NovelToon NovelToon
[1] 5th Avenue Brotherhood

[1] 5th Avenue Brotherhood

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: BellaBiyah

5 anggota geng pembuli baru saja lulus SMP dan kini mereka berulah lagi di SMK!

Novel ini merupakan serial pertama dari "5th Avenue Brotherhood". 5th Avenue Brotherhood atau yang sering dikenal dengan FAB adalah geng motor yang terdiri dari 5 orang remaja dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Jesika. Seorang gadis yang merupakan anak kandung dari kepala sekolah dan adik dari pendiri FAB itu sendiri. Sayangnya, Jesika tidak suka berteman sehingga tidak ada yang mengetahui latar belakang gadis ini, sampai-sampai para member FAB menjadikannya target bulian di sekolah.

Gimana keseruan ceritanya? Silakan baca sampai bab terakhir 🙆🏻‍♀️ update setiap hari Minggu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10. Bayar atau Nambah

Masih di depan tukang bakso. Jesika merogoh isi dalam tasnya untuk mengambil kunci motor, namun ia menyadari sesuatu. Ponsel miliknya tertinggal di sekolah. Kali ini tak ada kalimat umpatan yang keluar dari mulutnya. Hanya sebuah hembusan napas berat dan melaju kembali ke sekolah.

"Semoga belum ada yang nyomot. Pokoknya yang nyolong HP gue, gue sumpahin jadi Gurita!" Jesika berlari di koridor sekolah menuju kelasnya.

Sesampainya di ruangan itu, Jesika melihat Toleh yang tengah duduk di atas meja sambil bermain ponsel. Jesika dengan cepat mengecek kolong mejanya, namun ponsel milik gadis itu sudah tidak ada di sana.

"Tol! Lo liat HP di sini, nggak? Anjir HP gue hilang!" pekik Jesika.

Toleh menghampirinya dan memberikan ponsel tersebut kepada si empunya.

"Lo bongkar ya isinya?" tudah Jesika.

Toleh berdiri di hadapan gadis yang sedang sibuk mengecek ponsel itu. Tiba-tiba ....

~Hup!

"Ke—kenapa? Lo kenapa?" tanya Jesika tergagap. Tak mendapat jawaban, Jesika mendorong tubuh Toleh untuk menjauh, namun pelukan itu semakin erat. "Lo kenapa sih?! Gue nggak bisa napas!"

"Diem!" bisiknya yang mampu membuat Jesika mematung. Tangan besar milik Toleh mengusap kepala Jesika sembari memeluknya.

Berangsur-angsur Jesika merasa terbuai. Ini kali pertama. Ada seorang pria selain Rian yang memperlakukannya seperti ini. Bahkan ayahnya sendiri tidak pernah mengusap kepala dan memeluknya. Jesika kembali mengingat sang ayah. Mengingat setiap adegan saat-saat ibunya menderita dan ayahnya berbahagia bersama wanita lain. Tanpa sadar, air mata Jesika menetes.

Toleh hendak melepaskan pelukannya, namun kali ini Jesika yang memeluknya dengan erat dengan menempelkan wajahnya di dada Toleh. Jesika tak ingin seorang pun melihat dirinya sedang menangis. Menjadi kuat sedari kecil adalah Jesika. Dan kali ini, Jesika sedang tidak menjadi dirinya sendiri.

Memeluk diri sendiri, itu hal yang sudah biasa ia lakukan. Namun, kali ini ada seorang pria yang membuatnya mampu melepaskan semua emosi yang selama ini Jesika pendam.

Rasa benci itu benar-benar nyata. Benci pada semua hal yang terjadi di hidupnya. Jesika merasakan itu dan melebur menjadi air mata.

"Lo mau hutang lo nambah?" tanya Toleh.

Jesika tak memperdulikannya. Ia tetap menangis tanpa suara dan Toleh belum menyadari itu.

"Sorry, tadi gue baca chattan lo sama bokap lo," ucapnya.

Jesika menghela napas demi menetralkan gejolak emosinya. "Gue benci bokap gue," ucapnya dengan suara parau.

Toleh baru menyadari bahwa gadis itu menangis. Ia kembali memeluk dan mengusap kepala Jesika.

"Kalo lo mau bilang ke anak-anak FAB, boleh kok. Biar mereka nggak takut buat ngebuli gue. Lagian bokap gue juga nggak peduli gue ngapain aja di sekolah," ucap Jesika lagi.

"Mereka nggak takut meskipun lo anak kepala sekolah. Yang bikin takut itu lo adeknya Bang Rian," balas Toleh.

"Tapi, kan Bang Rian pernah bilang, lo semua nggak boleh nyentuh gue. Kenapa lo malah meluk gue?" tanya Jesika membuat alis Toleh naik sebelah.

"Gue keinget seseorang," jawabnya.

"Mantan lo?" tanya Jesika lagi sambil mengusap mukanya ke baju seragam Toleh agar air mata itu tak dilihat siapapun. Toleh hanya berdehem sebagai jawaban "iya".

"Lo sendiri, kenapa nangis?" tanya Toleh.

"Gue lagi banyak pikiran aja. Pas aja timingnya buat nangis."

"Nangis pake timing?"

"Iya! Nangis sambil dipeluk orang itu rasanya bikin lega."

"Sekarang kan lo udah nggak nangis, kenapa masih meluk?"

"Mata gue masih basah. Ntar lo ngeliat muka gue jelek!"

"Emang lo pernah cantik?"

