NovelToon NovelToon
Senandung Penantian

Senandung Penantian

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Oksigen TW

Cerita ini benar karya orisinil Author.

✅️ Bijak dalam membaca
✅️ Mohon saran dan kritik yang membangun
❌️ Tidak boomlike dan lompat bab

Uswa wanita yang penuh luka, menemukan secercah cahaya dalam sorot mata Hanz, seorang nahkoda yang ia temui di dermaga.

Gayung pun bersambut, bukan hanya Uswa yang jatuh hati, namun Hanz juga merasakan getaran kecil di hatinya.

Seiring berjalannya waktu, rasa di antara keduanya semakin besar. Namun, Uswa selalu menemukan ketidakpastian dari kegelisahan Hanz.

Uswa pun terjebak dalam penantian yang menyakitkan. Hingga akhirnya, ia dipertemukan oleh sosok Ardian, pria yang berjuang untuk Uswa.

Lantas, kisah mana yang akan dipilih Uswa?

Tetap menanti Hanz yang perlahan memulihkan luka, namun selalu berakhir dengan ketidakpastian?

Atau membuka lembaran baru bersama Ardian yang jelas memiliki jawaban yang sudah pasti?

Ikuti kisah dan temukan jawaban Uswa pada cerita Senandung Penantian.

Cover by Ig : @desainnyachika
Ig : @oksigentw
TT : @oksigentw

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oksigen TW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Selesai melakukan kegiatan rutin sebelum berlayar, Hanz pun keluar dari ruang anjungan atau ruang komando yang berisi sistem navigasi kapal. Hanz melangkah, melewati pintu dan langsung berjalan ke arah handralls.

Hanz sedikit membungkukkan tubuh, menopangkan kedua tangannya pada handralls. Sorot matanya tajam menatap lautan malam yang dipenuhi lampu-lampu kapal. Lelah pikiran dan perasaan, membuat Hanz menghela napas berat.

Perasaan rindu pada ibu dan kedua adiknya, ditambah lagi perasaan yang hadir pada pandangan pertama. Kebimbangan pun menyelimuti Hanz, rasa gelisah karena hubungan sebelumnya, membuat Hanz sulit mengutarakan perasaannya pada Uswa.

Hanz menundukkan kepala, ia meremas kepalanya seolah penuh frustasi. Kebimbangan semakin menguasai kalbu, membuatnya kembali mengingat kalimat Wildan yang membungkam bibirnya.

"Tidak bisa berjanji untuk kembali, atau ... karena sudah ada hati lain yang menunggu kepulangan sampean?"

Satu kalimat yang berhasil membuat Hanz terdiam seketika saat itu. Ingin rasanya Hanz mengatakan bahwa tidak ada hati lain yang menunggunya, namum entah mengapa bibirnya seakan terkunci rapat, hatinya kembali dikuasai rasa yang ia kubur dalam-dalam.

Angin tengah malam berhasil memaksa pikiran Hanz memutar memorinya beberapa satu tahun lalu. Memori yang harus ia kubur dalam-dalam, kini muncul kembali, membuat gelisah dan resah pada perasaannya saat ini.

Saat itu, Hanz mengambil cuti pada tahun baru, ia sengaja pulang berniat melamar kekasihnya. Persiapan yang telah dilakukan ibu dan sanak keluarga, membuat Hanz semakin ingin cepat pulang.

Hanz yang baru beberapa jam berada di rumah, menghampiri Aminah, ibunya yang sedang melipat pakaian. Hanz duduk di sebelah Aminah, ia menggeser pakaian di hadapan ibunya, dan merebahkan kepala di pangkuan ibunya.

"Enten nopo toh, Le?" ucap Aminah, meletakkan pakaian yang ia pegang. Jemari yang mulai keriput membelai kepala Hanz. (Ada apa, Nak?)

"Mboten enten, Bu. Kulo rindu ro Ibu," ujar Hanz, meraih tangan Aminah. Hanz pun mencium jemari Aminah. (Tidak ada, Bu. Saya rindu sama Ibu,)

Aminah tersenyum melihat sikap putra sulungnya. Rasa pilu membuat air mata Aminah berlinang. Dari sejak SMK, Hanz sudah berusaha sendiri, bahkan ia menjadi tulang punggung keluarga. Ayahnya yang sakit-sakitan, membuat Hanz harus kuliah sambil bekerja, untuk menghidupi keluarga dan biaya pengobatan ayahnya.

"Kulo pun rindu ro bapak, Bu ..." lirih Hanz, ia teringat akan mendiang ayahnya yang telah berpulang ke rahmatullah. (Saya pun rindu sama bapak, Bu ...)

Hanz pun terdiam, ia hanyut dalam belaian kelembuatan Aminah, membuatnya teringat pada mendiang ayahnya, yang berpulang sekitar delapan bulan sebelum kepulangannya. Saat itu, Hanz tengah berlayar ke Eropa, hingga ia tidak mengetahui kabar ayahnya dan tidak bisa mengantarkan ayahnya di peristirahatan terakhir.

