NovelToon NovelToon
Our Wedding Dream

Our Wedding Dream

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: ann

Hanya karena logam mulia dan wasiat yang di punya oleh kakek masing-masing membuat Nathan dan Tiffani berakhir di jodohkan. Tiffani tak menyangka bahwa dia harus menikah dengan laki-laki terpandang yang terkenal dari keluarga sendok emas. Sedangkan Nathan hanya bisa pasrah dengan masa depannya setelah dia mendapatkan garis keturunan sebagai calon penerus perusahaan Kakeknya, salah satunya dengan menikahi gadis yang tak pernah dia duga sebelumnya. Bahkan perjodohan ini membuat Nathan harus menyerah untuk menikahi sang pujaan hatinya yaitu Elea.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Harta Tujuh Turunan

Kaki jenjang milik Tiffani menyusuri anak tangga dengan hati-hati, setelah barusan dia meninggalkan Nathan sendirian di lantai tiga. Memakai sepatu ber-hak tinggi membuatnya sangat tidak nyaman dan tidak dapat bebas berjalan. Sampai akhirnya dia sampai menuju anak tangga dari lantai tiga menuju ke lantai satu.

Setibanya di lantai satu, di ruang tamu pandangan Tiffani dapat menangkap kedua orang tuanya yang telah duduk di sofa. Mendengar suara, membuat atensi ayah dan ibunya melihat ke arah Tiffani.

“Kamu dari mana saja?” Tanya ayahnya begitu melihat kehadiran putrinya yang tadi di bawa pergi oleh Nathan.

“Hanya melihat-lihat lantai dua sama tiga.” Tiffani menjawab dengan beralasan lantas dia juga ikut duduk dengan kedua orang tuanya.

“Kemana itu Nathan?” Ibu Tiffani yang tiba-tiba menanyakan kehadiran Nathan.

Mendengar pertanyaan itu suaminya langsung menyenggol lengan Bu Sarah. “Kenapa kamu tanya dia di mana?”

Bu Sarah merasa aneh dengan pertanyaan suaminya yang terdengar jengkel. “Mau tahu saja tadi dia kan pergi sama Tiffani.”

Tiffani meminum air putih yang tersedia di meja. “Ayo kita pulang.” Perempuan itu memeriksa jam tangan di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul satu siang.

“Ayah kamu tadi sudah pamit untuk pulang, tapi kita di suruh tunggu di sini dulu.” Jawab Bu Sarah.

Detik berikutnya Nenek datang beserta menantunya Mila. Bu Mila membawa satu tas dan menyerahkannya untuk di berikan kepada Ibu Sarah.

“Ini hadiah dari keluarga kita karena telah menghadiri undangan dari Nenek.”

Sementara itu Bu Sarah merasa tidak enak apalagi keluarga mereka datang dengan tangan kosong. “Tidak perlu, saya dan juga keluarga saya sudah merepotkan jadi tidak perlu...”

Belum sempat Bu Sarah menyelesaikan ucapannya untuk menolak, Nenek sudah buka suara. “Sudah ambil saja, ini tidak repot sama sekali.”

Akhirnya Bu Sarah pun menerima hadiah pemberian keluarga Yudistira juga sebagai tanda menghormati. Di dalam tas tersebut keluarga Yudistira memberikan snack makanan dan ada juga vitamin kesehatan. Bukan karena ini sebagai sogokan agar putri mereka menerima perjodohan ini namun memang sudah tradisi bahwa jika ada orang yang datang bertamu di kediaman keluarga Yudistira selalu memberikan oleh-oleh.

“Oh iya, Pak sopir sudah siap di luar untuk mengantar.” Ucap Nenek saat mereka hendak pamit pulang.

Lagi-lagi keluarga Pak Dion merasa tidak enak sekali, karena sudah di perlakukan istimewa. Mereka kembali menolak dan mengatakan bahwa akan menaiki bis saja, tapi tentu Nenek tidak mengizinkan dan berakhir mereka menurut untuk diantar dengan kendaraan beserta sopir pribadi keluarga Yudistira.

“Terima kasih atas jamuan dan juga hadiah ini beserta tumpangannya Nek.” Pak Dion mewakili keluarganya berterima kasih kepada Nenek dan juga Bu Mila.

“Kami sangat-sangat berterima kasih, ah iya salam untuk Pak Yusuf dan juga Nathan.” Bu Sarah menambahkan.

