Nadia Pramesti, seorang arsitek muda berbakat, mendapatkan kesempatan kedua dalam hidup setelah sebuah kecelakaan tragis membawanya kembali ke masa lalu, tepat sebelum hidupnya hancur karena kepercayaan yang salah dan pengkhianatan —akibat kelicikan dan manipulasi Dinda Arumi, sahabat masa kecil yang berubah menjadi musuh terbesarnya, dan Aldo, mantan kekasih yang mengkhianati kepercayaannya.
Di kehidupannya yang baru, Nadia bertekad untuk memperbaiki kesalahan masa lalu dan menghindari perangkap yang sebelumnya menghancurkannya. Namun, Dinda, yang selalu merasa tersaingi oleh Nadia, kembali hadir dengan intrik-intrik yang lebih kejam, berusaha tidak hanya menghancurkan karier Nadia tetapi juga merenggut satu-satunya pria yang pernah benar-benar dicintainya, Raka Wijaya.
Nadia tidak hanya berhadapan dengan musuh eksternal, tetapi juga harus melawan rasa tidak percaya diri, trauma masa lalu, dan tantangan yang terus meningkat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan di Balik Layar
Bab10
Di sisi lain kota, Nadia, Raka, dan Mira melakukan penyelidikan lebih lanjut dengan informasi yang mereka dapat dari Aditya. Mereka mulai dengan mengecek beberapa lokasi yang disebutkan, dan hasilnya mengejutkan. Tempat-tempat tersebut bukan sekadar bangunan biasa—semuanya terhubung dengan bisnis gelap yang beroperasi di bawah radar hukum. Mereka menemukan bukti tentang perdagangan manusia, pencucian uang, dan berbagai kejahatan lainnya.
“Ini lebih besar dari yang kita bayangkan,” kata Mira dengan nada serius saat mereka meninjau hasil penyelidikan mereka. “Jika kita tidak bergerak cepat, mereka bisa menghilangkan semua bukti dan melanjutkan operasi mereka.”
Nadia menatap peta yang tergambar di depan mereka, memikirkan langkah selanjutnya. “Kita butuh dukungan penuh dari pihak berwenang. Ini bukan lagi tentang Dinda atau Aditya, tapi seluruh jaringan ini harus dihancurkan.”
Raka setuju. “Kita juga harus memastikan keselamatan kita sendiri. Jika mereka tahu kita mendekat, tidak akan ada yang aman.”
Pertemuan itu berakhir dengan keputusan untuk melibatkan lebih banyak pihak dalam operasi mereka. Mereka tahu bahwa ini adalah langkah besar yang penuh risiko, tetapi juga satu-satunya cara untuk menghancurkan jaringan kriminal yang mereka hadapi.
###
Dinda yang semakin terdesak di selnya, memikirkan nasib yang menantinya, sementara Nadia, Raka, dan Mira bersiap untuk memulai operasi besar-besaran untuk menumpas kejahatan yang lebih besar dari sekadar balas dendam pribadi. Perang yang mereka hadapi kini menjadi lebih rumit, dengan musuh yang lebih berbahaya dan penuh tipu daya. Mereka harus bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan datang, termasuk kemungkinan pengkhianatan dari orang-orang yang tidak terduga.
Malam itu, Nadia, Raka, dan Mira tidak bisa tidur nyenyak. Setelah pertemuan yang menegangkan di siang hari, pikiran mereka dipenuhi oleh ancaman yang masih menggantung di udara. Bayangan jaringan kriminal yang lebih besar dan lebih terorganisir terus membayangi setiap langkah mereka.
Nadia duduk di ruang tamunya yang gelap, hanya ditemani cahaya lampu baca yang remang. Pikirannya melayang ke segala kemungkinan yang bisa terjadi, termasuk skenario terburuk. Dia tahu bahwa semakin dalam mereka menyelidiki, semakin besar risiko yang mereka hadapi. Namun, dia juga tahu bahwa menyerah bukanlah pilihan. Ada terlalu banyak yang dipertaruhkan—bukan hanya keadilan, tapi juga hidup orang-orang yang dia cintai.
Di tempat lain, Raka duduk di balkon apartemennya, memandangi kota yang tampak tenang di bawahnya. Dia memegang secangkir kopi yang sudah dingin, matanya tak lepas dari kilatan lampu-lampu jalan yang berkerlap-kerlip. Pikiran Raka tertuju pada Nadia dan apa yang akan mereka hadapi bersama. Meskipun mereka telah melalui banyak hal, Raka tahu bahwa yang terberat masih menunggu di depan mereka.
Mira, di sisi lain, terus bekerja di laptopnya, memeriksa dan menyusun semua informasi yang mereka dapatkan sejauh ini. Dia tahu bahwa dalam permainan ini, informasi adalah kekuatan, dan dia berniat menggunakan setiap detil yang mereka miliki untuk menggoyahkan jaringan kriminal tersebut. Mira juga sadar bahwa mereka harus lebih waspada; satu langkah salah bisa berarti kegagalan.