Pria yang tegar di tengah lautan itu, namun akan sangat lemah jika menyangkut keluarganya. Hanz terbayang pada saat terakhir kali melihat wajah ayahnya. Saat itu, ayahnya tengah terbaring di rumah sakit. Akan tetapi, Hanz harus pergi melaksanakan tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Rasa sesal menyelimuti hati, Hanz meneteskan air mata.

"Kalau saya tidak bekerja di kapal. Saya bisa mengantarkan bapak ya, Bu ..." lirih Hanz, yang benar-benar menyesal.

"Nak ... semua sudah menjadi suratan takdir. Jangan ngomong gitu, ya? Kita semua kangen bapak. Nanti kita jenguk bapak, minta restu. Semoga nanti malam niat baikmu diterima sama keluarga nak Ayu," ujar Aminah, semakin lembut membelai kepala Hanz dengan tangan kanannya.

"Nggih, Bu." (Iya, Bu.)

Hanz tersenyum, hatinya merasakan kedamaian saat tangan lembut Aminah semakin membelai kepalanya. Wajahnya pun kembali bahagia, saat mendengar nama pujaan hatinya.

"Saya yakin, Ayu mau nerima, Bu. Saya benar-benar serius sama Ayu. Tidak mau membuat Ayu terlalu lama menunggu, Bu." tutur Hanz, terbayang akan wajah kekasih yang sudah bertahun-tahun bersarang dalam hatinya.

"Niatmu baik, Nak. Semoga Allah Ta'ala merestui niat baikmu. Aamiin ..." lirih Aminah, sembari mengecup kepala Hanz.

Sesuai niat Hanz, ba'da isya ia dan Aminah beserta Ismail paman Hanz, adik dari mendiang ayah Hanz, datang bertamu ke rumah Ayu, kekasih hati Hanz. Rumah yang hanya berbeda desa, membuat mereka tidak membutuhkan waktu lama. Tanpa kabar kepulangan, Hanz sengaja ingin membuat kejutan untuk kekasih.

"Assalaamu'alaikum ..." ucap Hanz, Aminah, dan Ismail setelah berada di depan pintu rumah Ayu.

"Wa'alaikumussalaam ..." jawab seseorang setengah berteriak dari dalam, membalas salam, yang Hanz kenali itu adalah suara ibunya Ayu.

Wanita paruh baya yang benar adalah ibunya Ayu membuka pintu, menampakkan Hanz dan keluarga yang berdiri tersenyum ramah. Bukan senyum ramah yang terlukis di wajah ibunya Ayu, melainkan keterkejutan yang tercetak jelas di sana.

"Mi-Mikail?" Ibunya ayu terbata-bata menyebut nama Hanz, yang sudah menjadi panggilan sehari-hari Hanz di kampung dan di pekerjaan.

"Nggih, Bu." Hanz pun dengan ramah dan sopan meraih tangan ibunya Ayu. Pria itu mengecup hangat punggung telapak tangan ibu dari kekasihnya.

"Sopo seng teko, Bu?" ucap seorang pria, yang sudah pasti adalah ayahnya Ayu.

Ayahnya Ayu pun menghampiri istrinya yang masih mematung di ambang pintu. Sama halnya dengan istrinya, ayahnya Ayu juga terkejut menatap Hanz dan keluarga berdiri di hadapan mereka.

"Pripun kabare Njenengan, Pak?" tutur Hanz, bertanya kabar dan langsung menyalami dan mencium punggung telapak tangan ayahnya Ayu. (Bagaimana kabarnya, Pak?)

"Alhamdulillah ..." jawab ayah Ayu, menahan getir yang tercetak jelas di wajahnya. "Monggo ... monggo ..." imbuhnya, mempersilakan Hanz dan keluarga untuk masuk dan duduk.

"Menika ana sakedhik kleti'an, Bu ..." ujar Aminah, menyerahkan bingkisan oleh-oleh yang dibawa oleh Hanz. (Ini ada sedikit camilan, Bu ...)

"Oalah, Bu ... repot-repot Njenengan niku. Awake dhewe mboten ana persiapan, Bu." jawab ibunya Ayu, sembari menerima bingkisan dari Aminah. (Repot-repot kamu itu. Padahal kami tidak ada persiapan, Bu.)

"Mboten nopo-nopo, Bu." ujar Aminah, tersenyum ramah. (Tidak apa-apa, Bu.)

"Matursuwun nggih, Bu." Ibunya ayu tersenyum canggung pada Aminah, yang dibalas anggukan kecil oleh Aminah. Ibunya Ayu pun pamit meninggalkan ruangan, menuju ke dapur. (Terima kasih ya, Bu.)

Sepeninggalan ibunya Ayu, ayahnya Ayu pun berbincang pada Hanz dan Aminah, serta Ismail, paman Hanz. Ismail dan ayahnya Ayu yang memang kenal, mereka pun bercakap-cakap soal perkembangan desa. Bak bertemu teman lama, ayahnya Ayu sudah mulai santai setelah berbincang dengan Ismail.

