MANTAN. Apa yang terbesit di pikiran kalian saat mendengar kata 'MANTAN' ?
Penyesalan? Kenangan? Apapun itu, selogis apapun alasan yang membuat hubungan kamu sama dia berubah menjadi sebatas 'MANTAN' tidak akan mengubah kenyataan kenangan yang telah kalian lewati bersama.
Meskipun ada rasa sakit atas sikapnya atau mungkin saat kehilangannya. Dia pernah ada di garis terdepan yang mengisi hari-harimu yang putih. Mengubahnya menjadi berwarna meski pada akhirnya tinta hitam menghapus warna itu bersama kepergiannya.
Arletta Puteri Aulia, gadis berkulit sawo matang, dengan wajah cantik berhidung mancung itu tidak mempermasalahkan kedekatannya lagi dengan cowok jangkung kakak kelasnya sekaligus teman kecilnya-- Galang Abdi Atmaja. Yang kini berstatus mantan kekasihnya.
Dekat? Iya,
Sayang? Mungkin,
Cemburu? Iya,
Berantem? Sering,
Jalan bareng? Apa lagi itu,
Status? Cuma sebatas mantan.
Apa mereka akan kembali menjalin kasih? Atau mereka lebih nyaman dengan -MANTAN RASA PACAR- julukan itu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmi SA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
“Maaf”
Gadis itu menunduk mengambil buku yang ia jatuhkan tadi. Ia juga mengusap sepatu yang ia injak tadi.
Bodohnya ia lompat-lompat di perpustakaan karena tidak dapat mengambil buku yang cukup tinggi itu.
“Udah ngga usah,” ucap cowok itu menarik kedua lengan gadis itu agar berdiri.
“Maaf, sepatu kakak jadi kotor,” sesal Gadis itu. Gadis yang masih empat belas tahun itu tampak menggemaskan di mata cowok itu.
“Ngga apapa, kamu mau ambil buku yang mana?” tanya cowok itu mengamati buku-buku yang tersusun rapi di rak atas.
“Yang itu kak,” tunjuk gadis itu.
“Lain kali kalo susah, minta bantuan ya dek,” ucap cowok itu menepuk pelan puncak kepala gadis itu.
***
“Kak?” Arletta mengetuk pintu kamar kakaknya. Pintu itu terbuka menampakkan kakaknya dengan tampilan awut-awutan.
“Apa sih Ta? Masih pagi loh ini,” ucap Rafa mengucek matanya. Arletta menggeleng, “pagi katanya, jam sembilan loh, tadi kakak udah lewatin sarapan pagi,” ucap Arletta bersedekap.
Rafa tampak sedikit terkejut, “oh ya? Kenapa bangunin sekarang?Harusnya nanti aja siang sekalian pas makan siang,” sambungnya.
“Aih! Satu orang ini!” Arletta mendengkus.
“Ah malesin nih Kak Rafa. Tadi mama sama Arfan buru-buru pergi ada urusan katanya. Papa udah berangkat. Aku belum sempet ijin sama mama mau ke rumah Andini. Aku ijin sama Kak Rafa aja, ya?” Ucap Arletta buru-buru.
“Andini? Yang semalem?” Tanya Rafa entah terlalu semangat atau apa hingga mengalihkan perhatian Arletta.
“Iya, kenapa? Hayo?” Arletta menatap kakaknya penuh tanya.
“Ah ngga kok, tunggu di bawah, kakak mandi dulu. Biar kakak yang anter,” ucap Rafa lalu menutup pintu kamarnya.
“Aneh, dari semalem juga udah aneh sih,” pikirnya. Arletta turun menunggu kakaknya di bawah.
***
“Yang mana sih rumahnya?” Rafa melambatkan laju mobilnya.
“Dua gang lagi kok, tuh yang ada mobil putih, sebelahnya kan ada gang kecil,” ucap Arletta mengintruksi kakaknya. Rafa mengangguk. Kembali ia menancapkan gasnya.
“Mobil ngga bisa masuk dong?” Tanyanya. Arletta mengangguk antusias, “iya lah, kan Kak Rafa lihat sendiri gangnya sempit.”
“Terus kakak gimana dong?”
Arletta mengernyit, “Kak Rafa? Pulang lah, kan tadi bilang mau nganterin, ini udah sampe, sekarang pulang dong,” ucap Arletta membuka pintu mobil itu.
“Aih! Tata!” Geram Rafa. Ia melihat Arletta tengah terkekeh di depan mobilnya. Arletta berjalan ke sisi pintu mobil kakaknya.
“Tenang aja, ntar aku salamin ke Andini deh, bye kakakku yang tampan,” ucap Arletta bergurau.
“Eh Ta, bukan gitu!” Seru Rafa namun terlambat Arletta sudah dulu masuk gang itu. “Aih! Anak itu!” Rafa menghela nafas lalu pergi dari sana.
***
Mereka sampai di mall, hari ini mereka ingin menikmati hari minggu mereka dengan jalan-jalan. Mereka mampir di booth ice cream. Raya menunggu sendirian di kursi yang memang akan mereka tempati. Sedangkan Andini dan Arletta mengantre di sana.
“Ya! Raya! Woy ditanyain juga!” Andini mengguncangkan lengan Raya. Raya tersadar dari lamunannya, "eh, iya kenapa Din?” ucap Raya kemudian.
“Lo mau yang cokelat atau stroberi? Soalnya yang mint udah abis,” ucap Arletta.
“Stroberi aja deh,” ucap Raya.
“Ya udah gue pesenin ya,” ucap Andini kembali mengantre.
