Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gosip Panas di Malam yang Larut
Kembali ke bar
Antony dan Mika saling bertukar pandang di bawah lampu temaram. Obrolan mereka penuh tawa, pujian, dan sentuhan ringan yang memicu ketegangan di udara.
Mika, meskipun berusaha keras menjaga kendali, tak bisa memungkiri bahwa Antony membuatnya merasa istimewa. Tapi di balik senyuman Antony, tersimpan niat tersembunyi—ini bukan tentang cinta atau hubungan serius. Ini tentang permainan, seperti yang selalu ia lakukan.
“Aku ingin lebih dari sekadar makan malam atau pertemuan singkat,” ucap Antony tiba-tiba, suaranya penuh keseriusan. “Kita cocok, Mik. Gimana kalau kita lebih sering ketemu?”
Mika menggigit bibir bawahnya, menimbang situasi. Ia tahu bahwa semakin dalam ia terlibat dengan Antony, semakin besar risikonya. Tapi ia juga tahu, untuk menghancurkan Dara, ia harus memenangkan hati Antony.
“Kamu nggak takut Dara curiga?” goda Mika.
Antony tertawa kecil. “Dara selalu percaya padaku. Dan aku cuma peduli sama kamu sekarang.”
"Ah iya, ngomong ngomong kamu ngajak aku ketemu terus, kamu punya tujuan apa terhadapku?" tanya Mika memancing Antony
Antony tersenyum tipis, matanya tak pernah lepas dari Mika. Senyum itu penuh teka-teki, seolah-olah ia menikmati permainan ini lebih dari yang terlihat. Ia meraih gelas wine di depannya, memutar-mutar isinya sebelum meminumnya dengan tenang.
"Kamu pintar, Mika. Aku suka itu," ucap Antony santai, namun tatapannya tajam. "Tapi kalau aku jawab jujur, apa kamu akan percaya?"
Mika menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Antony dengan ekspresi penuh teka-teki. "Coba saja. Aku ingin tahu."
Antony mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, menciptakan jarak yang cukup intim di antara mereka. "Tujuanku sederhana. Aku tertarik padamu," bisiknya rendah. "Aku bukan tipe orang yang suka bertele-tele. Kalau aku suka sesuatu, aku akan lakukan apa saja untuk mendapatkannya."
Mika menahan senyum tipisnya. “Dan kamu berpikir aku akan semudah itu?” godanya. "Kamu sudah punya istri, Antony."
Antony tertawa kecil. "Dara dan aku punya urusan masing-masing." Senyumnya terlihat licik, seolah urusan rumah tangganya tak pernah benar-benar jadi hambatan. "Kamu tidak perlu khawatir soal dia. Malam ini, hanya ada kamu dan aku."
Mika tahu Antony hanya bermain kata. Tapi di balik ucapannya, ia merasakan ketertarikan yang kuat—sesuatu yang nyata dan sulit diabaikan. Antony memang licin, namun Mika tidak bisa menyangkal bahwa ia menikmati perhatian pria itu.
"Hati-hati, Antony," ucap Mika sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga. "Jangan sampai kamu jatuh terlalu dalam."
"Kalau jatuh untukmu, aku nggak keberatan," Antony balas menggoda, nadanya penuh percaya diri. Ia menyentuh tangan Mika di atas meja, dan Mika tidak menolak. Sentuhan itu singkat tapi cukup untuk membuat keduanya merasakan sesuatu yang berbeda.
“Kamu mau nggak kita foto bareng?” goda Mika, suaranya manja namun menantang.
Antony terkekeh, memandangi Mika dengan tatapan penuh minat. “Kenapa tiba-tiba ngajak foto? Biasanya wanita yang dekat sama aku takut kelihatan publik.”
Mika mengangkat bahu dan tersenyum tipis. "Aku bukan wanita seperti mereka. Aku nggak peduli apa kata orang."
Antony semakin terpesona dengan sikap percaya diri Mika. Dia mengeluarkan ponselnya tanpa pikir panjang. “Oke, sayang. Ayo.” Antony memiringkan tubuhnya mendekat ke Mika, merangkulnya dengan posesif seakan dia sudah memiliki wanita itu sepenuhnya.
Klik. Mika mengambil beberapa foto, memastikan mereka terlihat dekat dan intim. Dalam salah satu foto, Antony bahkan mencium pipinya, dan Mika tersenyum menggoda ke arah kamera.
"Kita keren banget di foto ini," kata Mika sambil menatap layar ponselnya. Ia menahan diri agar tidak tersenyum puas. Foto ini adalah senjata. Jika dipublikasikan, ini bisa menjadi pukulan besar bagi Dara.
Antony menyentuh dagu Mika dan berbisik, “Aku suka cara kamu bikin aku merasa spesial.”
