Seorang laki-laki diminta menikahi puteri pengusaha kaya mantan majikan ibunya. Padahal baru saja ia juga melamar seorang wanita. Bimbang antara membalas budi atau mewujudkan pernikahan impian, membuatnya mengalami dilema besar. Simak kisah cintanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 10
Di sebuah butik pernikahan, tampak beberapa karyawan tengah sibuk mengurus fitting gaun pengantin untuk seorang wanita. Terlihat Mawar tengah berdiri dalam diam tanpa ekspresi sementara dua orang karyawan butik memakaikan gaun yang telah dipilih untuk resepsi pernikahannya nanti.
Bu Indah sudah beberapa kali memberi isyarat kepada Mawar agar tersenyum. Tapi tetap saja raut wajah nan cantik bak seorang puteri itu terlihat datar tak semangat. Tentu hal itu juga disadari oleh para karyawan butik, hanya saja mereka dituntut untuk profesional dan tidak berkomentar apapun.
Sejak terbongkarnya kehamilan dirinya, Mawar memang lebih sering melamun. Bahkan kalau di rumah dia lebih suka mengurung diri di kamar. Terkadang bisa sampai seharian dan sesekali saja keluar untuk makan bersama.
Ayah ibu dan neneknya pun membiarkan saja apa yang dilakukannya. Mereka tidak ingin membuat Mawar lebih tertekan dengan terlalu mengurusi atau mengatur apa yang dikerjakannya. Bahkan pada saat membicarakan tentang rencana pernikahan, Pak Abdi memperlakukan seolah Mawar adalah barang pecah belah yang kalau salah kata sedikit saja bisa hancur berkeping-keping.
Amarahnya yang memuncak saat pertama kali mengetahui kehamilan puterinya, kini telah menguap setelah dirinya sudah bisa berpikir jernih. Semua sudah terjadi dan kini yang terpenting adalah bagaimana menyikapi permasalahan, bukan melulu menyalahkan. Ibarat kata, nasi sudah menjadi bubur maka menambahkan toping yang tepat akan membuatnya tetap enak walau tak sesuai keinginan awal.
"Papa tidak bisa menyetujui niat kamu untuk menggugurkan kandungan itu nak, itu sebuah kesalahan", ucap Pak Abdi sehari setelah kejadian gempar di rumahnya.
"Papa juga tidak bisa membiarkan kamu mengandung dan melahirkan bayi itu tanpa seorang suami", lanjutnya.
Mawar hanya diam, tapi jantungnya berdetak lebih cepat. Perkataan ayahnya membuatnya menjadi gugup. Apakah ayahnya akan tetap memaksa dia memberi tahu siapa ayah bayi yang dikandungnya.
"Papa akan menikahkan kamu dengan seseorang yang bisa papa percaya untuk menyimpan rahasia ini agar tidak menjadi bahan pembicaraan negatif di luar sana", Pak Abdi mencoba menjelaskan alasan keputusan yang diambilnya.
Mawar masih tetap diam walaupun dalam hatinya ada rasa tidak terima dengan keputusan ayahnya. Bagaimana mungkin dia bisa sanggup menikah dengan seseorang yang tak dikenalnya apalagi dicintainya. Bukan.. bukan seperti itu kehidupan yang dia inginkan.
"Papa mengerti ini bukan perkara mudah bagi kamu, tapi papa minta kamu pikirkan dulu apa yang papa katakan. Pertimbangkan baik dan buruknya dengan cermat. Dan bila kamu sudah mengambil keputusan, apapun itu papa akan menerimanya. Kalaupun akhirnya tidak setuju, papa harap kamu bisa mencari solusi lain yang menurut kamu lebih baik. Dan tentu saja selain menggugurkan kandunganmu", tegas Pak Abdi namun tetap dengan suara rendah.
"Maaf pa, kalau boleh Mawar tahu dengan siapa papa mau menikahkan Mawar. Supaya Mawar bisa menimbang tanpa menerka-nerka", akhirnya Mawar buka suara.
"Ardha", sahut Pak Abdi pendek.
Sontak Mawar mengangkat wajahnya menatap sang ayah seolah bertanya apakah ayahnya serius.
"Papa akan segera menghubungi Ardha bila kamu sudah setuju", sambung Pak Abdi.
"Kalau ternyata nanti Ardha tidak bersedia, kita akan cari calon yang lain. Tapi saat ini hanya Ardha yang paling papa percayai", Pak Abdi berucap dengan raut wajah sendu.
Mawar pun merasa iba dan bersalah melihat raut wajah itu. Tak pernah sedikitpun dia berniat membuat orang-orang yang paling disayanginya merasakan kekecewaan sebesar ini. Tapi semuanya sudah terjadi, dan Mawar mau tidak mau harus bersikap dewasa.
"Tolong pertimbangkan baik-baik. Besok papa harap sudah ada keputusannya. Maaf kalau papa tidak bisa memberikan banyak waktu karena kondisi kamu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut", pungkas Pak Abdi seraya berdiri dan meninggalkan Mawar.
Dan sekarang di sinilah Mawar, berdiri di depan cermin memakai gaun pengantin yang sungguh indah, setelah memutuskan menyetujui keinginan ayahnya menikah dengan Ardha. Dan ternyata Ardha juga menyetujuinya. Mawar menduga kesediaan Ardha lebih karena merasa tidak enak bila harus menolak permintaan ayahnya. Terserahlah.. Paling tidak dia pernah mengenal Ardha.
Tetapi saat pertemuan kemarin setelah sekian lama berpisah, rasa malu yang teramat sangat tetap melanda Mawar. Pikirannya menerka-nerka apa pendapat Ardha setelah mengetahui kondisi dirinya. Apakah Ardha menganggap dirinya seorang wanita murahan karena telah hamil di luar nikah? Sungguh Mawar tidak ingin dipandang rendah, apalagi oleh Ardha.
Sayangnya dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia harus pasrah atas setiap anggapan yang ditujukan padanya. Membela diri pun tak akan mengubah keadaan jadi lebih baik.
Sedih & lucu...
Masih ada beberapa kesalahan nama...