Hidupku semula baik-baik saja, tapi ketika aku berani melanggar aturan keluarga.
Semua berubah. ketika aku masuk kedalam kamar mendiang nenek dan kakekku, aku menemukan sebuah novel usang berdebu.
Ketika aku membuka sampul novel bercahaya, cahaya itu membuat mataku perih dan secara refleks terpejam.
Namun ketika aku membuka mata, aku tidak berada di kamar mendiang kakek dan nenek. Aku berada di sebuah kamar asing.
Seketika ingatan yang bukan milikku memenuhi memoriku. Ternyata aku memasuki novel usang itu, dan bagaimana mungkin aku harus terjebak di peran figuran yang hanya satu kali namanya di sebutkan sebagai mantan dari seorang pemeran utama laki-laki kedua!!
Cover from pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Maryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
Aku menatap derrrien terkejut, aku mengangkat tangan ku hendak menamparnya. Namun derrrien dengan sigap menahan tanganku lalu menurunkannya untuk dipeluk bersama dengan perutku.
"kamu gila ya" memandang dia tajam. Aku yang sudah jengah pun, menuruti permintaan derrrien "rien, udahkan sekarang puas" menatap tajam derrrien yang di balas senyum smirk.
"oke" dia lalu menurunkan dan mendudukkan ku di sebelahnya. Dia mengelus lembut rambutku yang langsung ku hempaskan tangannya.
"ngga usah sentuh aku" aku menatap derrrien marah.
Kring kring
Bel masuk berbunyi, aku bangkit dari duduk ku dan untungnya derrrien tidak menahan tanganku lagi. Tanpa menoleh kearah derrrien aku berlalu pergi.
Saat sudah sampai di depan pintu rooftop, ya ternyata derrrien membawaku ke rooftop. Rooftop ada dilantai paling atas di gedung ini yaitu lantai 6.
"aku antar pulang" aku mendengarnya berbicara namun tetap ku abaikan "ini perintah" lanjutnya lagi.
Dih, masa bodo. Mau ini perintah, permintaan atau apapun itu. Aku tidak peduli, dan akan selalu begitu. Semoga saja.
Aku menuju ke kelas ku dengan menuruni tangga. Mana mungkin aku berani menggunakan lift. Mungkin hanya para tokoh novel yang berani dan mungkin memang di izinkan oleh pihak sekolah.
Sesampainya di depan kelas, aku dengan napas terengah-engah menyandarkan tangan di tembok depan kelas. saat aku sudah bisa bernapas dengan normal, aku mengintip ke jendela kelasku.
Dan untungnya belum ada guru yang masuk, padahal tadi aku cukup memakan waktu saat menuruni tangga. Sudah lebih baik aku masuk dan menanyakan kepada ana dan Zahra, tentang belum ada guru yang masuk.
Clek
Aku membuka pintu perlahan, teman-teman sekelasku yang tadinya sibuk mengobrol dengan refleks melihat kearah ku
"hai semua" aku tersenyum manis kepada mereka.
"Lila gua kira tadi guru anjir, bikin jantungan aja lu" salah satu teman sekelas ku yang bernama dita, menatap kesal kearahku.
"maaf hehe" aku menggaruk kepala belakang ku yang tak gatal.
"iye" Dita memutarkan bola mata malas.
Aku mendekat kearahnya dan mencolek dagu Dita "makasih Dita, kamu baik deh. kan aku jadi makin sayang" aku mengeluarkan puppy eyes ku khusus untuk Dita.
Dita meraup wajah ku "jangan kayak gitu gua jadi ngeri" aku memasang wajah cemberut.
"aduh neng Lila, kenapa gemesin banget sih. mau nggak jadi pacar aa Radit" tiba-tiba teman sekelas ku yang terkenal playboy menghampiri meja Dita, dan memandang genit kearah ku.
"mau gua tabok lu, sana jauh-jauh dari Lila" Zahra juga ikut menghampiri ku dan langsung mendorong Radit pelan.
"dih, gua bukan ngomong sama lu ya. Kenapa cemburu ya? Mau gua godain juga?" Radit menatap Zahra seraya tersenyum lebar.
"cemburu, O to the GAH, ogah. Ngapain gua harus cemburu sama lu. Muka kaya pantat ayam aja belagu" Zahra menunjuk muka Radit dengan kesal.
