Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Tiga kali menjalin asmara, tiga kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setelah Kejadian
Seorang pemuda menatap lekat, teman akrabnya yang sedang menikmati hidangan di depan mereka. Tatapan penuh selidik, dia tunjukan, setelah apa yang dilakukan temannya itu beberapa menit sebelumnya.
"Kamu nggak makan?" tanya Erik pada sahabatnya yang sedari tadi hampir tak berkedip menatapnya. Erik seakan tak peduli dengan tatapan mata Jojo yang menuntut penjelasan.
"Bukankah kamu seharusnya ngasih penjelasan ya?" Jojo malah kembali melempar pertanyaan sembari mulai menikmati kembali hidangan yang sudah mereka pesan dari tadi.
"Penjelasan apa?" Erik berlagak pura-pura tidak tahu. Pemuda itu bahkan nampak acuh dan terus memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Dih, pura-pura nggak tahu," cibir Jojo. "Harusnya, kamu tuh cerita, dapat kartu itu darimana? Terus nasib kerjamu bagaimana? Terus apa lagi? Banyak yang harus kamu jelaskan."
Erik malah cengengesan. "Kamu udah kaya Emakku aja, Jo, apa-apa kudu dijelasin. Orang tinggal makan aja, pakai banyak mikir," kilahnya.
Erik sebenarnya tahu betul, apa yang membuat sahabatnya seperti itu. Tapi Erik sengaja tidak bercerita, biar sahabatnya itu jantungan kalau mengetahui siapa Erik sebenarnya.
"Ya kan wajar lah, kalau aku pengin tahu. Soalnya malam ini, kamu tuh banyak kejanggalan, ngerti?" ujar Jojo. "Apa sekarang kamu sudah punya pekerjaan sampingan?"
"Kerja sampingan apa?" tanya Erik setelah menyeruput es teh tarik.
"Ya pekerjaan sampaingan, misalnya sebagai pelayan tante-tante atau apa, gitu."
"Sembarangan!"
Jojo malah cengengesan. "Ya kali aja. Soalnya nggak mungkin kan, dalam semalam kamu tiba-tiba kaya mendadak seperti ini. Baju yang kamu pakai aja harganya nggak main-main kalau yang asli, terus motor kamu juga edisi terbatas. Belum lagi apa itu tadi, Blackcard. Kamu dapat itu semua darimana coba, kalau bukan dari tante-tante kaya."
"Astaga!" Erik syok mendengarnya. "Kenapa kamu mikirnya jauh banget sih?"
"Loh, ya wajar dong. Orang kamu aja nggak mau ngasih penjelasan, masa iya aku harus berpikir positif? Mana bisa?" ujar Jojo.
Bibir Erik mencebik. "Besok deh aku ngasih tahunya. Malam ini moodku lagi nggak baik gara-gara dua curut itu," balas Erik mencari aman. Tapi melihat reaksi Jojo saat ini, sepertinya cara Erik berhasil.
"Pasti malu banget tuh si Hendra. Baru jadi anak pengusaha toko emas aja belagunya amit-amit," cibir Jojo. Erik hanya tersenyum sembari menghabiskan sisa hidangannya.
"Mutia pasti nyesel banget tuh, Rik, dulu putusin kamu demi Mahendra, setelah tahu kamu punya blackcard, dia memandangmu sampai tak berkedip," ucap Jojo lagi.
Erik kembali tersenyum lebar.
"Belum lagi Niken, terus siapa itu, sebelum kamu sama Mutia, pasti nyesel banget tuh mereka, jika tahu kamu ternyata orang berduit," ujar Jojo masih dengan ocehannya.
"Terus kenapa kalau mereka menyesal? Apa aku harus balikan sama mereka?"
"Ya nggak juga. Kaya nggak ada cewek lain aja."
Erik mendengus. "Ya sudah, mending cepat habiskan makananmu. Terus kita pulang."
Jojo ikutan mendengus. "Besok kamu kerja apa nggak? Tadi ada pengumunan loh, di perusahaan."
"Pengumuman apa?" tanya Erik, terlihat puas setelah menghabiskan makanannya.
"Besok semua karyawan harus mengenakan pakaian rapi. Minimal kalau petugas kebersihan, kita pakai kemeja. Katanya besok Tuan besar, mau mengumumkan anaknya yang akan menjadi penerus Tuan besar di Paragon grup."
