Anna seorang gadis desa yang memiliki paras cantik. Demi membayar hutang orang tuanya Anna pergi bekerja menjadi asisten rumah tangga di satu keluarga besar.
Namun ia merasa uang yang ia kumpulkan masih belum cukup, akan tetapi waktu yang sudah ditentukan sudah jatuh tempo hingga ia menyerah dan memutuskan untuk menerima pinangan dari sang rentenir.
Dikarenakan ulah juragan rentenir itu, ia sendiri pun gagal untuk menikahi Anna.
"Aku terima nikah dan kawinnya...." terucap janji suci dari Damar yang akhirnya menikahi Anna.
Damar dan Anna pada hari itu di sah kan sebagai suami dan istri, Namun pada suatu hari hal yang tidak di inginkan pun terjadi.
Apa yang terjadi kelanjutan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MomoCancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Sepanjang perjalanan Suryo dibuat bimbang dengan kedua putra-putranya, dia terus memikirkan mereka. Yang entah sampai mereka akan terus bersikap demikian. Terkadang ia juga merasa bersalah, mungkin Angga maupun Damar berpikir jika ayahnya tidak menyamaratakan kasih sayang nya terhadap mereka berdua.
Pikiran nya mulai kalut, ia berpikir untuk pergi menenangkan diri menemui temannya yaitu Prastikno. Hanya dia satu-satunya teman dimasa susah dan senang baginya untuk saat ini, terlebih masalah anak-anak.
Sesampainya. Suryo kini berdiri disebuah halaman rumah besar, mewah juga megah. Kediaman widjayanto sungguh tidak diragukan lagi, mereka memang orang yang penuh dengan bergelimpangan harta.
"Tempat ini, mengingatkanku padamu Anita." Bergumam pelan.
...Netranya menatap jauh ke masa lalu ketika dirinya bertemu Anita untuk yang pertama kalinya. Disinilah cinta pertamanya tumbuh, mereka dipertemukan oleh Prastikno juga Sitha yang saat itu masih berstatus pacar Prastikno.
....Sungguh kenangan yang indah bagi Suryo. Namun seketika keindahan itu harus sirna, kebahagiaan nya terenggut begitu saja. Waktu bagai mempermainkan hidupnya saat detik itu juga. Lamunannya buyar ketika Beberapa detik kemudian Prastikno menegur sapa dirinya yang termenung.
"Suryo?"
"Eh... Mas Pras. "
"Kamu dari tadi disitu. Kenapa gak langsung masuk?" Ucap Prastikno. Pria besar setengah baya itu merangkulnya dan membawanya kedalam rumah.
Suryo tergugu melihat setiap sudut rumah itu, tidak ada satupun yang berubah. Semuanya tetap sama sebelum sampai setelah mereka pindah.
"Aku tau kamu sedang memikirkan apa?" Tebak Prastikno. Cukup hafal isi kepala Suryo, dengan raut wajah terlihat begitu sendu.
Suryo tersenyum simpul. "Benar mas. Tempat ini mengingatkan ku sama Anita."
"Sabar Suryo. Jangan biarkan masa lalu mempengaruhi hidupmu sekarang. Ingat kamu punya dua putra sekarang meskipun ...." Tergantung. Prastikno menghela nafas nya berat. Tiba-tiba Sitha datang dan menyapa kami ditengah perbicangan.
"Mas Suryo? Kenapa gak bilang-bilang mau kemari. Mungkin aku siapin sesuatu buat menjamu mu. Sudah lama sekali tau, ini pertama kalinya kamu datang lagi kemari setelah puluhan tahun, loh. Tapi, aku tidak bisa menyiapkan apapun saat kamu kesini." Menggerutu.
Sitha sedikit kesal kedatangan nya begitu mendadak, tidak ada sedikit pun persiapan untuk menyambut sahabat nya sekaligus calon besannya itu. Sitha sangat menyesal karena tidak bisa menjamu nya dengan baik.
"Mbak tidak usah repot-repot, aku cuma sebentar kok."
"Loh, kenapa?" Heran.
...
...
...
Suryo menceritakan semua yang mengganjal didalam hatinya. Tentang kedua putranya juga perseteruan diantara mereka yang tidak pernah usai.
... " Terkadang aku sudah ingin menyerah, mas, mbak. Aku lelah menyembunyikan semua ini dari mereka. Iya.. aku salah, dan aku sangat mengakui itu jika sebagai ayah aku belum bisa menyamaratakan kasih sayangku. Tapi, aku bisa apa, mbak, mas. Aku pun suka bingung bagaimana cara meredam emosi Damar juga perasaan yang sudah menyakiti Angga. Aku dilema mereka anakku ..." Lirih Suryo matanya menghangat dan mulai mengembun.
Sitha maupun Prastikno iba melihat keterpurukan Suryo yang terus berusaha kuat didepan anak-anaknya, sedangkan dibelakang mereka pria setengah bawa itu sudah nyaris rapuh.
Suryo tidak bisa berkata-kata lagi, lidah nya terasa kelu. Ia beku, rapuh, sehingga membuat nya tidak sanggup untuk mengeluarkan semua keluh kesahnya yang selama ini sudah lama tertimbun.
"Suryo, ini bukan salah kamu. Tidak ada yang menginginkan semua ini terjadi. Mungkin ini ujian untukmu juga perjalanan cintamu dengan Anita diharuskan seperti itu. Dia meninggalkan seorang anak yang masih sangat kecil saat itu, dia masih polos dan belum tahu apapun. Mungkin ini saatnya .."