Tiffani juga ikut berterima kasih dengan tersenyum. Mereka menaiki mobil kepemilikan keluarga Yudistira, sepanjang perjalanan Pak Dion banyak mengajak mengobrol sopir keluarga Yudistira agar tidak terjadi kecanggungan. Mulai dari bertanya sudah berapa lama bekerja untuk keluarga Yudistira sampai bagaimana rasanya bekerja dengan keluarga Yudistira. Respon yang diberikan sopir pun sangat positif mengenai keluarga Yudistira, bahkan sang sopir berujar dia rela bekerja dan mengabdikan diri untuk keluarga Yudistira dan SUN Group sampai berusia senja.

Perjalanan pulang di tempuh dengan cepat daripada saat mereka berangkat tadi.

***

Sesampainya di rumah Pak Dion dapat bernapas lega setelah tadi dia menjaga sikap dan juga bicaranya. Tiffani juga dapat merasa lega karena telah terbebas dari heels yang dia kenakan dengan tinggi lima centimeter itu.

“Ah... Sakit.” Tiffani yang terduduk di lantai memeriksa tumitnya yang memerah akibat dia sudah lama tidak memakai heels.

“Mulai sekarang kamu harus terbiasa memakai heels.” Ujar Bu Sarah sambil tangannya sibuk membuka hadiah yang diberikan oleh keluarga Yudistira.

“Maksud ibu apa?” Tanya Tiffani tidak terima.

“Mungkin aku harus berterima kasih kepada Ayah yang telah mewariskan logam tersebut karena Ayah mempunyai teman yang kaya. Tif apa kamu tidak setuju menikah dengan Nathan?” Tanya balik Bu Sarah kepada anaknya.

Pak Dion yang mendengar istrinya berkata barusan langsung melirik tajam ke arah istrinya. Sementara Tiffani dia sibuk mengipasi lukanya yang terasa nyeri. “Aku tidak mau menikah sama dia!”

Bu Sarah kaget mendengar reaksi putrinya. “Kenapa? apa yang kurang dari dia? Dia tampan, tinggi, pintar, masa depannya juga terjamin lagi pula setelah menikah kamu bisa tinggal disana dan hidup enak dengan keluarga Yudistira.”

“Aku juga tidak setuju, bagaimana nanti jika sudah menikah putri kita akan di jadikan babu mereka dan di suruh-suruh.”

“Pak, apa tadi kurang jelas lihat tadi bagaimana pelayan mereka yang jumlahnya banyak.”

“Tapi... bisa saja mereka nantinya menginjak-injak putri kita karena dia berasal dari keluarga miskin. Lagian biarkan saja Tiffani menikah dengan orang yang dia cintai.”

“Pak... setidaknya pikirkan masa depan Tiffani yang sudah terjamin dengan keluarga Yudistira.”

Mendengar perdebatan antara Ayah dan Ibunya rasa-rasanya membuat telinga Tiffani panas. “Sudah jangan bertengkar, dari awal aku tahu bahwa ternyata orang yang di jodohkan denganku adalah Nathan aku memutuskan untuk tidak setuju dengan perjodohan ini!” Ujar Tiffani dengan tegas. “Lagian dia sudah pacar.” Lanjutnya dengan nada rendah.

“Apa kamu bilang? Punya pacar?”

Tiffani yang keceplosan berkata demikian membuat dirinya merutuki dirinya sendiri. Dia takut jika nanti ibunya menyebarkan bahwa penerus generasi ketiga SUN Group ternyata telah memiliki pacar dan membuat beritanya tersebar akan membuat hidupnya semakin rumit, saat dia menolak perjodohan nantinya. Maka dari itu dia langsung bangkit berdiri dan menuju ke dalam kamarnya tanpa mengindahkan pertanyaan ibunya.

***

Hari semakin sore, Nathan yang bosan berada di kamar turun ke bawah dan pada area taman belakang netranya dapat menangkap Papanya yang tengah duduk di kursi roda sendirian berada di taman. Nathan melangkah untuk menemui Papanya dan menemaninya ikut duduk di bangku taman.

“Bagaimana keadaan Papa?” Tanya Nathan begitu ia mendekat ke arah Papanya.

“Sudah lebih baik daripada yang kemarin, maafkan Papa ya Nathan?”

Mendengar permintaan maaf dari Papanya Nathan yang juga duduk di bangku taman di samping Papanya menoleh. “Kenapa Papa minta maaf?”

“Perihal perjodohan ini...”

