Follow IG : base_author
Membaktikan kehidupannya untuk imamnya, peran yang dilakoni Thalia Ruth selama 4 tahun menjalani hidup berumah tangga dengan Andre Miles, suaminya. Di tinggallkan kedua orang tuanya karena kecelakaan menjadikan Thalia yang yatim piatu sepenuhnya menggantungkan hidupnya pada Andre dengan kepercayaan yang tanpa batas. Bagaimana Thalia menjalani kehidupannya setelah Andre mencampakkannya setelah memperoleh semua yang diinginkan?? bahkan ibu mertua pun mendukung semua perbuatan suaminya yang ternyata sudah direncanakan sejak lama.
Menjadi lemah karena dikhianati atau bangkit melawan suaminya... manakah yang dipilih Thalia?
Siapkan tisu dan alat tempur sebelum membaca 😎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 24
Thalia berlari tidak tentu arah di sebuah hamparan luas yang terdapat tanaman bunga bermekaran. "Aku berada dimana? " Thalia menyapu pandangannya, memerhatikan tempat yang baru dikunjunginya. Ia meneruskan langkah kakinya kemudian berhenti ketika melihat kedua orangtuanya sedang duduk di bawah pohon rindang, dengan permadani sebagai alas mereka.
"Papa.. Mama... " Panggil Thalia, dengan bibir mungilnya bergetar dan air matanya menganak sungai.
Papa Arvin, dan Mama Shella menoleh, membalas senyuman putrinya. Papa Arvin menggerakkan tangannya, bermaksud mengajak Thalia untuk bergabung menikmati sore seperti yang kerap mereka lakukan.
Thalia melebarkan senyumnya. Ia mempercepat langkah kakinya kemudian beringsut, memeluk kedua orangtuanya. Air matanya tumpah, meluapkan rasa rindunya yang menggebu. Ya, rindu teramat sangat yang tidak akan menemukan obatnya kecuali bertatap muka.
"Thalia, kangen banget sama Mama dan Papa." Lirih Thalia merasakan sapuan tangan sang Ayah di atas kepalanya serta pelukan kedua orangtuanya yang membuat perasaan Thalia menghangat dan tenang.
Setelah meluapkan rasa rindunya, Thalia melonggarkan pelukannya. Ketiganya pun menikmati waktu bersama, bersenda gurau dengan celoteh polos Thalia.
Thalia terlihat sangat bahagia, sehingga membuatnya melupakan permasalahan yang sedang di hadapinya. Andaikan ia bisa menghentikan waktu. sudah dipastikan ia akan melakukannya agar bisa bersama terus dengan kedua orangtuanya.
Hingga tidak terasa matahari sore hadir di permukaan langit. Kedua orangtua Thalia beranjak. "Papa, Mama mau kemana?" hanya senyuman yang didapati Thalia, "boleh, Thalia ikut?" masih sama, kedua orangtuanya hanya diam, seolah enggan menjawab pertanyaannya.
"Pa.. Ma... aku mohon." Ulangnya. Telapak tangannya saling bertemu, memohon. "Thalia ga mau sendiri lagi."
Papa Arvin menggelengkan kepala kemudian menuntun tangan sang istri melangkah mundur.
"Papa.. Mama.. Jangan pergi. Jangan tinggalkan Thalia!" Seru Thalia, ia ingin beranjak akan tetapi kakinya seolah tertahan, tidak bisa bergerak. "Pa.. Ma! " Thalia memekik sedih, memerhatikan kedua orangtuanya semakin jauh dari pandangannya lalu menghilang.
"Bangun! Dasar pemalas! " pekik Bu Nita seraya mengguyur tubuh Thalia yang meringkuk di atas lantai. Wanita paruh baya itu melempar gayung ke sembarang arah.
Thalia berjingkat kaget ketika merasakan dingin dari air mengenai wajah serta tubuhnya. Thalia mengusap sisa air di wajahnya, sambil memandang Ibu Nita. Lengkap sudah penderitaannya. Jika semalam ia diperlakukan semena-mena dengan suaminya, maka pagi ini dengan ibu mertuanya.
Memang, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Seperti itulah Andre dengan Ibunya. Keduanya memiliki sikap yang hampir sama.
"Bersiaplah, karena calon istri putraku akan datang!" Perintah Bu Nita, tidak ada sedikit pun rasa iba melihat kondisi Thalia yang berantakan. Bahkan dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat ada luka di tubuh Thalia yang sedikit terekspos karena pakaian Thalia terkoyak. Ya setelah insiden menyakitkan itu, Thalia tidak ada tenaga untuk beranjak hingga ia begitu saja terlelap membiarkan rasa dingin menyentuh tubuhnya.
Seperti yang di ceritakan Andre pada saat itu, Andre berencana akan menikahi Mona dalam waktu dekat. Tentu ini kabar baik untuk Bu Nita, terlebih Mona sedang mengandung calon cucunya.