Dengan gemas Jesika mencubit punggung pria itu dan kembali membenamkan wajahnya di dada Toleh. "Lo juga pernah nangis sambil meluk gue pas ...." Toleh membenamkan wajah Jesika lebih dalam agar gadis itu tak melanjutkan kalimatnya.

"Malu kan lo kalo inget? Udah tau tangan gue keseleo, malah dipeluk kuat banget sambil nangis lagi," oceh Jesika.

"Karena lo meluk gue sambil nangis dan bikin baju gue lecek, hutang peluk lo jadi sepuluh!" ucap Toleh sambil terkekeh.

"Ya udah nggak apa-apa, cuma sepuluh doang," ucap Jesika dan kembali mengusap-usap wajahnya dengan baju Toleh. Pria itu semakin terkekeh melihat tingkah Jesika.

"Sebenarnya, gue bukan mau meluk lo tanpa alasan. Itu cuma sebagai bentuk rasa penyesalan gue sama Jenita. Soalnya, selama pacaran sama dia, gue nggak pernah dengerin kata dia. Dan gue sering marah ke dia," ucap Toleh.

"Tapi lo nggak boleh sering-sering meluk gue! Ntar lo malah jadi suka sama gue!" bantah Jesika.

"Gue nggak meluk lo! Gue nagih hutang!" tegas Toleh.

"Halah, akal-akalan lo doang! Biar bisa meluk gue!"

"Kan lo yang duluan meluk gue. Lo juga yang duluan nyium gue, dua kali lagi. Bibir sama pipi," ucap Toleh membuat Jesika mendongak menatapnya dengan bibir jengkel.

"Kan gue udah bilang kalo itu nggak sengaja!" omelnya.

Toleh menatap lekat wajah Jesika dan membayangkan bahwa gadis yang berada di pelukannya itu adalah Jenita.

"Jes," panggilnya pelan.

Jesika tak memberikan jawaban karena dia benar-benar sudah berada di depan wajah Toleh yang menunduk menatapnya.

Perlahan Toleh mendekatkan wajahnya, namun Jesika lebih dulu menunduk dan memeluknya dengan erat. Seolah ia tak ingin ciuman itu kembali terulang. Toleh menghela sambil tersenyum jengkel.

"Kayaknya lo mulai nyaman ya di pelukan gue?" tanya Toleh.

"Nyaman sih, tapi kalo inget ini dihitung hutang .... Nggak lagi-lagi deh!" balas Jesika melepas pelukan tersebut.

***

"Dek! Adek!" teriak Rian membuka pintu kamar Jesika yang ternyata adiknya tersebut sedang mandi.

Ponsel Jesika berdering akibat panggilan seseorang tertulis di sana Wandra. Rian menjawab panggilan tersebut.

"Halo, Jes! Kapan lo mau balikin buku catatan gue? Lo kira gue ngasih bukunya sedekah?! Balikin!" omel Wandra.

"Catatan yang mana?" tanya Rian.

"Eh. Eh. Halo? Ini Bang Rian?" tanya Wandra gelagapan.

"Buku catatan yang mana?" tanya Rian lagi.

"Catatan matematika, Bang. Waktu Jesika tangannya sakit, gue pinjemin catatan buat dia salin kalo udah sembuh," jawab Wandra sungkan.

"Besok gue suruh Jesika bawa," ucap Rian mengakhiri panggilan tersebut.

Rian hendak menaruh kembali ponsel tersebut namun geraknya terhenti sebab ada satu chat yang menarik perhatiannya.

"Jesika punya hutang? Buat apaan dia minjem duit? Siapa lagi nih yang namanya Squidward?" gerutu Rian dan menyalin nomor tersebut ke ponselnya.

"Mau ngapain, Bang?" tanya Jesika yang baru keluar dari kamar mandi dengan baju tidur dan mengacak rambutnya agar lebih cepat kering.

"Kamu punya hutang sama siapa, Dek?" tanya Rian.

"Hah?!" Jesika langsung mengambil ponselnya dan langsung mengetahui apa yang Rian maksud. "Oh ini, Toleh bang," jawabnya.

"Hutang berapa?" tanya Rian lagi.

"Dua ratus ribu, buat bayar Kas Kelas," jawab Jesika berbohong.

***

Keesokan harinya, Jesika diantar oleh Rian ke sekolah. Bertepatan dengan sampainya mereka di sana, Toleh menurunkan laju kecepatan motornya di depan gerbang.

"Leh!" panggil Rian membuat pria itu berhenti dan membuka helmetnya. Tak lupa mencium punggung tangan Rian. "Jesika punya hutang sama lo?"

Toleh langsung menoleh pada Jesika, dan gadis itu memberi isyarat dengan anggukan pelan.

"Iya, Bang. Kenapa?" tanya Toleh.

"Ini hutangnya gue lunasin. Besok-besok kalo Jesika minjem duit lagi, lo bilang ke gue aja. Atau kalo dia punya hutang sama orang lain, lo kasih tau gue juga ya?" ucap Rian menyodorkan dua lembar uang seratus ribu.

Toleh enggan mengambil uang tersebut. Matanya masih menancap pada Jesika yang mengisyaratkan untuk mengambilnya.

"Atau kurang ya? Berapa sih hutang adek gue?" tanya Rian.

"Hutangnya bukan duit, Bang," jawab Toleh.

Seketika itu mata Jesika membulat sempurna.

1
Iam-aam
Haris pawang ngadem
Iam-aam
tolol lo yg tolol bjir
Iam-aam
Berapa bang* kasar bjir le
Ciret
next kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!