"alah ngaku aja sih, nggak usah ngeles. kalo suka sama gua bilang aja nggak usah di Pendem" Radit menyisir rambutnya ke belakang dengan memasang wajah songong.
"dih, pede gila anjir" Zahra memutar bola mata malas.
Zahra menarik tangan ku menjauh dari meja Dita, aku lalu duduk di kursi milikku. Aku menatap ana yang masih sibuk tertawa karena kelakuan Zahra dan Radit.
"Zahra" aku memanggil Zahra, Zahra yang tadinya sibuk memarahi ana karena tak berhenti menertawakan dia. Zahra menata ku dengan pandangan bertanya.
"kamu cocok tau sama Radit" setelah aku mengucapkan itu, ana langsung tertawa dengan begitu kencang. Sedangkan Zahra menatap ku sebal.
setelah itu Zahra langsung menyemprot ku dengan kata-kata kesal yang hanya ku balas dengan tertawa. Karena melihat Zahra kesal dan marah itu menyenangkan.
Waktu yang aturan dipakai untuk belajar, diganti dengan gubahan. Toh kata ana gurunya sedang ada rapat dan kita bebas melakukan apa saja, selama tidak keluar dari kelas.
✨
Bel sekolah telah berbunyi dari 5 menit lalu. Aku, ana dan Zahra sedang jalan beriringan.
Ana dan Zahra ingin mengantarkan ku pulang, mereka juga bilang ingin main kerumah ku dan aku hanya mengiyakan.
Sesampainya di parkiran Zahra segera menuju mobil miliknya, sedangkan aku dan ana menunggu Zahra memarkir mobil.
mobil Zahra berhenti tepat di depanku dan ana, aku bergegas membuka pintu mobil bagian belakang dan langsung duduk. ana duduk disamping kursi pengemudi.
Mobil mulai melaju pergi meninggalkan sekolah, namun di tengah perjalanan tiba-tiba ada 4 motor yang menghadang mobil Zahra. Aku menatap takut kearah 4 motor itu.
"Zahra, ana. Ini kenapa? Kita lagi di begal ya?" aku memandang panik kearah Zahra dan ana.
"gua nggak tau, tuh bocah berempat ngapain coba ngalangin mobil gua" bukannya takut Zahra malah terlihat sebal kepada mereka.
"udah tenang aja, di daerah sini ngga begal. mereka paling musuh sekolah kita" dengan santainya ana berucap.
"kok kalian ngga panik sih" heran ku, aku baru pertama kali mengalami kejadian ini. Dan tentu saja aku panik plus takut.
tapi ketika melihat respon dari ana dan Zahra, panik dan takut ku hilang seketika.
Salah satu pengendara motor itu mengetuk kaca mobil depan "Lila lu disini aja, biar gua sama ana yang turun. Lu tenang aja, gua sama ana bisa berantem kok" setelah mengucapkan itu Zahra dan ana turun dari mobil.
Sepertinya aku harus belajar beladiri juga, biar nggak jadi beban buat mereka. Nanti aku akan bilang kepada ibu.
Aku melihat Zahra dan ana sedang mengobrol dengan 4 pengendara motor itu, tidak ada perkelahian. kenapa Zahra malah terlihat antusias? Dan juga kenapa ana terlihat menegang? Sebenarnya ada apa?
Satu orang pengendara motor berjalan menuju pintu mobil di sebelah ku, dia menarik pintu mobil. Aku mencoba menahannya dan clek. Pintu mobil berhasil ku tutup.
Aku langsung panik ketika menyadari bahwa yang terkunci hanya pintu di sebelah ku saja, aku bangun dari duduk dan melompat kearah kursi pengemudi, belum sempat aku menekan tombol kunci, pintu mobil terbuka.
"gadis nakal" tunggu bukan kah itu suara milik derrrien, aku menatap pengendara motor yang masih menggunakan helm itu.
dia melepaskan helmnya dan ternyata benar itu derrrien, sialan. Dia telah membuatku terkejut setengah mati.
Dia mengeluarkan smirknya, ketika melihat raut terkejut "kaget ya" dia terlihat seram.
"aku kan udah bilang pulang bareng aku, kenapa nggak nurut hmm" dia berucap rendah menatap tajam kearahku. Dia seperti psikopat yang ada di film-film yang ku tonton.
"ngapain aku nurut sama kamu. Kamu bukan siapa-siapa aku" balasku yang membuat mukanya memerah menahan marah. Aku kan berbicara fakta, kenapa harus marah?