“Lo baik-baik aja, Ya?” Tanya Arletta saat mereka hanya berdua. “Baik kok, nih gue ngga panas,” ucap Raya menarik tangan Arletta dan menempelkannya pada dahi Raya.
“Ish bukan itu, setelah hari ulang tahun gue, lo banyak diem. Ada masalah, Ya?”
“Ngga kok, kan gue emang suka diem. Lo juga tahu kan gue orangnya gimana,” ucap Raya tersenyum. Arletta bersedekap menatap Raya. “Lo- ada masalah sama Kak Rafa?” Raya terdiam. Dia harus jawab apa?
“Apa sih lo, sok tahu deh,” elak Raya.
“Kan tadi lo bilang sama gue, gue tahu lo orangnya kayak gimana,” ucap Arletta. Ia menaikturunkan alisnya menatap Raya. Raya kembali terdiam.
“Iya kan? Gue ngga salah kan?”
Raya menghela nafas berat. Ia menatap Arletta penuh sesal. “Gue kenal sama Kak Rafa,”
“Ooh ternyata kalian..”
“Eh bentar, plis jangan buat gue canggung setelah ini, oke,” ucap Raya memohon. Arletta mengangguk setuju.
“Gue pernah cerita kan sama lo, kalo gue pindah ke sini gara-gara kakak gue?” ujar Raya. Arletta mengangguk.
“Tapi gue ngga pernah cerita sama lo, apa alasan gue benci sama dia,” lagi-lagi Arletta mengangguk.
“Papa gue tahu kalo gue ada hubungan sama seorang mahasiswa. Dan lo tahu, kakak gue yang ngaduin itu. Itu yang buat gue dipindah ke sini dan gue benci sama kakak gue. Yang semakin gue benci adalah, gue ngga tahu lagi kabar Kak Rafa,” Raya menunduk, selama ini ia mencoba untuk melupakannya. Namun pertemuan kemarin membuatnya harus kembali mengingat Rafa.
“Maaf Ta, gue ngga tahu kalo dia kakak lo," Raya menghela nafas, Arletta mengusap pelan tangannya.
“Terus sekarang hubungan lo sama kakak gue gimana?” tanya Arletta kemudian.
“Es krim datang!” Seru Andini membawakan tiga es krim di tangannya.
“Serius banget kayaknya, ngomongin gue ya?” Ucap Andini sambil mengulurkan es krim itu.
“Pede banget sih nona,” timpal Arletta mengambil ice cream vanillanya.
Mereka terkekeh, "kemana lagi nih kita?” Tanya Andini menikmati es krimnya.
“Makan yuk, laper nih,” ucap Arletta. “Iya nih sama,” ujar Raya mengelus perutnya.
“Ya udah, lets go!” Seru Andini. Raya tersenyum lega, mungkin kali ini dia lolos dari pertanyaan yang diapun tidak tahu apa jawabannya itu.
***
Rafa bersedekap menatap lurus ke depan. Di depannya, seorang gadis tengah kesulitan mengambil buku di rak yang cukup tinggi itu. “Dia lagi, dan seperti itu lagi,” gumam Rafa tersenyum. Rafa perlahan mendekatinya.
“Kesulitan lagi?”
Gadis itu menoleh, “eh iya kak.” Rafa menoleh pada rak tadi, ia mengambilkan buku yang cukup tebal dari sana.
“Yang ini?” Rafa mengulurkan buku itu. Gadis itu mengangguk pelan. “iya kak, makasih,” ujarnya tersenyum.
“Duduk di sana yuk,” ucap Rafa lembut pada gadis itu. Gadis itu hanya menurut, ia sedikit malu hingga ia terus menunduk sampai di mana mereka duduk.
“Nama kamu siapa? Waktu itu kita belum kenalan,” ucap Rafa menatap wajah polos gadis itu.
“Raya kak,” ucap Raya menatap Rafa. Takut, malu bercampur jadi satu, Raya tidak pernah berbicara dengan orang asing, apalagi melihat pria di depannya ini memang umurnya tampak jauh di atasnya.
“Raya? Aku Rafa,” ucapnya tersenyum.
“Boleh berteman?” Ucap Rafa mengulurkan tangannya. Melihat Rafa yang tersenyum,
Raya ikut tersenyum, sepertinya kakak ini tidak jahat. Ia menerima uluran tangan kakak itu.
Rafa tersenyum getir menatap layar ponselnya. “Dua tahun, kamu ngga berubah sama sekali, masih pendiam seperti dulu,” gumam Rafa. Fotonya bersama gadis berusia empat belas tahun itu masih tersimpan di dalam ponselnya. Ia hanya punya itu.
Tok tok tok.. Rafa menoleh pada pintu yang tertutup itu.
“Rafa, ini mama.” suara Mama Lia di balik pintu kamarnya.
Rafa berdiri dari tempat tidurnya, berjalan membuka pintu kamarnya itu.
“Eh mama, baru pulang?”
“Iya, Tata kok ngga ada, dia ke mana?” Tanya Mama Lia.
“Ah itu, dia ke rumah temennya tadi pagi, katanya mau jalan-jalan. Mau di jemput aja?” Tawar Rafa, Mama Lia menggeleng. “Ah ngga usah, turun yuk, kamu belum makan siang kan?”
“Iya, mama tahu aja sih anakmu ini kelaperan,” timpal Rafa mengundang tawa mamanya. Rafa menggandeng tangan mamanya lalu turun ke dapur. Ah dia rindu dekat dengan mamanya.
tinggal urusan cintanya aja yang masih jauh🤭