Thalia tertawa rendah menganggap ucapan mertuanya adalah sebuah lelucon, "oh ya Tuhan, ternyata aku di kelilingi manusia-manusia sampah." Gumam Thalia.
"Kamu bilang apa barusan, hah?!" tidak puas mengguyur Thalia, Bu Nita menjambak rambut Thalia hingga kepala Thalia mendongak. "Jawab!!"
Thalia tidak memberontak. Ia terdiam, membiarkan perlakuan buruk Ibu mertuanya itu. Thalia pun tersenyum tenang. "Tidak ada, Ma. Tolong lepaskan rambutku. Bukannya aku harus menyambut calon menantu barumu?"
Cengkraman di rambutnya pun terlepas. Thalia segera berdiri, "pintu kamarku ada disebelah sana, Ma." Ujar Thalia sambil menunjukkan objek yang diucapkannya itu.
"Kamu mengusir, Mama?!"
Thalia menggeleng, samar. "Tidak Mama mertua, aku hanya mengingatkan. Barangkali Mama lupa dimana letak pintu" Thalia beralasan "ah sepertinya berendam air dingin sangat menyenangkan." lanjut Thalia sembari melangkah dengan sedikit mengangkat kepalanya. Ia mengambil pakaian dari lemari kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Setengah jam berlalu tidak membuat Thalia beranjak dari dalam bathtub. Wanita itu terpejam, merasakan sensasi air dingin membalut tubuhnya yang terdapat luka. Aroma lavender dari lilin yang berada tepian bathtub pun menguar, tercium, cukup membuat Thalia sedikit rileks.
Thalia harus memulihkan tenaganya. Untuk menghadapi manusia sampah, bukankah ia harus bersikap waras?
Memutuskan untuk menyelesaikan ritual mandinya, Thalia beranjak. Ia membilas tubuhnya di bawah pancuran, menggosok tubuhnya dengan kasar menghilangkan jejak Andre yang berada tubuhnya.
Setelah semua selesai, Thalia melangkah keluar sudah menggunakan dress katun di tubuhnya. Kamarnya masih terlihat sama, seperti semalam karena ia tidak membersihkan kekacauan yang dibuatnya.
Thalia sedikit merasa lega tidak melihat pria brengsek itu. Akan tetapi, tidak bisa dihindarinya, bayangan menjijikan semalam muncul di benaknya yang segera Thalia tepis.
"Dimana ponselku?" Thalia merogoh tas yang dipakainya semalam. Ia mengangkat bantal, dan selimut mencari gawai miliknya. Tidak ditemukan.
"Kamu sedang mencari apa, sayang?" datang Andre, mendekati Thalia.
Orang yang tidak diharapkan itu muncul di dekatnya membuatnya engan menoleh. Jangankan menoleh, menjawab pertanyaan pria itu saja, Thalia tidak sudi.
"Apa kamu sedang mencari ponselmu?"
Dengan keadaan terpaksa, Thalia segera menghadap Andre, "kamu mengambil ponselku?" tanya Thalia "kembalikan!" pinta Thalia menggapai benda pipihnya yang ada ditangan Andre.
Andre menjauhkan tangannya menghindari jangkauan Thalia, "aku tidak mau mengembalikannya. Anggap saja itu hukuman untuk kamu karena sudah memata-mataiku."
Thalia mengepal kedua tangan, mencoba menahan amarahnya yang tiba-tiba mencuat.
"Kenapa mendadak diam? " Andre tersenyum, meledek Thalia. "Kamu ingin marah?" Andre bertanya lagi, sengaja memancing emosi Thalia. "Marahlah, sayang. Karena itu akan membuatmu terlihat semakin seksi dan menggoda." sungguh, ucapan Andre terdengar sangat menjijikkan.
Thalia mengeram, menatap tajam Andre penuh amarah. "Bersenang-senanglah dulu, sebelum aku merebut kembali hakku, dan ketika hari itu terjadi, aku bersumpah akan mendepakmu, Ibumu serta jalangmu itu. Aku akan membuatmu benar-benar hancur." ucap Thalia penuh penekanan.
"Wow! " Andre berujar, takjub. "Ternyata, Thalia-ku mempunyai nyali yang besar juga ya..." Andre mengikis jarak, kemudian berbisik. "Segera buktikan ancamanmu, sayang. Tapi, sebelum kamu melakukannya, aku ingin memberitahumu satu hal. Orang kepercayaan Papamu, berada di pihakku." Andre meledakkan tawanya, mengejek Thalia.
Thalia terhenyak, dengan netranya membola sempurna.. Jadi, Paman Rendra...
Nah kan 🤣🤣
laah situ baru mikir kesana sekarang /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
kemarin kemarin kemana 🤣🤣🤣
yang anteng ya tita mainnya
kasih ruang buat thalia sembuh /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
jadinya tita leluasa ini