Alucard, seorang pemuda berusia 21 tahun yang hidupnya berubah total setelah mengalami kejadian misterius. Suatu pagi, ia terbangun dan menyadari bahwa tubuhnya telah berubah drastis—kekuatan nya meningkat, dan ia mendapati dirinya haus akan darah. Tanpa ingatan yang jelas tentang apa yang terjadi, Alucard menemukan dirinya perlahan-lahan berubah menjadi seperti vampir. Kebingungan dan ketakutan menguasai dirinya saat ia mencoba memahami situasi aneh yang menimpanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rivky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9
Pertandingan segera dimulai. Di satu sisi lapangan, berdiri seorang pria dengan kulit pucat, mata biru cerah, dan rambut hitam pekat. Ia mengenakan seragam basket standar berwarna merah putih dengan nomor 79. Saat pria itu melakukan pemanasan, para wanita di tribun tak bisa menahan diri untuk mencuri pandang ke arah otot-ototnya dengan tatapan penuh minat.
Alucard menyadari tatapan para gadis itu dan memandang sekeliling. Dalam hati, ia bergumam, 'Sejak kapan ini menjadi tontonan?'
"Hmm?" Tiba-tiba, perhatian Alucard tertuju pada bangku penonton. Ia merasakan ada sesuatu yang memanggilnya, namun tak bisa mengidentifikasi apa itu.
Di antara penonton, Erza tiba-tiba menunduk. Corneliu, yang duduk di sampingnya, bertanya heran, "Apa yang kamu lakukan, Nyonya Erza?"
Erza menjawab dengan nada netral, "Hanya memungut sesuatu yang jatuh." Dalam hati, ia bergejolak, 'Kenapa aku bersembunyi? dasar bodoh!'
Kembali ke lapangan, Alucard memusatkan perhatiannya pada lawannya. Seorang pria jangkung dengan rambut dan mata cokelat yang memancarkan aura berandalan. Pria itu adalah Luan, Luan menatap Alucard dengan senyum sombong.
Ketika wasit melempar bola ke udara, Luan yang berdiri dekat dengan Alucard berbisik pelan, "Jangan gunakan kekuatan vampir mu."
Alucard mendengus dan balas berbisik, "Katakan itu pada dirimu sendiri."
Keduanya melompat bersamaan dan memukul bola, terjadi pertarungan singkat di udara sebelum akhirnya Alucard memenangkan perebutan dan melempar bola ke tanah dengan keras. Suara dentuman keras terdengar saat ia mendarat, seolah-olah seseorang dengan bobot luar biasa menghantam lapangan, meski anehnya, tanah tetap utuh.
Alucard berlari secepat manusia biasa menuju bola basket, dan saat ia menangkapnya, ia melihat Luan sudah berdiri di sisinya. Senyum tipis muncul di wajah Alucard saat ia mulai menggiring bola, membuat gerakan untuk mencoba mengelabui lawannya. Namun, Luan, seorang kapten tim basket yang berpengalaman, tak mudah terperdaya, dan Alucard tahu itu.
Tiba-tiba, Alucard menggiring bola ke arah wajah Luan, lalu menjatuhkannya ke tanah. Perhatian Luan sepenuhnya tertuju pada bola yang jatuh, namun sebelum bola menyentuh tanah, tangan pucat Victor muncul dan menangkapnya.
"Astaga, dia berhasil mengecoh kapten tim! Aku tak percaya ia jatuh ke dalam jebakan sederhana itu," terdengar suara dari tribun.
Mendengar itu, Luan menggertakkan giginya dengan frustrasi dan berbalik mengejar Alucard.
Alucard berlari menuju tengah lapangan, lalu melompat. Penonton terpana melihat seorang manusia melompat dari tengah lapangan dan perlahan mencapai ring basket untuk melakukan dunk.
"Wowwwwwwwww!!" Kerumunan bersorak penuh semangat.
