan itu?" tanya Gilang kepada temannya itu.

  "Iya Lang, ini istri dan anakku," sahut Seno.

  "Ya sudah mari masuk, kita bicara di rumah nanti saja ya," ucap Gilang yang di angguki oleh Seno.

 Mobil pun mulai melaju dengan kecepatan sedang, pemandangan kota yang begitu indah serta bangunan gedung pencakar langit yang tidak terlalu banyak seperti di Jakarta ini mampu memberikan kesan yang begitu indah nan eksotis, mobil masih terus melaju hingga berhenti di sebuah desa yang cukup ramai di tumbuhi oleh lautan pohon sawit.

Di sini rumah masih bisa di hitung dengan hitungan jari, tapi di antara rumah-rumah para tetangga, rumah Gilang termasuk rumah yang paling mewah dan megah bahkan berlantai dua berbeda dengan rumah warga lainnya yang bisa di bilang sederhana.

"Ayo silahkan masuk," ucap pria tampan itu.

"Terima kasih Lang," sahut Seno sambil menggandeng tangan sang istri.

******

Sedangkan di pulau Jawa tepatnya di kota Surabaya seorang pemuda sedang memikirkan nasib bayi yang beberapa hari lalu dia tolong itu, di dalam hatinya dia begitu iba dan merasa tercubit hatinya jika mengingat kejadian itu, beruntung sang ayah kandung mau bertanggungjawab, jikalau tidak pasti dirinya yang akan mengambil peran itu.

"Di manapun tempat barumu, semoga kamu berada di lingkungan yang aman, maaf ya om hanya bisa menolong mu semampunya," monolog Adli.

Sedangkan di keluarga Seno hari ini Ayah dari Seno sudah mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari anaknya itu, dan berita yang terakhir di dengar dari salah satu anak buahnya, kalau Seno sudah berhasil pergi dari pulau Jawa menuju pergi ke pulau Sumatera.

Hal itu yang membuat orang tuanya semakin geram dan berjanji akan menemukan anaknya itu, dalam keadaan apapun bahkan mereka sudah bertekad untuk memisahkan keduanya apapun yang terjadi, intinya pihak dari keluarga Seno tidak ingin kalau sampai anaknya itu mencoreng nama baik keluarga apalagi jika perjodohan itu sampai gagal.

"Awas saja kamu Seno, pergilah sampai ke ujung dunia Papamu ini pasti bisa menemukan keberadaan mu, jangan coba-coba bermain-main denganku, kamu bukan lawanku!" geram pria paruh baya itu.

*****

Setelah datang dari rumah Gilang, mereka bertiga kini sudah berada di rumah sederhana milik Gilang yang dengan kerendahan hatinya menyuruh mereka untuk menempati rumah ini yang lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah Gilang.

"Mas, temanmu itu begitu baik," ucap Shafina yang merasa bersyukur dirinya bisa tinggal di rumah yang cukup nyaman seperti ini.

"Iya Sayang, dia memang salah satu sahabat terbaikku," sahut Seno sambil mengambil alih anaknya dari tangan istrinya.

Malam pun mulai menyapa, pekatnya awan kelabu kini mulai menyelimuti langit, di pulau Sumatera ini sepasang suami-istri muda tengah membicarakan tentang kelanjutan hidupnya di esok hari, Seno sudah ada rancangan kalau dirinya akan bekerja ikut dengan sahabatnya itu, sedang Shafina ibu muda itu ingin sekali membuka toko kelontong di depan rumahnya.

"Sayang, insyaallah besok Mas, sudah di ajak kerja oleh Gilang, jadi kamu gak apa-apa kan mas tinggal cuma berdua dengan anak kita," terang Seno.

"Gak apa-apa Mas, insyaallah aku di sini bisa jaga diri," sahut Shafina, yang memang sudah tahu kalau suaminya itu akan bekerja.

"Sayang, sini tidur di samping Mas," ajak Seno sambil merentangkan tangannya untuk batal istrinya.

"Mas, nanti kalau Chantika sudah umur berapa bulan gitu, aku ingin membuka usaha kecil-kecilan saja di depan rumah," pinta istri kecilnya itu.

"Jangan dong Sayang, aku ingin kamu fokus saja dengan Chantika," tolak Seno.

"Ya tapi, aku juga ingin berpenghasilan Mas, agar bisa bantu-bantu suami," sahut Shafina.

"Sayang, tugasmu itu hanya fokus melayani suami," pinta Seno.

"Iya sudahlah, tapi besok kalau Chantika sudah benar-benar besar aku ingin membuka toko kelontongan," kekeh Shafina.

"Kalau nanti di saat anak kita sudah besar boleh-boleh saja, tapi untuk sekarang jangan dulu ya," ucap Seno.

Karena sudah lelah akhirnya mereka mulai terlelap dalam tidurnya hingga pagi pun menyapa, suara sayup-sayup azan masih terdengar, segera Shafina membangunkan suaminya itu untuk melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.

"Mas, ayo bangun shalat Subuh dulu," ucap Shafina begitu lembut.

"Baik Sayang," sahut Seno dengan suara khas orang bangun tidur.

Seno pun, langsung melangkahkan kakinya di kamar mandi, sebagai hamba yang banyak melakukan dosa dia sangat sadar betul, kalau kali ini sedikit demi sedikit dia akan merubah kehidupannya itu, apalagi sekarang dirinya sudah memiliki anak dan juga istri yang akan dia jaga, disisa usianya ini.

"Ya Allah hamba tidak pernah tahu batas usiaku ini sampai mana, yang jelas hambamu ini banyak-banyak mengucapkan terima kasih atas segala jalan yang sudah kau berikan ini, berkat Shafina aku jadi sadar, kalau untuk saat ini dunianya adalah aku, laki-laki yang pernah merusak kehidupannya yang sekarang sudah menjadi suaminya, untuk itu selalu bimbing hambamu ini Ya Rob," pinta Seno.

Seno merasa terselamatkan sudah memilih Shafina dan juga bayinya, tidak tahu kenapa dia yang awalnya termakan omongan ibunya untuk lari dari tanggung jawab, tiba-tiba saja dirinya memiliki keberanian untuk menentang orang tua yang menurutnya sudah salah jalan itu.

Catatan penulis:

Akhirnya bisa up setelah beberapa hari, maaf ya kakak-kakak untuk yang kesekian kalinya,🙏🙏🙏❤️❤️❤️❤️