[1] 5th Avenue Brotherhood

[1] 5th Avenue Brotherhood

1. Prolog

"Lo buta ya?!" teriak seorang pria sembari menunjuk ke wajah gadis yang sudah tersungkur di parkiran sekolah. Tampak jelas bahwa rok panjang abu-abu milik gadis itu sobek di jahitan sebelah kirinya.

Sementara pria tersebut mengalami luka di bagian sikut dan motornya lecet akibat terbentur lantai semen parkiran.

"Sorry—"

"LO KIRA DENGAN SORRY AJA CUKUP! LO TAU NGGAK HARGA MOTOR GUE?!" Pria itu memotong kalimatnya.

Tak lama setelah itu, 4 orang pria dengan motor serupa parkir di hadapan mereka. Yakni, Haris, Wandra, Zaki dan Toleh.

"Lo kenapa, Ang?" tanya salah satu dari mereka.

"Ini cewek gila tiba-tiba nyebrang bawa helm. Gue nggak sempat ngerem!" jawab pria bernama Angga itu dengan kesal sembari mengembalikan motornya ke posisi semula dan dibantu teman-temannya.

"Gue kan nggak ...."

"Nggak sengaja karena mata lo buta dan tuli! Makanya lo nggak bisa denger bunyi knalpot gue!" balas Angga.

"Gue denger tapi ...."

"Kalo lo denger, kenapa lo malah nyebrang, Tolol?! Mau mati lo? Untung gue nggak ngebut." Angga benar-benar kesal karena motornya lecet dan pasti akan dimarahi sang mama.

"Udah, Ang. Lo nggak capek apa," ucap Haris mencoba melerai.

"Pokoknya gue nggak mau tau! Lo harus ganti rugi!" tegas Angga pada gadis yang masih terduduk di lantai parkiran tersebut.

"Ganti rugi?!" pekik gadis itu.

"Iyalah! Lo kira motor gue murah? Semurah harga diri lo?! Pokoknya, lo harus ...."

~Diiiiiiiiiiiiiiiiittttt klakson panjang itu menyita perhatian semua orang sampai-sampai Angga menghentikan kalimatnya.

Seorang gadis dengan motor matic tampak kesal sebab mereka menghalangi jalan menuju parkiran yang lebih dalam.

"Woi! Lo kira ini sekolah punya bapak lo?! Kalo bapak lo banyak duit, bikin sekolah buat lo aja! Biar orang lain nggak bakalan masuk!" teriak gadis tersebut. Jesika Vi, tertulis di bet nama pengenal seragamnya.

Mendengar kalimat nyolot dari mulut Jesika, Angga menghampiri gadis itu dengan lebih kesal dari sebelumnya. "Ada urusan apa lo sama gue?"

"Ang! Ang! Astaga. Temen lo Ris!" Wandra berusaha menahan Angga dan melaporkannya kepada Haris. Haris malah menepuk kepala karena lagi-lagi Angga sok jago di hadapan wanita.

"Ada urusan apa? Harusnya gue nanya itu ke lo! Ada urusan apa lo sampai di tengah jalan kayak gini! LO KIRA CUMA MOTOR LO DOANG YANG MAU PARKIR DI SINI?! LO KIRA CUMA BAPAK LO YANG MAMPU BELI MOTOR DI BUMI?! KALO LO MAU PARKIRAN PRIBADI, SURUH BAPAK LO BIKIN PARKIRAN DI LUAR SEKOLAH! KALO BAPAK LO NGGAK MAMPU, MENDING LO SADAR DIRI BAHWA INI PARKIRAN SISWA-SISWI DI SEKOLAH! SEMUA ORANG YANG SEKOLAH DI SINI BERHAK BUAT PARKIR MOTORNYA DI SINI! BUKAN MOTOR LO DOANG! ATAU JANGAN-JANGAN LO GA PUNYA BAPAK? YATIM YA LO?! MENDING LO BAWA TEMEN-TEMEN LO MINGGIR SEBELUM GUE BAKAR MOTOR LO SEMUA!" balas Jesika membuat Angga terdiam.

"Udah, Ang! Ini hari pertama kita sekolah. Jangan bikin onar!" Wandra menarik tangan Angga untuk menghampiri teman-teman mereka. Kali ini Angga nurut tanpa protes walau sebenarnya ingin sekali dia menampar mulut gadis yang sudah meneriakinya itu.

***

"Gila sih, pedes amat mulut cewek kalo ngomel yak? Dikatain yatim, Anjir!" oceh Zaki yang jalan beriringan dengan Wandra.

"Lagian Angga udah gue bilang udahan aja! Masih aja dijabanin dia tuh cewek," balas Wandra.

"Baru kali ini gue ngeliat Angga kehabisan kata-kata. Wkwkwk." Zaki menyenggol Wandra sambil ketawa.

"Dan baru kali ini gue ngeliat cewek seberani itu buat neriakin Angga. Ha ha!" balas Wandra.

"Lo berdua bisa diem nggak?!" omel Angga membuat mereka menghentikan langkah. "Gue bukan kehabisan kata-kata, tapi gue ngeliat di belakang cewek tadi udah rame murid lain yang mau masuk parkiran. Gue nggak mau masalahnya jadi makin panjang. Lagian, itu cewek belum kenal gue siapa!"