"Itu slam dunk! Aku tak percaya melihat anak 21 tahun melakukan dunk seperti itu!"
"Sial, itu luar biasa!"
"Bagaimana mungkin?!"
"Hei, hei, Siapa namanya?!"
Alucard, yang masih tergantung di tepi ring, perlahan melepaskan diri dan jatuh ke tanah. Saat ia berbalik, ia melihat ekspresi kebencian di wajah Luan yang membuatnya puas. Sebuah senyum predator mulai terbentuk di wajahnya.
...
"Hmpf, anak baru ini terlalu besar kepala, vampir mana pun bisa melakukan hal seperti itu," cibir Corneliu.
Erza hanya menatap pria itu seolah ia makhluk aneh. Apa dia lupa bahwa ia berada di tengah keramaian?
Erza kemudian menatap gadis di sebelahnya, dan untuk sesaat, matanya berubah merah darah. "Lupakan semua yang dikatakan pria itu, oke?"
"Baik," jawab wanita itu dengan nada seperti robot.
Erza mengangguk puas, matanya kembali menjadi normal, lalu ia menatap Corneliu dan berkata, "Dia tidak menggunakan kekuatan vampir nya."
"Hah?" Corneliu memandang Erza dengan bingung.
"Jika dia menggunakan kekuatan nya, lapangan basket, ring, dan segala sesuatu di sekitarnya akan hancur. Dia hanya menggunakan kemampuan fisik manusia biasa. Cukup mengesankan bahwa dia bisa mengontrol kekuatannya dengan baik, kurasa dia bahkan tidak menyadari apa yang dia lakukan," puji Erza.
Namun, Corneliu hanya mendengus sinis, "Semua vampir yang baru lahir bisa melakukan itu, dia bukan sesuatu yang istimewa."
Erza tersenyum tipis, matanya berkilat penasaran. "Oh? Bisakah kamu sebutkan vampir baru lahir mana yang bisa melakukan itu? Aku ingin tahu."
Corneliu terdiam, memilih mengabaikan Erza.
'Bodoh, inilah alasan para vampir wanita membencimu. Egomu sebesar dunia tapi sangat rapuh, kau tak ada bedanya seperti anak kecil,' pikir Erza dengan jijik.
•••
“Bagaimana dengan perjanjian untuk tidak menggunakan kekuatan vampir mu?” Luan bertanya dengan suara penuh kebencian.
“Aku tidak menggunakan kekuatanku. Aku tidak perlu melakukannya untuk mengalahkan mu,” jawab Alucard dengan nada dingin, senyum angkuh menghiasi wajahnya.
Wajah Luan berubah merah karena marah. “Kita akan lihat seberapa lama kau bisa bertahan tanpa kekuatan itu,” katanya, dia sepertinya benar-benar lupa apa yang dia katakan beberapa detik yang lalu.
Kedua lawan itu kembali berdiri di tengah lapangan. Saat wasit melempar bola ke udara, mereka melompat bersamaan, bertarung di udara. Kali ini, Luan yang menang. Ia mendarat dengan mulus, menangkap bola, dan bersiap untuk menyerang. Namun, Alucard sudah berdiri di hadapannya, menghalangi jalannya.
Luan menggiring bola dengan cepat, mencoba menembus pertahanan Alucard. Alucard mencoba mencuri bola tetapi Luan berhasil bertahan, membuat penggemar Luan di tribun berseru penuh semangat.
"Sepertinya kapten tim memiliki keuntungan sekarang."
"Tentu saja, dia tidak akan kalah dari seorang pemula!" seru salah satu penggemar fanatik.
Mereka berlari di sepanjang lapangan, Luan berusaha keras untuk mencetak angka, sementara Alucard terus mengincar bola. Frustrasi karena jalan buntu, Luan menggunakan kekuatan vampirnya untuk mendorong Alucard. Namun, Alucard tidak bergeming.
Crack!
