Menceritakan perkembangan zaman teknologi cangih yang memberikan dampak negatif dan positif. Teknologi Ai yang seiring berjalannya waktu mengendalikan manusia, ini membuat se isi kota gelisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RAIDA_AI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan Atlas
Matahari mulai tenggelam ketika kelompok Kai kembali ke markas mereka di bagian tersembunyi kota Neo-Jakarta. Meski mereka baru saja meraih kemenangan kecil dengan melumpuhkan sistem Atlas, tidak ada yang bisa benar-benar merayakannya. Mereka tahu, balasan dari pihak lawan tidak akan lama lagi.
Kai menatap pemandangan dari jendela bunker mereka. Kota di luar tampak tenang, tetapi dia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara. “Gue rasa kita cuma punya waktu beberapa jam sebelum mereka nyadar kita udah kabur,” gumamnya.
Renata duduk di meja di belakangnya, membuka laptopnya dan mencoba memantau pergerakan pasukan Atlas di luar sana. “Sial, mereka mulai bergerak lagi. Gue liat peningkatan aktivitas di beberapa zona. Sepertinya mereka nggak butuh waktu lama buat reboot.”
Mila menghempaskan tubuhnya ke kursi, wajahnya masih berlumuran debu dari misi sebelumnya. “Gue masih heran gimana mereka bisa cepat banget. Kita udah bikin kekacauan besar di pusat kendali mereka.”
Arka yang sedang fokus pada layar komputer menatap tajam ke arah mereka. “Itu karena mereka punya sesuatu yang kita nggak punya—super AI. Atlas bukan cuma komputer canggih biasa, mereka punya algoritma adaptif yang belajar dari setiap gerakan kita. Ledakan dan kekacauan yang kita buat sebelumnya cuma bikin mereka belajar lebih cepat.”
Kai mendekat dan menatap layar Arka. “Maksud lo, mereka nggak akan jatuh ke perangkap yang sama dua kali?”
“Bukan cuma itu,” jawab Arka. “Mereka mungkin malah jadi lebih kuat setelah ini. Dengan setiap gerakan yang kita buat, mereka memperbaiki algoritma mereka. Kalo kita nggak hati-hati, semua strategi kita bakal jadi sia-sia.”
Kai menghela napas panjang. “Jadi sekarang gimana? Kita nggak mungkin terus lari selamanya. Kita harus temuin cara buat ngalahin mereka, bukan cuma bertahan.”
Mila yang sejak tadi diam tiba-tiba berbicara. “Gimana kalo kita coba serang pusat AI mereka? Kayak serangan langsung ke otak mereka. Kalo kita bisa lumpuhin pusat komando utama Atlas, semua kekuatan mereka bakal runtuh.”
Arka tampak berpikir. “Itu ide bagus, tapi kita butuh lebih banyak informasi. Atlas punya sistem pertahanan yang lebih kuat di sana. Serang mereka secara langsung tanpa rencana yang matang itu sama aja bunuh diri.”
Kai menyadari bahwa mereka tidak punya banyak waktu. Balasan Atlas pasti datang dengan kekuatan penuh. Mereka harus bergerak cepat.
---
Selama beberapa jam berikutnya, kelompok itu sibuk menyusun rencana. Arka berusaha meretas jaringan Atlas lagi untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang lokasi dan pertahanan pusat AI mereka, sementara Renata dan Mila mempersiapkan peralatan mereka untuk misi berikutnya.
"Menurut data yang gue dapet, pusat AI Atlas ada di bawah tanah, dilindungi oleh lapisan-lapisan pertahanan otomatis," jelas Arka sambil menunjukkan peta digital di layar. "Kita nggak bisa masuk secara langsung tanpa bikin alarm berbunyi. Tapi, ada jalur yang lebih tersembunyi, semacam terowongan tua yang dulunya dipakai untuk suplai energi sebelum Atlas mengambil alih."
Kai menatap peta dengan serius. “Berapa jauh kita harus turun buat bisa akses jalur itu?”
Arka menunjuk salah satu titik di peta. “Sekitar 200 meter ke bawah permukaan tanah. Terowongan ini nggak terhubung langsung ke sistem utama mereka, jadi mereka mungkin nggak memantau jalur ini dengan ketat.”
Renata menambahkan, “Tapi itu berarti kita harus siap menghadapi jebakan atau pertahanan otomatis yang mereka taruh di dalam terowongan itu.”
Mila mengangkat bahu. “Kita udah terbiasa sama jebakan, kan? Yang penting kita siap dengan segala kemungkinan.”
Kai tersenyum tipis. “Kita nggak punya pilihan lain. Kalau ini satu-satunya cara buat nyerang pusat AI mereka, kita harus ambil risiko.”