Belum sempat Papanya melanjutkan ucapannya Nathan sudah membuka suara. “Tidak Pa. Lagi pula Nathan sepertinya akan bisa menerima dia.” Bohong Nathan yang mencoba menghibur Papanya.

“Benar, dia anak yang baik kan?” Suara lain masuk pada obrolan anak dan ayah itu, dia adalah Nenek Fatma.

Nathan memberi ruang agar Neneknya duduk bersamanya. “Sepertinya begitu.” Jawab Nathan pada pertanyaan Nenek.

“Kalian mengobrol apa tadi?” Nenek bertanya kembali.

“Tidak ada Nek hanya bertanya tentang hal biasa.”

Nenek tersenyum, dia merasa bahwa dia salah dalam bertanya karena obrolan itu seharusnya menjadi rahasia antara Nathan dan Tiffani. “Nenek yakin dia anaknya baik, dia juga pekerja keras.” Neneknya yang membicarakan tentang Tiffani.

“Keputusan semua ada di tanganmu Nathan.” Papanya juga ikut andil dalam berbicara, pria itu merasa bersalah karena semenjak sakitnya yang semakin parah perjodohan Nathan di percepat apalagi anak laki-lakinya itu masih belum lulus kuliah.

“Tapi Nenek yakin cucuku tidak akan keberatan dengan wasiat kakeknya.” Nenek mengambil tangan Nathan dan membawanya dalam pangkuan, tampak sekali bahwa Nenek menaruh banyak harapan kepada cucunya agar menyetujui perjodohan ini.

Di sela-sela kehangatan yang terjadi, pelayan dengan memakai seragam berwarna hitam dengan padu padan berwarna putih datang menghampiri ketiga anggota keluarga tersebut. Lantas menuju ke arah Nenek.

“Permisi Nek.” Pelayan perempuan datang menghampiri Nenek dari sisi samping.

“Ya, ada apa?” Pelayan mendekat lantas membisikkan sesuatu di telinga Nenek. Setelahnya Nenek menjawab dengan mengangguk.

Setelah kepergian pelayan, Nenek juga ikut berdiri dan membiarkan anak dan cucunya kembali berdua. Pada area lantai dua, dua orang pemuda yang merupakan suruhan Nenek tengah duduk di ruang keluarga menunggu kehadiran atasan mereka.

Melihat kehadiran Nenek kedua pemuda itu lantas berdiri sebagai tanda sopan dan sapaan. “Ada apa?” Tanya Nenek langsung.

“Jadi begini Nek kami ingin memberitahu info mengenai keluarga Bu Sarah.”

“Iya silahkan.”

“Dari info yang kami dapatkan sepertinya keluarga Bu Sarah hidup dengan memiliki banyak hutang semenjak mereka bangkrut.”

Nenek terdiam, dia tampak tengah memikirkan sesuatu. Biar bagaimanapun baik Nathan dan juga Tiffani mereka sama-sama tidak bisa menolak perjodohan ini apalagi ini sudah menjadi keinginan dari suaminya. Setelah mereka menikah, tentu nama keluarga Bu Sarah juga harus baik.

“Kalau begitu temui mereka dan langsung beri cek tanya nominalnya berapa.”

“Baik Nek.”

“Besok pagi kalian kemari temui aku, setelah itu datang ke rumah mereka.”

“Baik Nek.”

“Apa ada hal lain lagi?”

“Tidak Nek.”

“Jika ada info terbaru mengenai mereka cepat beritahu aku.”

“Baik Nek kami permisi dulu.”

Kedua pemuda suruhan Nenek sebenarnya juga bekerja di perusahaan SUN Group tapi juga untuk keluarga Yudistira, namun mereka sering mendapat perintah dari Nenek untuk menjadi mata-mata ataupun hal lainnya. Tak tanggung-tanggung bayaran yang mereka terima juga melebihi gaji di perusahaan. Banyaknya perusahaan yang dikembangkan oleh SUN Group tentu membuat keluarga Yudistira mempunyai banyak harta dan tidak akan habis dalam tujuh turunan. Hal ini berkat kerja keras pendiri SUN Group yaitu Surya Yudistira, suami Nenek Fatma beserta andil Fatma sendiri yang dulu selalu mendukung suaminya.

1
Ku Norhafizah
semangat kak
☘☘☘yudingtis2me🍂🍋
Imajinasiku meledak membayangkan adegan-adegannya. 😲
Ryoma Echizen
Jangan berhenti menulis, thor. Karya mu luar biasa!
Aran
Aku suka banget sama karakter di dalam cerita ini, author jangan berhenti yaa!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!