Zaky Wijaya diantara dua wanita bernama Zaskia dan Shannon. Kia sudah dikenal sejak lama dan disayangi laksana adik. Shannon resmi menjadi pemilik hati dalam perjumpaan di Bali sebelum berangkat ke Zurich.
Hari terus bergulir seiring cinta yang terus dipupuk oleh Zaky dan Shannon yang sama-sama tinggal di Swiss. Zaky study S2 arsitektur, Shannon bekerja. Masa depan sudah dirancang namun komitmen berubah tak sejalan.
"Siapanya Kia?" Tanya Zaky dengan kening mengkerut. Membalas chat dari Ami, sang adik.
"Katanya....future husband. Minggu depan khitbah."
Zaky menelan ludah. Harusnya ikut bahagia tapi kenapa hati merasa terluka.
Ternyata, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyimpulkan rasa sayang yang sebenarnya untuk Kia. Dan kini, apakah sudah terlambat?
The romance story about Kia-Zaky-Shannon.
Follow ig : authormenia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasanya Menjadi Adik Kakak
Zaky menggeleng. Belum tentu kabar itu benar. Bisa saja Ami cuma nge-prank dan berhasil membuat hatinya berdesir perih. Untuk meyakinkan praduganya, ia memutuskan menelepon sang adik. Cukup lama menunggu hingga panggilan tersambung.
"Mi, nge-prank ya?" Todong Zaky to the point pada tujuan. Sering melakukan komunikasi, tak lagi melulu menyapa bertanya soal kabar.
"Serius, Aa. Aku juga kaget. Baru dikasih tahunya kemarin. Kia emang nggak pernah curhat soal cowok. Tahu-tahu sekarang surprise."
"Tapi emang selama ini ada cowok yang dekat sama Kia?" Zaky mendadak ingin mengulik lebih dalam. Biasanya, ia tak se-kepo itu dengan urusan orang lain. Eh tapi Kia bukan orang lain. Sudah dianggap bagian keluarga. Jadi wajar kan kalau ingin tahu banyak.
"Kalau cowok yang dekat ya ada beberapa karna kita setiap bikin konten kadang minta bantuan tim kreatif dari kantor Kak Akbar buat editing. Tapi ada satu cowok yang pernah dikenalin sama aku waktu enam bulan yang lalu. Terus pernah ketemu lagi di Lembang pas kita lagi shoot. Eh, tiba-tiba sekarang udah jadian aja dan gercep ngajak khitbah."
"Kenapa Ami gak pernah cerita? Kia juga. Makanya Aa kaget tiba-tiba Ami kirim foto. Ya bukan apa-apa sih. Jangan sampai Kia salah pilih cowok. Apa ini gak buru-buru?" Zaky merasa penting menjelaskan alasannya agar Ami paham dengan maksudnya. Sebenarnya dengan kata lain, hatinya seperti merasa tidak rela. Entahlah. Ia masih bingung menyimpulkan keanehan rasa yang kini menyelimuti hati.
"Kalau udah satu visi ngapain juga lama-lama pacaran. Dan masa iya aku mesti cerita detail soal kehidupan Kia. Aku kayak stalker bayaran dong. Hihihi."
Zaky tak menanggapi lagi. Justru beralih mengurut pelipis. "Kia kenapa gak ngabarin Aa, ya? Beneran seminggu lagi?" Masih saja berharap kabar itu tidak benar. Ada rasa kecewa yang kini mulai teraba bercokol di hati.
"Tepatnya tanggal dua bulan dua. Mungkin belum kali, Aa. Tunggu aja esok atau lusa pasti Kia ngabarin. Pura-pura belum tahu aja. Keburu Aa pulang kan ya? Bisa hadir." Sahut Ami dengan santai tanpa beban.
"Iya. Jadinya pulang maju tanggal 29. Mi, cowoknya orang mana? Umur berapa? Kerja dimana? Namanya?" Cecar Zaky tak biasanya bertanya dengan merepet.
"Hais, ketularan Mama Mila nih Aa." Ami tertawa renyah.
"Buruan jawab, Mi. Ngantuk nih. Disini udah jam sepuluh." Zaky berkilah.
"Ya yaaa. Namanya Yuga. Kia manggilnya Bang Yuga, asli Padang. Umurnya kurang tahu tapi kayaknya di atas Aa deh. Bang Yuga itu entrepreneur bidang clothing line. Nama brandnya Eminor. Cek aja di marketplace oren, biru, hijau, ada."
"Oh gitu. Ya udah deh Aa ngantuk. Moci kemana? Biasanya rame." Zaky memilih menyudahi. Informasi yang didapat dirasa cukup.
"Moci di rumah sama mbak. Aku kan lagi di rumah sakit shift siang."
