Sekuel dari TOBATNYA SANG KETUA MAFIA.
Note: JANGAN NUMPUK BAB YA🚫
NOVEL INI MENGGUNAKAN HITUNGAN RETENSI❗
Velicia yang dikenal sebagai ratu mafia berusaha kabur dari perjodohan yang dilakukan oleh sang ayah, Dave Allen. Ia benci saat memikirkan akan menghabiskan sisa hidupnya dengan Darren si penjahat kelamin.
Velicia terpaksa bersembunyi di dalam masjid dan mengenakan sesuatu yang begitu asing baginya. Hingga akhirnya ia dipertemukan dengan seorang laki-laki yang ia ketahui merupakan seorang ustadz.
"Astagfirullah! Kamu ... setan atau bidadari!" kaget seorang pria tampan dengan wajah bersinar. Saat itulah, pertama kalinya Velicia merasakan jantungnya berdegup tak biasa.
Ia akan membuat laki-laki itu jatuh cinta padanya kemudian memanfaatkannya demi memenangkan lahan milik warga yang menjadi incarannya sekaligus membuktikan eksistensinya sebagai ratu mafia.
Namun, akankah niat Velicia itu berhasil?
Atau ... senjatanya justru akan makan tuan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ratu 10
"Tidak semudah itu, Bi. Gadis ini lupa ingatan. Zayn tidak mungkin menikahinya tanpa tau asal-usul dan nasabnya." Ucapan Zayn siang itu di depan kandang bebek. Ia tak mungkin bicara di dalam rumah. Bagaimana pun Zayn harus menjaga perasaan gadis asing itu.
"Mau bagaimana lagi. Para warga sudah tau keberadaannya di rumah ini. Kita juga tidak bisa merawatnya tanpa ada hubungan yang halal. Kau dan juga Abi akan berdosa meski pun hanya menatapnya. Kau pasti lebih tau dari Abi tentang hukum ini, Zayn." Max menatap putranya itu serius. Menepuk bahunya menyemangati.
"Gadis itu mengaku bernama Felina sebelum melupakan semuanya. Dia bisa saja menggunakan wali hakim sebagai wali nikahnya, Bi. Tapi, bagaimana kalau suatu saat nanti gadis itu mengingat semuanya?" Zayn akhirnya mengungkapkan keraguan dalam hatinya pada sang ayah.
"Kita pikirkan itu belakangan. Bukan berarti, Abi menggampangkan. Tapi, keadaan sekarang itu darurat. Kau harus menjaga marwahmu sebagai ulama desa ini, Zayn. Intinya kau harus ikhlas apapun yang terjadi suatu hari nanti. Setelah kalian halal, maka kita dengan leluasa bisa memberikan pengobatan padanya. Kau bisa membawanya ke rumah sakit di kota dengan hati yang tenang," tutur Max bijaksana.
Zayn mengangguk. Apa yang di utarakan oleh abinya adalah jalan satu-satunya yang harus ia lakukan. Apalagi, gadis itu sendiri telah meminta pertanggungjawaban padanya. Gadis itu justru menginginkan pernikahan ini. Ah, Zayn merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Tapi pemuda itu tidak paham apa itu. Zayn, menghela napas panjang. Berusaha berprasangka baik atas jalan takdirnya ini.
"Insyaallah. Zayn siap, Bi."
Max tersenyum lega. Pria itu menepuk kembali bahu putranya yang tegap. "Sekarang, giliran Ummi yang bicara pada gadis itu. Semoga dia menerima jalan takdirnya ini," kata Max.
"Sebenarnya, dia yang lebih dulu melamar Zayn, Bi."
"Allahu Akbar!" Max kaget dong.
"Kaget kan, Bi. Apalagi aku." Zayn terkekeh melihat kedua mata abinya membulat sempurna.
*
*
Pak Yai tersenyum penuh arti mendengar apa yang di utarakan oleh Max mengenai rencananya yang akan menikahkan sang putra.
"Allah, memiliki rahasia yang tidak mampu di tembus oleh prasangka manusia. Insyaallah, segala niat yang baik akan berakhir dengan baik. Allah yang menentukan awal dan akhir. Selagi kita selalu melibatkan Allah dalam setiap langkah kita, insyaallah Allah akan menuntun kita pada kebenaran," tutur pak Yai dari atas kursi rodanya. Tubuhnya terlihat lemah tapi raut wajahnya masih sesegar dulu. Senyum penuh kharisma itu masih bertengger dengan ramah di wajahnya.
"Kami akan membantu semampunya, Nak Alif. Katakan saja apa yang kalian butuhkan," ucap Bu nyai.
"Jazakallahu khoir, Pak Yai dan Bu Nyai. Mendapat restu saja saya sudah sangat senang. Semoga ini semua adalah hal yang terbaik bagi putra kami," kata Max penuh haru. Karena pasangan ini menerima semua niat baiknya. Pak Yai bahkan bersedia menjadi saksi nikah nanti.
*
*
"Nak, apa agamamu sebenarnya. Apa kau ingat?" tanya Arumi sambil menghadap Velicia yang telah membuka khimarnya. Arumi juga batu saja membuka plester yang membalut luka di keningnya.
