Apa pun itu, perihal patah hati selalu menjadi bagian kehidupan yang paling rumit untuk diselesaikan.
Tentang kehilangan yang sulit menemukan pengganti, tentang perasaan yang masih tertinggal pada tubuh seseorang yang sudah lama beranjak, tentang berusaha mengumpulkan rasa percaya yang sudah hancur berkeping-keping, tentang bertahan dari rindu-rindu yang menyerang setiap malam, serta tentang berjuang menemukan keikhlasan yang paling dalam.
Kamu akan tetap kebasahan bila kamu tak menghindar dari derasnya hujan dan mencari tempat berteduh. Kamu akan tetap kedinginan bila kamu tak berpindah dari bawah langit malam dan menghangatkan diri di dekat perapian. Demikian pun luka, kamu akan tetap merasa kesakitan bila kamu tak pernah meneteskan obat dan membalutnya perlahan.
Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu penawar, tapi raciklah penawarmu sendiri, Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu kebahagiaan, tapi jemputlah kebahagiaanmu sendiri.
Kamu tak boleh terpuruk selamanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
Di terik siang yang kian menyengat, Munaroh nampak linglung dengan berbagai pikiran negatif di kepalanya. Kata kata dari perawat terus terngiang di benaknya. Dengan lesu, kakinya melangkah menuju parkiran puskesmas, hatinya yang mendadak resah semakin membuatnya terlihat benar-benar hilang konsentrasi.
"Mbak, motornya yang mana, kok ngelamun saja dari tadi?" Tegur tukang parkir yang sudah hampir sepuluh menit melihat Munaroh hanya bengong di area parkir.
"Eh, iya pak. Itu beat warna putih merah yang di ujung." Sahut Munaroh setelah tersadar dari lamunannya.
"Kalau mas Bimo sampai tau, pasti dia akan langsung membuang ku, aku tidak mau sampai itu terjadi. Bagaimana nasib Brio kalau aku di cerai sama mas Bimo. Selama ini aku menggantungkan hidupku padanya. Aaaargh sialan, kenapa penyakit ini harus menghancurkan hidupku." Runtuk Munaroh dengan mengusap wajahnya kasar, dengan tak bersemangat Munaroh menaiki motornya setelah membayar uang parkir dua ribu rupiah.
Hatinya yang terus menerus merasa gundah, pikirannya melayang kemana mana, membuat konsentrasi Munaroh tak stabil. Klakson mobil yang terlanjur melaju kencang tak di dengar oleh Munaroh yang mengendarai kendaraannya terlalu ke tengah, dan akhirnya kecelakaan tak bisa di hindari.
"Bim, kok sampai begini, sebenarnya istrimu dari mana?" Tanya Iis yang baru sampai di rumah sakit dimana Munaroh di rawat. Bimo yang panik setelah mendapat kabar Munaroh kecelakaan langsung menghubungi kakaknya yang kebetulan sudah balik dari kampung dua hari yang lalu.
"Gak tau mbak, tadi pagi dia aku suruh pergi ke puskesmas untuk periksa. Dan siapa sangka akhirnya jadi begini, kata orang yang membawanya keadaan Munaroh cukup parah, sedangkan mobil yang nabrak juga mengalami kerusakan parah dan pengemudinya masih di tangani dokter, keadaannya juga tak kalah parah." Sahut Bimo yang meraup wajahnya kasar, pikirannya semakin kusut dengan kejadian kejadian buruk yang menimpa keluarganya akhir akhir ini.
"Terus gimana untuk biaya perawatan istrimu, jangan sampai kamu yang nanggung sendirian. Yang nabrak harus ganti rugi sepenuhnya, kamu harus tuntut mereka." Balas Iis dengan wajah serius menatap lekat pada Bimo yang sedari tadi menghirup udara sebanyak mungkin.
"Ini juga masih di tangani polisi, pikiranku buntu mbk. Sudah keadaan kita sedang susah, ada aja musibah yang datang lagi dan lagi, sial memang." Ucap Bimo frustasi, pikirannya benar benar kalut. Iis mendesah panjang, hatinya juga ikut gelisah memikirkan keadaan dirinya juga keluarganya yang akhir akhir ini memang tertimpa nasib buruk.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
"Aku telat dua bulan, Roy. Bagaimana ini, aku takut kalau ibu juga keluargaku tau, aku harus bagaimana?" Lirih Dewi yang saat ini sedang duduk berdua di kursi taman tak jauh dari tempat sekolahnya.
"Kamu yakin, Dew? Sudah kamu test belum, hasilnya apa benar benar positif?" Sahut Roy yang sudah paham maksud dari omongan Dewi. Dua anak remaja itu seolah sudah sangat paham akan hal hal tentang orang dewasa, bahkan mereka juga sering melakukan hubungan layaknya pasangan halal.
"Sangat yakin, itu buktinya. Aku gak tau harus gimana ngejelasin ini semua ke keluargaku. Kamu harus ikut tanggung jawab pokoknya." Balas Dewi dengan wajah pucat dan nampak lesu.