"Ya ampun. Lupa udah jadi ibu dokter. Perasaan masih Ami Selimut tukang malak." Ucap Zaky dengan intonasi meledek. Dan sang adik terdengar tergelak.
"Aku masih Ami Selimut. Pokoknya nanti oleh-oleh jangan buat Moci aja. Aku juga harus dapat. Anak bungsu nih....harus terbanyak oleh-olehnya." Ucap Ami diiringi cekikikan.
"Hm, Iya kalau inget. Eh Mi, Kia dikasih tahu gak kalau Aa bakal pulang?"
"Belum. Rencananya mau bilang besok pas ketemu. Jadwal ngonten bareng."
"Jangan dikasih tahu, Mi. Emangnya Kia aja yang bisa surprise. Aa juga mau balas."
"Wow, balas dendam nih ceritanya. Oke deh. Aku udah masuk jam visit. Udahan dulu. Sampai ketemu di Jakarta, Aa."
Sambungan telepon sudah berakhir dan Zaky termenung. Kembali mencerna ulang semua informasi yang didapat dari Ami. Dan membuat malam ini mendadak susah tidur. Mata terjaga dengan gerak tubuh gelisah bolak balik posisi agar bisa tidur. Cerita tentang Kia sudah memenuhi pikiran dan membuat hati gelisah.
Kia tidak pernah curhat soal pacar. Dan memang katanya belum mau punya pacar sebelum selesai kuliah. Dan Zaky mendadak mengurut kenangan masa lalu. Obrolan di cafe sambil menunggu hujan reda, terngiang lagi. Sebab dialog itu baru terasa sekarang jika maknanya dalam.
"Wanita tak pernah bercanda soal rasa."
"Laki-laki juga. Kenapa tiba-tiba bahas ginian. Kamu lagi jatuh cinta ya?"
"Tapi dia gak cinta aku."
"Gini...lawan dari jatuh kan bangun. Bila jatuh cinta dengan yang satu tidak berhasil, bangun cinta dengan yang lain."
Zaky bangun dan terduduk sambil mengusap wajah. Terpekur lagi. Dari banyaknya kenangan, kenapa dialog itu yang mendadak membayang. Bahkan terbayang juga tempat duduknya di tepi jendela yang basah terkena cipratan air hujan. "Dulu Kia cinta sama siapa? Harusnya aku nanya. Bukannya ngasih nasihat."
Bangun tidur pagi ini sedikit lesu sebab semalam baru bisa terpejam jam dua dini hari. Meski demikian, tidak menyurutkan semangat pergi ke kantor yang tinggal tiga hari lagi. Kesibukan kerja mampu mengalihkan kegundahan hati. Namun saat pulang ke rumah dan menatap lagi foto kiriman Ami, kembali hatinya bereaksi tidak nyaman. Otak pun tak bisa diajak kerjasama untuk meluruskan mindset 'turut berbahagia'. Sulit. Zaky tidak bahagia menerima fakta Kia akan dikhitbah.
Barulah bertepatan di hari terakhir Zaky menyelesaikan kontraknya, email dari Kia masuk saat ia tengah berada di trem menuju arah pulang ke homestay. Tidak menunggu nanti untuk membacanya.
Assalamu'alaikum, Aa.
Aku mau ngasih kabar, Insya Allah tanggal 2 Februari aku mau dikhitbah. Ami bilang Aa bakal pulang tapi belum pasti tanggalnya. Semoga aja pulangnya sebelum tanggal 2 ya agar bisa hadir di acara penting adikmu ini.
Aku mengundang Aa dan mbak Shannon secara spesial. Undangan resminya terlampir. Kalau memungkinkan datang, Alhamdulillah aku senang sekali. Sekalian biar mbak Shannon kenal dengan kota Tasik. Hehe...
Segitu aja deh. Always stay healthy and stay happy for you, kakakku yang baik hati.
Salam
Kia
Zaky mendesah kasar. Dirasa, diraba, dada sebelah kiri dengan spontan. Tersemat kata adik dan kakak di surat itu justru menimbulkan desiran perih di dada. Kalau dulu justru dirinya ada kebanggaan saat mengucapkan. Sekarang saat Kia yang mengatakan, malah ingin meralatnya sebab tidak menyenangkan efeknya.
Turun dari trem di halte biasanya, Zaky masih harus berjalan kaki menuju tempat tinggalnya sejauh 150 meter. Rutinitas pulang pergi yang tidak masalah sebab butuh bergerak setelah selama di kantor lebih banyak menghabiskan waktu dengan duduk berkutat dengan komputer dan alat menggambar. Langkahnya kali ini sangat tergesa setengah berlari. Berpacu dengan turunnya hujan salju. Serta bergegas untuk menyelesaikan packing terakhirnya. Besok pagi akan berangkat dengan penerbangan pertama.