"Saya ... tidak tau," jawab Velicia ragu. Selama ini dia sama sekali tidak pernah mempertanyakan apa agamanya bahkan pada kedua orangtuanya. Sejak kecil, Velicia hanya tau bagaimana cara bertahan hidup dan berjuang untuk meraih apa yang ia inginkan dengan berbagai cara. Termasuk dengan cara menindas yang lemah sekalipun. Itu semua sudah tertanam di hatinya sejak kecil.
"Kalau begitu, sebelum kalian menikah kamu harus masuk Islam dulu. Kamu harus mengucap syahadat. Karena syarat menikah salah satunya adalah seiman. Soal nasabmu, bisa di walikan dengan hakim. Setelah ingatanmu kembali nanti, kita akan mencari orangtuamu bersama-sama untuk meminta ridhonya. Ummi harap, di saat itu kamu tidak berubah pikiran untuk membatalkan pernikahan ini," kata Arumi dengan suara yang bergetar. Sekuat tenaga ia menahan sisi emosionalnya. Arumi tidak ingin menangisi ketakutannya.
"Wanita ini, kenapa membuatku merasa bersalah. Kenapa dia seakan tau niatku," batin Velicia.
"Ummi menyukaimu, Nduk. Ummi merasa kehadiranmu adalah jawaban dari doa-doaku selama ini pada Allah. Ummi menginginkan anak perempuan tapi, qodarullah Ummi tak lagi memiliki rahim. Ummi mohon, tetaplah jadi anak perempuan Ummi apapun yang terjadi di kemudian hari," pinta Arumi dengan kedua mata yang pada akhirnya basah juga.
Velicia tak tau harus menjawab apa. Gadis itu bungkam. Lidahnya kelu. Hatinya tersentak. Apakah dia tega menyakiti setelah melihat sosok bidadari ini memohon padanya?
"Sial! Persetan nurani! Aku menikah dengan ustadz polos itu bukan karena ingin mengabdi sungguhan. Tapi, dia ... wanita ini ... membuatku lemah. Menyebalkan!" Velicia asik mengumpat dalam hatinya. Sisi arogannya mencoba melawan sisi lembut dalam dirinya.
Melihat Velicia hanya diam, Arumi Safra bahwa ia terlalu banyak bicara dan menuntut. "Maaf, Nduk. Seharusnya Ummi tidak meminta terlalu banyak padamu. Keadaanmu begini, nyatanya akibat kesalahan putra kami yang tidak di sengaja. Sekali lagi, Maaf. Kita jalani saja apa ada di depan mata. Selanjutnya kita serahkan pada Allah," kata Arumi setelah ia sadar bahwa segala sesuatu hanya Allah yang menentukan. Manusia hanyalah bisa berencana, berusaha dan berdoa. Sisanya tawakalku allallah.
*
*
"Moana, bagaimana keadaan mommy?" Velicia kembali mengirim email pada orang kepercayaannya.
"Nyonya Anne, di rawat di rumah sakit. Nona apa tidak mau pulang. Katakan dimana biar saja kirim orang untuk menjemput." Moana membalas.
"Oh. Tidak Moana. Sembunyikan keberadaanku. Misi ini harus berhasil agar daddy berhenti menjodohkanku dengan pria brengsek itu!"
"Baik, Nona. Jaga dirimu!"
Velicia membiarkan layar pada ponselnya itu berubah hitam. Untung saja masih bisa digunakan. Ia berharap, Arumi tidak mengetahui keberadaan benda itu. Ponsel rahasia yang ia simpan di dalam kantung celana segitiganya. Dayanya sudah habis, Velicia tidak dapat berbuat apapun untuk tetap membuat benda itu menyala.
"Aku, benar-benar sendirian sekarang. Setidaknya aku tau, kalau Zayn merupakan salah satu pionir yang bisa aku gunakan sebagai alat. Lahan itu akan berada di bawah kuasaku." Velicia tersenyum penuh arti. Gadis itu sudah bertekad akan melakukan apapun demi misinya.
*
*
Velicia sudah mengucapkan syahadat. Arumi telah memberikan nama muslimah padanya. Zahra adalah nama pilihan Arumi.
Hari ini Zayn akan menikahi gadis asing yang tiba-tiba datang dalam hidupnya. Gadis cantik yang ia kira jelmaan dari jin. Zayn terus menyalahkan kebodohannya itu. Gadis cantik itu jadi melupakan segalanya karena ulahnya itu.
"Bismillah. Semoga Engkau ridhoi langkahku ini ya Allah. Ampuni segala kebodohanku." Zayn berdoa dalam hati sebelum menjabat tangan seorang wali hakim yang akan menikahinya dengan Zahra yang mana kecantikannya bersinar bagaikan cahaya senyumnya menggoda laksana bunga.
"Kamu sangat cantik. Padahal Ummi cuma memoles dengan sedikit make up. Pakai cadar ya. Karena tidak boleh ada yang melihat keindahanmu ini selain suamimu nanti." Arumi menutup sebagian wajah Velicia alias Zahra dengan selembar kain, setelah gadis itu mengangguk.
"Penyamaran ini semakin sempurna." Velicia tersenyum miring di balik cadarnya.
aku tak otw ke lapak papa Dave 🤭