“Oh!? Suara keras apa itu!? Apakah mereka baik-baik saja? Sepertinya aku mendengar suara patah tulang!” teriak seseorang di tribun.
"Kau benar, aku mendengar suara retak seperti ada yang patah." Seorang pria yang berdiri di sampingnya berbicara.
Penonton benar, ada tulang yang patah—dan itu bukan milik Alucard.
“Heh, kenapa wajahmu begitu sedih? Mau menangis?” ejek Alucard.
“Kau terbuat dari apa brengsek?” Luan bertanya, terkejut saat tulang rusuknya yang patah perlahan sembuh. Dia mencoba menjatuhkan Alucard tapi ia merasa seperti mencoba mendorong gunung.
Alucard hanya menepuk dadanya dengan santai. “Aku hanya dibuat berbeda.”
Luan mendengus, lalu tiba-tiba mundur dari Alucard. Ia bersiap untuk melempar dari jarak jauh, jauh di luar batas lapangan.
“Dia gila! Itu tidak mungkin berhasil!” teriak seorang penonton.
"Bahkan jika dia kapten, itu tidak mungkin bisa dia lakukan, kan?"
"Dia gila! Dia benar-benar melempar bola!!"
Alucard menatap bola yang melayang di udara dan mulai berlari ke arah ringnya sendiri. Ia menunggu dengan sabar, bersiap untuk serangan balik jika Luan gagal.
Semua mata di tribun tertuju pada bola yang sedang jatuh.
Bola itu mengenai ring dan memantul keluar.
“Bolanya meleset!” sorak penonton.
“Heh~, seperti nya dewi keberuntungan tidak berpihak padamu hari ini,” ucap Alucard sambil mengambil bola. Ia menatap Luan yang berlari ke arahnya. Dalam hati, Alucard berpikir,
'Dewi keberuntungan itu menyebalkan, suatu saat dia memperhatikan kamu. Tetapi akhirnya, dia kehilangan minat dan melihat orang lain, jadi aku tidak membutuhkannya.'
Alucard kemudian bersiap untuk melempar bola dari ujung lapangan.
"Jangan bilang!? Apakah dia akan mencoba melempar bola dari ujung lapangan juga!? Dia gila, itu tidak mungkin! Dia pasti tidak akan berhasil!, bahkan kaptem tim basket tidak berhasil" Teriak penonton
Menyadari apa yang akan dilakukan Alucard, Luan berlari sekuat tenaga, mencoba mengejarnya.
“Terlalu lambat,” ujar Alucard pelan. Tiba-tiba Ia mengubah posisinya dan melempar bola dengan satu tangan. Begitu bola melayang, Alucard berlari dengan kecepatan tinggi.
"Hah!? Apa yang dia rencanakan!?"
Baaam!
Suara gemuruh terdengar di lapangan, semua orang tampak tercengang dan melihat bahwa bola mengenai panel di atas ring basket dan memantul.
“Jangan bilang, dia berencana!?”
Alucard tertawa kecil, senyum maniak terukir di wajahnya. Ia melompat, menangkap bola di udara, dan memasukkan nya di ring dengan keras.
“WOHHHHHHHHHH!!”
“Orang ini gila cokkkkkk!”
“Apakah dia benar-benar manusia!? Bagaimana mungkin dia bisa berlari dari ujung lapangan dan masih bisa menangkap bola di udara!?”
"Bodoh! Dia sudah merencanakannya, Jika kita menghitung dengan benar, hal ini mungkin bisa dilakukan, hanya saja sangat sulit!" Seorang pria berkacamata hitam berbicara sambil mengangkat kacamatanya. Entah kenapa, orang-orang yang berdiri di dekatnya bisa melihat kacamata pria itu bersinar terang.
Alucard melepaskan tangan nya dari ring dan jatuh dengan anggun, lalu menatap Luan dengan senyum penuh kemenangan. “Hanya ini yang bisa kau lakukan?, dasar payah” ia mengejek.