Let's go home. Kalimat itu dilirihkan Zaky saat sudah duduk di kursi pesawat di pagi tanggal 29 Januari. Dengan mata terpejam mulai berdoa di dalam hati. Ia baru saja mengabari Ibu dan Ami jika sekarang akan take off. Namun belum dibaca sebab di sana masih tengah malam.
***
Dua hari pulang kampung untuk mengecek persiapan acara khitbah. Setelah semuanya sudah dipastikan rapi, Kia kembali lagi ke Jakarta menggunakan travel. Acaranya masih lima hari lagi. Masa tunggu yang bisa diisi dengan bekerja lagi. Ada dua draft iklan endorse yang harus dimatangkan sebelum disisipkan pada konten edukasi. Ide kontennya selalu mendapat acungan dua jempol dari Ami sambil memuji "Awesome. Kreatif."
Ternyata semenyenangkan itu menjadi konten kreator. Kerja sambil hiburan dan menghasilkan cuan. Meskipun diawali dengan memeras otak dalam membuat ide konten. Kia merasa menemukan potensi lain dari dalam dirinya yang selama ini pemalu. Ternyata bisa tampil memukau di hadapan kamera. Peran partner juga tentu saja memengaruhi. Ami yang lebih dulu memiliki high self confidence, menularkan vibes positif padanya.
Tiba di apartemen sore hari. Hal pertama yang dilakukan Kia adalah bersih-bersih. Dua hari ditinggalkan, beberapa bagian tempat ada yang berdebu. Sekalian menyetel ruang keluarga merangkap ruang tamu yang besok akan dijadikan spot syuting konten. Dering ponsel yang ada di meja memecah kesunyian. Nama Bang Yuga tampil di layar.
"Assalamu'alaikum, Bang." Kia duduk di sofa yang baru saja seluruh bantalnya sudah berganti sarung warna biru.
"Udah sampe Jakarta, Kia?" Tanya Yuga usai menjawab salam.
"Udah di apartemen satu jam yang lalu. Baru selesai beres-beres nih."
"Capek dong. Besok lagi kan bisa."
"Nggak capek kok, Bang. Selama di mobil kan duduk terus. Jadi dengan beberes ruangan, badan jadi gerak. Itu cara aku melawan pegal-pegal badan karena kelamaan duduk." Sahut Kia diiringi kekehan.
"Oke deh. Aku hanya gak mau calon istriku sakit."
Kia tersenyum simpul. Senyum yang tidak mungkin terlihat oleh lawan bicaranya yang masih ada di Padang. Meski hati sudah terbuka untuk Yuga, namun pujian pria itu belum mampu menghadirkan rona merah di pipi. Terus kenapa di momen malam tahun baru mau menerima ajakan khitbah Yuga? Ia percaya witing tresno jalaran soko kulino. Untuk saat ini ia menikmati rasanya dicintai. Setelah selama ini menjalani suka duka cinta dalam hati, dalam diam, pada seseorang yang menganggapnya adik.
"Apa gak buru-buru, Kia?" Itu yang diucapkan Mamah dengan kaget saat Kia menyampaikan keinginan Yuga. Bapak juga berkata sama.
"Bang Yuga bilang berlama-lama pacaran tidak baik. Dia malah pengennya langsung nikah aja karena udah serius sama aku. Tapi kalau nikah, aku belum siap. Minta waktu paling lama setahun lagi. Kan lagi merintis karier."
Bukan hanya itu alasannya. Saat melihat Zaky memposting foto wisuda, itu artinya alarm menyala. Zaky dan Shannon akan pulang ke tanah air dan melangsungkan lamaran. Dan Kia ingin mendahului. Namun alasan itu tidak diungkapkan Kia di hadapan orang tuanya. Cukup dirinya saja yang tahu.
"Kia, nanti aku datang ditemani Papi, sama keluarga Om yang ada di Jakarta. Mami gak bisa datang karena kan stroke. Kalau acaranya di Jakarta sih pasti bisa. Ke Tasik kan perjalanannya 6 jam. Mami gak kuat katanya."
"Iya, Bang. Gak apa-apa. Aku maklum kok." Kia baru mengenal ibunya Yuga dari foto. Kalau ayahnya Yuga sudah tahu sebab pernah datang sekali, silaturahmi ke Tasik bersama seorang kerabat.
Malam menjelang. Usai menunaikan salat Isya, Kia membuka lagi ponsel untuk mengecek email. Ada dua email yang baru dan belum dibacanya. Namun bukan dari yang ditunggunya. Sejak kemarin siang mengirimkan undangan kepada Zaky, sampai malam ini belum ada balasan. Kenapa ditunggu? Sebab penasaran ingin membaca balasannya seperti apa.
NUHUN TEH NIA LOVE LOVE SAMA KAMU
selesai cerita KR..lanjut nanti yaa teh bikin cerita asyik lain nyaa/Pray//Pray//Heart//Heart//Heart/