Mika hanya tersenyum penuh arti, tapi dalam hati ia tahu tujuannya semakin dekat. Antony mungkin berpikir dia sedang menggoda wanita biasa, tapi Mika adalah orang yang penuh perhitungan. Ini bukan sekadar hubungan terlarang—ini bagian dari rencana besar.
Mika melirik ponselnya dan memastikan foto-foto bersama Antony tersimpan dengan rapi. "Foto-foto ini akan jadi senjata yang sempurna," pikirnya. Bukan sekarang, tapi di saat yang paling menyakitkan untuk Dara, bom waktu ini akan diledakkan.
Mika menyandarkan kepalanya ke bahu Antony dengan manja, membuat pria itu semakin terpikat. "Sayang, ayo kita pulang. Aku masih ada pekerjaan di rumah," katanya dengan nada lembut namun menggoda.
Antony tersenyum sambil menatapnya. "Nggak usah buru-buru, kan kita masih punya malam panjang?" godanya, mencoba memperpanjang momen bersama Mika.
Mika pura-pura cemberut dan memainkan jari di dada Antony. "Ayo dong, besok aku juga harus meeting. Nanti kamu bisa main-main lagi sama aku kapan saja kok."
Dengan senyum licik, Antony mengangguk. Dia suka bagaimana Mika memberi celah, tapi tetap membuatnya merasa harus terus mengejar.
***
Saat Antony dan Mika melangkah keluar dari bar, tawa kecil di antara mereka membuat suasana terasa ringan dan menyenangkan. Mika menggandeng lengan Antony dengan erat, sementara pria itu dengan santai merangkul pinggangnya. Mereka terlihat begitu dekat dan akrab, seolah dunia di sekitar tidak ada artinya.
Namun, tanpa mereka sadari, Nisa sedang berada di sekitar area itu. Mata Nisa menangkap sosok Mika sekilas, tapi dia tidak langsung menyadarinya. "Tunggu, tadi itu... Bukannya Mika?" gumamnya, perlahan mencerna siapa yang baru saja ia lihat.
Saat Mika dan Antony sudah cukup jauh, Nisa masih memandangi punggung mereka. Mika tampak menggandeng seorang pria dengan gaya santai dan intim. Namun, dari jarak ini, Nisa tidak bisa mengenali siapa pria tersebut.
"Apa itu gadunnya Mika?" pikir Nisa sinis, membiarkan pikirannya dipenuhi asumsi negatif. Ia tersenyum penuh ejekan, seolah sudah menemukan bahan baru untuk dibicarakan dengan gengnya.
***
Di sudut bar yang remang-remang, Nisa bertemu dengan Farah. Keduanya duduk di meja tinggi, menikmati minuman malam sambil berbicara tentang berbagai hal. Namun, mata Nisa berbinar penuh semangat saat ia teringat sesuatu.
"Farah, lo nggak bakal percaya siapa yang baru aja gue lihat di sini," ujar Nisa, suaranya penuh nada sensasi.
Farah mengangkat alis, tertarik. "Siapa?" tanyanya sambil mengaduk minumannya.
"Mika! Dan dia nggak sendirian," jawab Nisa dengan nada penuh misteri. "Dia lagi gandengan sama cowok yang kayaknya sih... gadun!"
Farah mendekatkan wajahnya, semakin penasaran. "Gadun? Serius lo? Kok bisa?"
Nisa mengangguk mantap. "Gue lihat sendiri. Mereka keluar dari bar bareng, kelihatan deket banget. Gue pikir awalnya cuma halusinasi, tapi setelah gue liat lagi, itu beneran Mika!"
Farah terkikik, menutup mulutnya dengan tangan. "Buset, si Mika ternyata punya selera juga, ya."
"Iya, kan! Dan tau nggak? Cewek itu kelihatan anggun banget. Mungkin dia cari sugar daddy buat biayain gaya hidupnya." Nisa meneguk minumannya dengan puas, merasa gosip ini akan jadi bahan seru untuk diangkat di pertemuan arisan berikutnya.
"Tuh, kan. Dari dulu gue udah nggak percaya sama image sok mandirinya Mika," ujar Farah sambil menyeringai. "Cewek kayak dia pasti butuh cowok kaya buat bertahan."
Nisa tertawa geli. "Kita kasih tau Dara nggak, nih? Pasti Dara seneng banget dengar gosip ini."
Farah mengangguk antusias. "Wajib banget. Dara pasti suka tahu kalau Mika nggak sesempurna yang dia kelihatan. Lagian, kalau Dara tau Mika jalan sama gadun, itu bakal lebih lucu lagi."
Nisa dan Farah tertawa puas, menikmati momen gosip mereka seolah menemukan harta karun. Malam itu, mereka memutuskan untuk menyimpan informasi ini untuk sementara—menunggu saat yang tepat untuk menjatuhkan Mika