"Iya, aku pasti tanggung jawab kok. Tapi masalahnya kita masih sekolah, bagaimana kita membesarkan anak itu nantinya, sedangkan aku saja belum bekerja." Lirih Roy dengan pura pura sedih, padahal dalam hati ogah jika harus menikah muda.
"Kita harus lalui ini sama sama, Roy. Aku yakin kita bisa melewatinya, asal kamu sungguh sungguh untuk bertanggung jawab. Aku yakin, orang tua kamu pasti akan bantu untuk memenuhi kebutuhan kita nantinya, kamu kan anak tunggal dan usaha orang tuamu juga maju." Sahut Dewi dengan berharap penuh pada laki laki yang sangat dia cintai itu.
"Aku akan coba bicara sama orang tuaku, lebih baik kamu diam saja dulu. Jangan bilang dulu sama ibumu, biar aku pikirkan solusinya." Sambung Roy tenang, sengaja mengulur waktu agar dia bisa lari dari tuntutan Dewi yang sebenarnya tidak benar benar dia sukai. Roy hanya memanfaatkan Dewi untuk melampiaskan nafsunya saja. Sedangkan kenyataannya Roy sudah di jodohkan dengan anak teman mamanya. Apalagi setelah lulusan sekolah yang kurang dua bulan lagi, Roy dan keluarganya akan pindah ke luar pulau.
"Iya, aku percaya sama kamu. Terimakasih ya kamu mau mengerti dan bertanggung jawab, aku senang dan sangat bersyukur memiliki kamu, Roy." Sahut Dewi yang tersenyum lebar, rasa khawatir, sedih dan ketakutannya hilang seketika setelah mendengar jawaban dari kekasihnya itu. Tanpa Dewi sadari, Roy sudah memiliki rencana sendiri, yang tentunya akan membuat Dewi kelimpungan nantinya.
"Yasudah, kita pulang sekarang, sudah hampir sore. Aku mau latihan futsal sama teman temanku." Ajak Roy lembut, dan Dewi langsung setuju.
Sesampainya di rumah, nampak Iis sudah duduk di kursi yang ada di teras. Senyumnya sumringah saat melihat anak gadisnya pulang diantar sama pacarnya yang dia tau adalah anak orang kaya.
"Gak mampir dulu, Roy?" Tanya Iis saat Roy langsung berpamitan pulang.
"Enggak tan, mau latihan futsal soalnya. Saya permisi pulang dulu Tante, asalamualaikum." Sahut Roy sopan dengan sikapnya yang ramah. Membuat Dewi merasa bangga dan sangat menyukai laki laki yang jadi pacar anaknya itu.
"Oh yasudah, hati hati di jalan, waalaikumsalam." Sahut Iis yang tersenyum lebar dan merasa beruntung saat banyak ibu ibu yang melihat ke arahnya.
"Wah calon mantunya keren dan sopan ya Bu Iis." Salah satu tetangga bersuara setelah kepergian Roy.
"Iya Bu, Alhamdulillah. Selain dia ganteng, sopan. Roy dari keluarga terpandang, papanya punya bisnis di mana mana." Balas Iis jumawa, ibu ibu hanya mengangguk dan tersenyum mendengar ocehan Iis. Namun bisik bisik sumbang mulai terdengar setelah Iis masuk ke dalam rumah.
"Tau gak ibu ibu, aku kok mikirnya si Dewi tuh lagi isi ya, lihat pinggang nya, agak lain gitu." Bisik Bu Lela yang rumahnya tepat di sebelah kontrakan Iis.
"Loh, kita kok sama sih pikirannya. Tapi biarlah, itu urusan mereka. Kalau benar Dewi isi, ya gak kaget sih, wong gaya pacarannya saja begitu, ngeri." Sahut Bu indah tak kalah hebohnya. Sudah bukan rahasia umum lagi bagaimana kelakuan Dewi di mata para tetangganya.
"Heran ya, kok bisa ya ngebiarin anak sebebas itu. Apa lagi kalau pas di rumah gak ada siapa siapa. Aku sering dengar suara desahan mereka, lha gimana kamarnya aja nempel dengan tembok dapur ku, duh amit amit, astaghfirullah pokoknya." Lanjut Bu Lela sambil bergidik, membuat ibu ibu yang lain terkikik geli.
"Sudah aah, jangan gosipin keburukan orang, takut balik ke kita. Biarin saja apapun itu, itu biar jadi urusan mereka dengan Tuhan. Kita sebagai tetangga sudah pernah menegur dan mengingatkan, tapi mereka tolak mentah mentah. Jadi biarkan saja, kalau ada apa apa juga mereka sendiri yang susah." Sahut Bu Lusi serius, tak ingin terlalu ikut campur urusan tetangganya. Ibu ibu yang lain pun setuju dan tidak lagi menggunjing Iis dan anaknya. Mereka sudah mengganti obrolan dengan keseruan yang lain.
diihh .. khayalan nya terlalu tinggi pake segala ingin ibu nya tinggal disitu .. hadeuuhh .. dasar ga tau malu .. semoga aja Laras bisa melindungi diri nya dan Luna ..