Wandra, Zaki dan Haris menaikkan alis dengan mimik wajah mengejek. Sementara Toleh bersikap tidak peduli.

***

"Hai! Nama gue Cia. Kita sekelas," ucap gadis yang sempat menjadi korban tabrak Angga di parkiran. Ia menunjukkan bet kelas yang menempel di lengannya sama dengan milik Jesika.

Jesika menatap tak peduli dan memilih untuk melaju. Memarkirkan motor dan menaruh helmnya.

"Eh! Eh! Lo mau nggak temenan sama gue?" Cia mengejar Jesika.

"Gue nggak kenal sama lo," balas Jesika dan pergi begitu saja.

Cia menatap punggung yang melaju menjauhinya. Terbayang kejadian beberapa menit yang lalu saat Jesika berani meneriaki Angga. "Gue harus temenan sama lo. Biar Angga nggak gangguin gue lagi. Gue nggak nyebrang sembarangan kok! Iiihh! Dia yang sengaja mau nabrak gue! Psikopat!" gerutu Cia yang rasanya ingin menangis karena kesal.

Sesampainya Cia di kelas, ia baru menyadari dua kursi kosong tersisa dan sialnya kursi itu berada di tengah. Kursi depan dihuni oleh Angga dan Haris. Di sebelah kiri terdapat Zaki. Di sebelah kanan terdapat Wandra dan di belakang ada Toleh yang sudah membuang kursi sebelahnya entah ke mana karena ingin duduk sendiri.

Mata Cia membulat sempurna. Ia hendak kembali ke luar kelas, namun ia dikagetkan dengan keberadaan Jesika yang ingin masuk.

Tanpa sepatah kata, Jesika berlalu dan menaruh tasnya di salah satu bangku yang kosong. Cia langsung mengikutinya dengan takut duduk di sebelah Jesika.

Angga melirik teman-temannya kecuali Toleh, sebab ia harus memutar badan untuk menatap temannya yang satu itu.

"Cia satu kelas sama kita?" tanya Wandra. Angga mengangguk pelan. "Lagi?" Angga mengangguk kembali. "Anjir! Gue udah muak ngeliat muka dia! Dari SMP, Anjir!"

Tiba-tiba Angga memutar tubuhnya untuk menoleh pada Cia. "Eh! Kutu! Gue nggak mau tau, besok lo harus pindah kelas! Temen gue nggak suka ngeliat lo di sini! Kalo besok lo nggak pindah kelas, lo tau kan kosekuensinya apa?"

Cia sedikit terkejut mendengar kalimat ancaman tersebut. Sementara Jesika enggan menyampuri urusan mereka meski terbesit sejuta kalimat di benaknya.

"Gimana caranya ...."

"Gue nggak mau tau! Pokoknya besok lo harus pindah kelas!" Angga memotong kalimat Cia.

"Ya gimana caranya, Ang? Gue ...."

"KALO GUE BILANG NGGAK MAU TAU, ITU ARTINYA GUE NGGAK MAU TAU!" teriak Angga membuat seisi kelas terkejut.

Jesika mulai tersulut emosi melihat gelagat Angga yang sering berteriak.

"Atau ...." Kalimat Angga terhenti karena Jesika berdiri menatap ke arahnya.

"Gue maklumin kalo lo emang nggak pernah sekolah di sekolahan umum. Dan gue maklumin kalo lo beneran anak autis yang baru sembuh. Atau mungkin lo monyet yang baru berevolusi jadi manusia? Lo nggak tau caranya sekolah dan lo nggak tau cara berkomunikasi sama manusia? Makanya lo teriak-teriak kayak orang utan," oceh Jesika.

"Gue nggak ada urusan sama lo!" tegas Angga.

"Tapi suara lo bikin gue terganggu!" balas Jesika yang ikut mempertegas kalimatnya.

"Ya tutup kuping lo!"

"Ya lo yang tutup mulut!"

"Ini cewek kenapa sih? Caper amat!"

"Siapa yang caper? Oh, lo nggak pernah digodain cewek ya? Pantesan nggak bisa bedain caper sama nggak tertarik."

"Lo yang caper! Gue nggak ngobrol sama lo, tapi lo malah nyaut!"

"Gue nggak nyautin lo! Dan gue nggak peduli sama obrolan lo. Tapi gue terganggu sama suara lo! Apa mungkin lo yang caper dari tadi teriak-teriak? Ups, lupa. Lo kan yatim. Oke, gue maklumin." Jesika kembali duduk di tempatnya.

Rahang Angga mengeras dia hendak memukul Jesika namun Wandra lebih dulu menahan.

"Lepasin gue, Wan! Mau gue robek mulut tuh cewek!" teriak Angga.

"Udah, Ang!" balas Wandra.

"Lepasin gue!!!" teriak Angga lagi.

Sementara Jesika menatapnya dengan penuh senyuman dan membuat Angga semakin kesal.

Terpopuler

Comments

Iam-aam

Iam-aam

Haris pawang ngadem

2024-09-19

0

Iam-aam

Iam-aam

tolol lo yg tolol bjir

2024-09-19

0

Iam-aam

Iam-aam

Berapa bang* kasar bjir le

2024-09-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!