Erik agak tercenung. Namun Erik sadar kalau Ayahnya memang hendak mengenalkan dirinya pada seluruh dunianya.
"Oh gitu?" balas Erik pura-pura paham.
"Jadi kamu besok masih kerja?" tanya Jojo langsung begitu melihat reaksi yang ditunjukan Erik. "Wahh, baguslah. Bogo pasti syok banget tuh, melihat kamu masih jadi karyawan Paragon."
Erik pun tersenyum. Dalam benak, Erik juga yakin, kalau Jojo juga akan syok dengan fakta yang akan terjadi di kantor, esok hari.
Sementara itu di malam yang sama, nampak seorang pria muda sedang sibuk memilih beberapa baju di kamarnya. Pria muda itu nampak bersemangat untuk menyambut esok hari dengan menunjukan penampilan yang bisa menghipnotis semua mata.
"Kamu lagi ngapain, Dave?" tanya seseorang, kala orang tersebut membuka pintu kamar dan menyaksikan penghuni kamar sedang sibuk memilih baju.
"Memilih baju yang paling bagus dong, Mom, buat acara besok," jawab Dave antusias. "Menurut Mommy, aku lebih cocok pakai baju yang mana?"
Sang Mommy yang dimintai pendapat, sejenak menghela nafas panjang. Matanya menatap sang anak dengan perasaan yang berkecamuk.
Beragam rasa saat ini bercampur jadi satu dalam hati wanita itu. Namun untuk mengatakan yang sebenarnya, dia juga tidak tega jika harus membuat kecewa anaknya.
"Aku yakin, Daddy pasti besok akan menunjukku sebagai penerus Daddy, iya kan, Mom?" tanya Dave nampak begitu antusias sembari bercermin, dengan menentang sebuah jass.
"Biar bagaimana pun, Aku lebih tua dan lebih pintar dari Morgan. Lagian, Morgan hanya anak kedua, jadi nggak mungkin Daddy menunjuk Morgan sebagai penerusnya."
Sang Mommy masih terpaku. Wanita itu seakan tidak memiliki kata yang pas untuk membuat hati anaknya senang, seperti biasanya.
"Mommy kenapa diam?" protes Dave begitu dia sadar, sedari tadi Ibunya tidak merespon ucapannya. "Mommy nggak dengar apa yang aku omongin?"
"Bukan begitu," Mommy agak tergagap. "Mommy hanya sedang memikirkan Om Marco. Katanya dia mau mau datang, tapi udah jam segini, dia malah nggak ada kabar."
"Oh," cuma itu yang diucapkan Dave. Anak itu kembali sibuk dengan kegiatannya saat ini.
"Kamu ngapain di sini?" tiba-tiba suara tanya terdengar dari belakang wanita bernama Natalia. Suara itu cukup mengejutkan sampai, wanita yang masih memegang gagang pintu menoleh ke arahnya.
"Itu, lagi ngobrol sama Dave," jawab wanita tersebut.
Sosok yang kedatangannya sedang ditunggu, nampak mendekat dan ikut melihat apa yang dilakukan Dave saat ini. "Kamu lagi ngapain, Dave?" sosok bernama Marco pun masuk ke dalam kamar.
"Nyari baju buat acara besok, Om," jawab Dave masih dengan semangat yang sama. "Menurut Om Marco, aku lebih bagus pakai baju yang mana, buat naik panggung saat Daddy menyebut namaku besok?"
Marco sontak melempar pandangan sejenak ke arah Ibunya Dave yang kini sudah masuk dan duduk di sofa yang ada di sana. Kedua orang itu saling pandang dan seakan mereka berbicara melalui kedua mata mereka.
"Kamu tuh, pakai baju apa aja pantes, Dave, nggak perlu bingung," jawab Marco.
Senyum Dave langsung terkembang sempurna. "Om Marco memang yang terbaik," balasnya bangga.
Marco langsung mengacungkan jempolnya dan dia segera duduk di samping Natalia.
"Gimana dengan rencana besok?" bisik Natalia.
"Kamu jangan khawatir. Aku pastikan, anak Castilo yang asli besok tidak akan muncul di acara itu," jawab Marco sangat yakin.
"Baguslah," Natalia nampak sedikit lega.
Rencana yang sama juga sudah disusun sedemikian rupa oleh dua pasangan lainnya yaitu Victoria dan Bram.