Ekspresi Luan berubah marah. 'Siapa dia sebenarnya? Seorang vampir baru lahir berani menantang ku? Dia pikir dia itu siapa? Dia itu hanya sampah! Aku tidak akan membiarkan nya!' pikir Luan, hatinya terbakar amarah.
Luan, yang kini merasa tak perlu lagi menahan diri, berkata dengan nada sombong, “ Oh benar, kurasa aku tak perlu menahan diri lagi.”
Alucard berhenti tersenyum, menyadari perubahan suasana. ia berkata dengan jijik, “Heh~, apa yang terjadi dengan perjanjian untuk tidak menggunakan kekuatan vampir?”
“Kau telah menggunakan kekuatanmu sejak awal. Jangan harap aku mematuhi aturan itu.”
Alucard mendengus, “Ck, ck, sepertinya otakmu lebih kecil dari seekor anjing. Bahkan menyebutmu punya otak anjing malah menyinggung anjing itu sendiri. Bagaimanapun, setidaknya anjing itu setia.” kata Alucard sambil menunjuk ke seseorang di tribun penonton.
Luan mengikuti jari Alucard, melihat seorang pria berambut pirang dan bermata hijau di tribun, Luan membeku. Pria itu membuat isyarat, dan Luan sepertinya mengerti apa yang dimaksud.
“Seperti nya si anjing sudah menemukan majikan nya,” Alucard menyeringai, matanya penuh ejekan. “Apa yang akan kau lakukan sekarang? Patuhi majikanmu atau lanjutkan? Pilihlah.” Alucard berharap bahwa Luan masih ingin melanjutkan, dia ingin Luan menunjukkan bahwa dia bukan anjing dan menantangnya.
Luan menggigit bibirnya, lalu berkata dengan keras, “Aku menyerah.” Sontak, seluruh lapangan terdiam, semua mata tertuju pada kapten tim dengan terkejut.
Senyum Alucard menghilang, ia kehilangan minat. “Itu saja? Pada akhirnya, kau hanya seekor anjing.”
“Wasit, kau dengar itu. Pertandingan selesai,” ujar Alucard sambil melepaskan bajunya dan melemparkannya ke suatu tempat.
Alucard tak menunggu wasit memberi isyarat, ia sudah kehilangan minat. Ia telah mempermalukan Luan di depan seluruh orang dan menemukan siapa yang ada di balik dirinya; untuk saat ini, itu sudah cukup.
Para wanita di tribun mulai berbicara satu sama lain saat melihat tubuh Alucard.
“Ya Tuhan, lihat tubuhnya.”
“Dia sangat seksi.”
“Apakah dia punya pacar?”
Alucard menyeringai, dia melihat para wanita di tribun dan berpikir; 'Aku sudah menikah wahai gadis-gadis'
Erza kembali bersembunyi ketika Alucard melihat ke arah tribun, lalu bangkit kembali dan menatap Alucard yang pergi. 'Kenapa aku terus bersembunyi?' pikirnya. Ia terlalu malu untuk mengerti alasannya sendiri.
Erza kemudian menatap Corneliu untuk melihat ekspresinya. Erza berpikir "Dia pasti akan menyerang Alucard. Aku harus memberitahu Luna... Atau mungkin aku harus melakukannya sendiri? Tapi... Aku malu!!! Akhhhh!!! Mana mungkin aku pergi menemui nya lalu berkata 'Hei Alucard, aku istrimu, selamat pagi'....sial!!!, memikirkan nya saja membuat ku malu, Kepalaku sakit!!!" Meskipun Erza sedang mengalami kekacauan pikiran, wajahnya tetap tenang dan tanpa ekspresi saat ia menyaksikan Alucard meninggalkan lapangan.
yu, gabung! caranya mudah hanya cukup kalian Follow akun saya, maka saya otomatis akan mengundang kalian semua untuk belajar bersama kami. Terima kasih