Keesokan paginya, mereka bertiga bertemu lagi di markas sementara yang mereka dirikan di sebuah apartemen kecil. Mereka tahu bahwa bekerja di tempat yang tidak terduga akan memberikan mereka sedikit keunggulan melawan musuh yang selalu mengawasi.
“Aku telah menelusuri beberapa jejak digital yang kita dapatkan dari Aditya,” kata Mira sambil menampilkan layar laptopnya yang penuh dengan peta digital dan catatan. “Ada beberapa akun keuangan yang mencurigakan, dan Aku sudah melacak beberapa transaksi yang dilakukan oleh mereka.”
Nadia menatap layar dengan seksama. “Jadi, mereka menggunakan akun-akun ini untuk mendanai operasi mereka?”
Mira mengangguk. “Betul. Dan yang menarik, beberapa transaksi ini terkait dengan perusahaan yang seharusnya legal, tapi jika kita telusuri lebih dalam, perusahaan-perusahaan ini hanya cangkang untuk menyembunyikan aktivitas ilegal mereka.”
Raka memijat pelipisnya, merasa frustrasi dengan kompleksitas kasus ini. “Kita harus hati-hati. Mereka pasti punya pengamanan yang ketat di sekitar aset-aset ini. Kita tidak bisa bergerak sembarangan.”
Nadia mengangguk, menyadari bahwa setiap langkah mereka harus dipikirkan matang-matang. “Kita perlu dukungan yang lebih besar dari pihak berwenang. Tapi kita juga harus ingat bahwa ada kemungkinan musuh kita memiliki koneksi di dalam institusi tersebut.”
Mira setuju. “Benar. Kita tidak bisa mempercayai siapa pun sepenuhnya. Yang bisa kita andalkan hanyalah diri kita sendiri dan bukti-bukti yang kita kumpulkan.”
Setelah diskusi panjang, mereka memutuskan untuk memfokuskan penyelidikan mereka pada salah satu perusahaan cangkang yang disebutkan Mira—perusahaan tersebut terlibat dalam ekspor-impor barang, tetapi dalam catatan mereka, ada aktivitas yang mencurigakan. Mereka mencurigai bahwa perusahaan ini digunakan untuk menyelundupkan barang-barang ilegal, mungkin juga manusia.
Sore itu, Nadia dan Raka menyamar sebagai pegawai baru di perusahaan tersebut, sementara Mira memantau dari jauh, siap memberikan dukungan teknis jika diperlukan. Dengan identitas yang telah dipalsukan dengan cermat, mereka berharap bisa masuk ke dalam dan mengungkap lebih banyak bukti.
Di dalam kantor, Nadia dan Raka segera merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Meskipun tampak seperti kantor biasa, ada ketegangan yang terasa di udara. Para pegawai tampak gelisah dan mereka sering kali terlihat berbisik-bisik ketika berpikir tidak ada yang memperhatikan.
Di suatu titik, Nadia melihat seorang pria yang tidak dikenal—seorang pria dengan wajah yang keras dan tatapan dingin. Dia tampak tidak seperti pegawai biasa, lebih seperti seseorang yang sedang mengawasi. Nadia segera memberi kode kepada Raka, yang kemudian berpura-pura pergi ke toilet untuk melapor kepada Mira.
“Aku melihat pria yang mencurigakan,” kata Raka melalui mikrofon kecil yang disembunyikan di jaketnya. “Dia mungkin orang dalam dari jaringan itu.”
Mira segera melakukan pencarian wajah melalui kamera pengawas di sekitar kantor. Dalam hitungan detik, dia menemukan identitas pria itu. “Dia seorang bekas tentara bayaran, sekarang bekerja sebagai pengawas keamanan di beberapa perusahaan yang kita curigai.”
Nadia merasakan detak jantungnya semakin cepat. “Berarti kita sudah dekat dengan sesuatu yang besar.”
Raka kembali ke ruangannya, mencoba bersikap senormal mungkin. Namun, suasana menjadi semakin tegang ketika pria itu mulai mengamati gerak-gerik mereka. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal lebih lama lagi tanpa menimbulkan kecurigaan yang lebih besar.
Ketika hari mulai gelap, mereka akhirnya memutuskan untuk pergi dengan dalih tugas sudah selesai. Namun, saat mereka keluar dari gedung, Nadia merasa ada yang mengawasi mereka. Pria mencurigakan tadi kini berada di luar gedung, berbicara dengan seseorang di telepon sambil melirik ke arah mereka.
“Kita harus cepat,” bisik Nadia pada Raka, yang langsung memahami situasi. Mereka segera menuju ke mobil yang diparkir tidak jauh dari sana dan melaju pergi. Namun, tak lama kemudian, mereka menyadari bahwa sebuah mobil hitam mengikuti mereka dari belakang.
Nadia dan Raka yang berusaha kabur dari pengejaran, sementara Mira mencoba memberikan arahan melalui radio untuk membantu mereka menghindari bahaya. Ketegangan semakin meningkat, dan mereka tahu bahwa sekarang mereka benar-benar telah masuk ke dalam sarang serigala. Dengan setiap detik yang berlalu, bahaya semakin mendekat, dan mereka harus menggunakan semua kemampuan mereka untuk bertahan hidup dan mengungkap kebenaran.
Bersambung....