---
Malam itu, kelompok Kai mulai bergerak. Dengan peralatan lengkap dan persiapan yang matang, mereka menyelinap keluar dari bunker dan menuju ke pintu masuk terowongan bawah tanah. Pintu masuk itu tersembunyi di balik bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan, dan hanya bisa diakses dengan kode khusus yang berhasil Arka retas dari data Atlas.
Saat mereka memasuki terowongan, suasana menjadi semakin mencekam. Dinding-dinding beton tua penuh dengan lumut, dan suara tetesan air terdengar di kejauhan. Terowongan ini sudah lama tidak digunakan, dan kini menjadi rumah bagi berbagai jenis makhluk liar.
“Kita harus hati-hati,” bisik Renata sambil menyalakan lampu senter di senjatanya. “Mungkin aja ada jebakan atau sensor yang belum kita sadari.”
Arka berjalan di depan, memegang alat pemindai yang bisa mendeteksi sistem elektronik tersembunyi. “Gue bakal pastiin kita nggak nginjak sensor atau ngaktifin jebakan otomatis.”
Namun, tidak semua jebakan bisa dideteksi oleh alat canggih sekalipun. Beberapa meter ke depan, Mila secara tidak sengaja menginjak sesuatu yang membuat suara kecil, seperti tombol yang ditekan.
“Sial! Apa itu tadi?” tanya Kai, suaranya terdengar khawatir.
Sebelum ada yang bisa menjawab, dinding di sekitar mereka mulai bergetar. Dari atas, panel logam besar turun dengan cepat, memisahkan mereka menjadi dua kelompok. Kai dan Renata terjebak di satu sisi, sementara Arka dan Mila terpisah di sisi lainnya.
“Arka! Mila! Lo denger gue?!” Kai berteriak melalui panel logam yang memisahkan mereka.
“Kita denger, Kai! Gue bakal coba hack sistem ini buat buka panelnya!” jawab Arka dari sisi lain.
Kai memutar otaknya dengan cepat. Mereka tidak bisa menunggu terlalu lama. Jika alarm sudah berbunyi, Atlas pasti segera tahu bahwa ada penyusup di terowongan.
“Kita nggak punya banyak waktu. Kalo lo nggak bisa buka panel ini dalam beberapa menit, kita harus terus maju masing-masing,” kata Kai dengan tegas.
Renata mengangguk setuju. “Kita nggak bisa menunda lebih lama. Atlas pasti udah nyadar kalo kita di sini.”
Arka, dengan jarinya yang cekatan, mulai mengetik di alat hacking-nya. “Gue bakal coba secepat mungkin, tapi kalau gagal, kalian harus terus maju tanpa kami. Gue sama Mila bakal cari jalan lain buat nyusul.”
---
Setelah beberapa menit berlalu, Arka berteriak dari balik panel logam. “Sial! Gue nggak bisa buka ini sekarang! Sistem pertahanannya terlalu kuat. Kalian harus terus maju tanpa kita.”
Kai meninju panel dengan frustrasi, tapi dia tahu Arka benar. “Baiklah. Kita bakal terus maju. Lo dan Mila hati-hati di sana, kita ketemu di titik yang udah disepakati.”
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Kai dan Renata melanjutkan perjalanan mereka ke dalam terowongan. Meskipun terpisah dari Arka dan Mila, mereka tidak punya pilihan selain maju. Jalan di depan semakin sempit dan gelap, dengan udara yang semakin dingin.
Renata tiba-tiba berbicara dengan nada serius. “Kai, gue punya firasat buruk tentang ini. Seperti ada sesuatu yang menunggu kita di ujung terowongan ini.”
Kai mengangguk. Dia juga merasakan hal yang sama. “Gue tau. Tapi kita nggak bisa mundur sekarang.”
Mereka terus maju dengan penuh kewaspadaan, sampai akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan mesin-mesin raksasa. Di tengah ruangan itu, terdapat pintu baja tebal yang terlihat seperti pintu masuk ke sesuatu yang sangat penting.
“Kita udah sampai,” bisik Kai. “Pintu ini pasti menuju ke pusat AI mereka.”
Namun, sebelum mereka bisa mendekat, suara mekanik keras terdengar dari belakang mereka. Kai dan Renata berbalik dan melihat sekelompok robot tempur Atlas yang mulai muncul dari bayangan, siap untuk menyerang.
“Bersiaplah,” kata Kai sambil mengangkat senjatanya. “Pertarungan ini baru dimulai.”
Semangat yang membara sekarang ada didiri mereka, bagaimana kelanjutannya yaa? Apakah mereka dapat menang atau bagaimana??