Sampailah pada saatnya menyampaikan niat baik kedatangan Hanz dan keluarga. Ismail yang memang sebagai pengganti ayah Hanz, ia pun mewakili Hanz dan Aminah membuka suara.

"Begini, Pak. Kedatangan kami ke sini, untuk menyampaikan niat baik. Mengingat Mikail dan putri Bapak sudah saling menyukai, dan putra kami sudah mantap menjadikan putri Bapak sebagai pasangannya. Jadi, kami berniat melamar putri Bapak, nak Ayu, untuk putra kami, Mikail."

Deg ... niat baik yang disampaikan Ismail, membuat detak jantung ayah Ayu seakan berhenti berdetak. Tatapan ayah Ayu berupa seketika. Segan, canggung, seakan menyatu dalam pancaran itu.

"Assalaamu'alaikum ..."

Di tengah keheningan, suara yang sangat dikenal dan dirindukan Hanz terdengar dari arah luar. Hanz pun langsung menatap ke arah pintu, hingga matanya tertuju pada wanita yang begitu ia cintai. Hanz pum berdiri, menatap Ayu yang tengah mematung menatap Hanz.

"Mas ..." lirih Ayu, getir perasaannya merubah ekspresi ramah menjadi panik. Tiada suara yang terdengar, hingga suara lelaki terdengar membuat Hanz bertanya-tanya.

"Kenapa berhenti di depan pintu, Dek?" ucap seorang pria yang masuk dan berdiri di samping Ayu. Sama dengan Hanz, pria itu menatap Hanz penuh tanda tanya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...Demi orang yang kucintai, bahkan segitiga bermuda pun akan kulalui....

...~Oksigen TW~...

...****************...

1
🌺Fhatt Trah🌺
jujur aja mas. jgn disimpen dlm hati
Oksigen TW: Entahlah, Hanz terlalu diam dengan perasaannya/Frown/
total 1 replies
🌺Fhatt Trah🌺
uswa udah benci banget ya sama ayahnya
Oksigen TW: Antata benci dan takut, Kak😔
total 1 replies
🌺Fhatt Trah🌺
mata tidak mungkin bohong ya hanz
Oksigen TW: Betul banget/Sob/
total 1 replies
🌺Fhatt Trah🌺
itu jawaban yg tepat
Oksigen TW: Tepat berujung salting/Chuckle/
total 1 replies
🌺Fhatt Trah🌺
cara penulisan authornya rapi. sukses dengan karya keren ini kk👍🏻👍🏻
Oksigen TW: Harus banyak belajar sama Kakak
Oksigen TW: Aamiin. Terima kasih, Kak
total 2 replies
🌺Fhatt Trah🌺
ayahnua punya istri yg lain kah
Oksigen TW: Iya, Kak😭
total 1 replies
mama Al
bunga untuk uswa

salam dari radar cinta Andara
Oksigen TW: Uswa : Terima kasih banyak, Kak😘
total 1 replies
mama Al
betul
Oksigen TW: Tapi, siap menanggung sakit yang luar biasa/Sob/
total 1 replies
mama Al
kau menggantungkan hubungan ini
Oksigen TW: Memang keterlaluan Hanz itu, Kak/Sob/
total 1 replies
🌺Fhatt Trah🌺
🌹🌹 + subs sudsh meluncur. semangat ya thor
Oksigen TW: Waahh ... terima kasih, Kakak😘🫶
total 1 replies
🌺Fhatt Trah🌺
cieeee ... yg ditunggu-tunggu🤭🤭
berdebar debar pasti itu hati
Oksigen TW: Banget, Kak🤣
total 1 replies
🌺Fhatt Trah🌺
di mana itu kota Dumai Thor?
kukira dunia maia🤭
Oksigen TW: Di Provinsi Riau, Kak
total 1 replies
🌺Fhatt Trah🌺
aku mampir thor. nyicil dulu ya
Oksigen TW: Terima kasih, Kak e. Ntar saya mmpir balik.🫶
total 1 replies
🌺Fhatt Trah🌺
inikah yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama?
untung gk jatuh ke dermaga ya Hanz, tapi jatuhnya ke hati Uswa🤭
Oksigen TW: Untung Hanz jago renang, jaga2 dia jatuh ke dermaga karena kekonyolan Uswa/Facepalm/
total 1 replies
🌺Fhatt Trah🌺
bilang aja cantik, mas. pake basa basi lagi🤭
Oksigen TW: Basa basi berujung cinta/Facepalm/
total 1 replies
mama Al
3 iklan untuk author
Oksigen TW: Terima kasih, Kak🫶
total 1 replies
mama Al
bahasanya keren
Oksigen TW: Punya Kakak jauh lebih keren😭
total 1 replies
mama Al
Yadi ternyata suka gosip juga
Oksigen TW: Bukan main si Yadi, Kak😭
total 1 replies
mama Al
sabar uswa

laut kan sering tidak ada sinyal
Oksigen TW: Sedih ya, Kak😭
total 1 replies
Dewi Payang
10 iklan buat kak Author, cemangatz💪
Dewi Payang: Sama2 kak🫰🫰
Oksigen TW: Terima kasih banyak, Kak🫶
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!