... "Mas .." Sitha menggeleng, Prastikno menghentikan ucapannya ketika Sitha melarang nya untuk melanjutkan apa yang ingin ia katakan.
Istrinya itu tahu apa yang hendak ingin ia sampaikan namun, dalam kondisi nya seperti ini tidak memungkinkan bagi Suryo. Malah mungkin bisa jadi itu akan menjadi bumerang baginya sendiri.
"Mbak tahu perasaan kamu, tapi aku tidak bisa banyak memberi saran. Itu tergantung kamu yang menentukan, Suryo. Kamu ayah dari mereka, jika menurut kamu mereka sudah harus tahu, maka beritahukanlah. Mereka memang berhak tahu semua tapi, jika kamu belum siap sebaiknya jangan. Karena kebenaran itu mungkin saja akan menyakiti semua pihak," tuturnya Sitha.
Suryo mengangguk paham.
...
...
...
Suryo terus teringat ucapan Sitha. Ucapannya ada benarnya kami, dan mereka akan terluka. Terutama kedua anak-anaknya, mungkin mereka tidak akan bisa terima jika semuanya terungkap. Pria setengah baya itu pun memutuskan untuk tetap menutup rapat-rapat kebenarannya dan menyimpannya dengan baik, sembari menunggu waktu yang tepat untuk menceritakannya kepada Angga dan Damar.
Sepanjang perjalanan Suryo terasa begitu lama untuk sampai diruangan kerja miliknya. Langkahnya gontai, tubuhnya melemas, pandangan nya meremang, pada akhirnya dia rubuh, dan terjatuh tidak sadarkan diri tidak jauh dari ruangan Damar.
Beberapa karyawan panik melihat atasannya tidak sadarkan diri, salah satu dari mereka menyusul Damar, dan lainya membawa Suryo menuju rumah sakit.
Mendengar kabar itu Damar bergegas pergi meninggalkan pekerjaannya yang masih menumpuk. Tidak biasanya terjadi pada papanya, pagi ini ia melihat orang tua itu baik-baik saja.
Dalam beberapa menit mobil yang dilakukan Damar sudah sampai di sebuah rumah sakit tidak jauh dari kantornya, sehingga ia bisa menempuh perjalanan sedikit lebih cepat.
Terlihat beberapa karyawan sedang menunggu diluar ruangan UGD. Mereka ijin pamit ketika Damar telah tiba disana.
Perasaannya dibuat tidak karuan. Meskipun ia masih membenci Suryo, melihatnya terkapar lemah di ranjang rumah sakit membuat ia merintih sakit.
Seseorang dengan jas putih keluar dari ruangan, tanpa membuang waktu damar menghampiri nya dan menanyakan kondisi Suryo.
"Bagaimana keadaan nya, dok?" Tanya Damar.
"Beliau tidak kenapa-kenapa tenang saja. Dia hanya kecapean dan terlalu stres, jadi saya sarankan untuk beberapa hari perbanyak istirahat dirumah." Jelasnya. Pria berjas putih itu berlalu.
"Masih inget punya bokap, Luh."cetus Angga sudah lama berdiri tidak jauh dari kursi tunggu, dengan tatapan sinis.
"Kebetulan Lo dah dateng, kalo gitu gue bisa kembali ke kantor, lu dah disini kan. Urusan gue dah selesai," datar.
Giginya bergemeretak, Angga tidak mengepal kan tangannya. Spontan mendengar perkataan Damar seolah ia tidak perduli pada ayahnya sendiri. "Bangs*t! Lu bener-bener anj*Ng! Yang lagi terkapar itu bokap lu. Dan lu seolah gak peduli sama dia. Lu bener-bener Bangs*t!" Amarah Angga meluap- disana. Ia tidak bisa mengendalikan dirinya untuk menghajar Damar. Sampai-sampai security datang, dan menghentikan Angga yang masih belum puas menghajar Damar.
Sedangkan damar hanya bisa diam, wajahnya datar tanpa memperlihatkan rasa pedulinya terhadap Suryo. Ia menerima pukulan dari Angga begitu saja, Tanpa membalasnya lagi.
Damar pergi tanpa kata, bahkan ia tidak memperdulikan ucapan Angga yang sudah memakinya dengan perkataan kasar.
"Pergi loh yang jauh! gak usah balik sekalian!" Ucapnya Angga sedikit berteriak.
Nafasnya tersengal-sengal, dadanya naik turun. Emosinya meluap begitu saja tidak terkendali. Dia sosok yang paling peduli kepada Suryo, namun terkadang ia ingin marah karena Suryo selalu mengutamakan Damar daripada dirinya.
Ck!' berdecak kesal.
"Si brengsek itu gak tahu, kalo papa punya riwayat penyakit jantung." Membatin.
"Angga," sapa seseorang mengejutkan Angga.
"Om, Tio." Dia dokter yang menangani Suryo saat ini. Kenalan Angga yang kebetulan tengah bertugas di rumah sakit ini.
"Kenapa kamu gak terus terang sama kakak kamu, tentang kondisi pak Suryo?" Tio menunjukkan wajah penasaran nya, ia heran Angga memintanya untuk menyembunyikan penyakit papanya sendiri dari Damar kakaknya.
Angga tersenyum kecut. "Untuk apa, om. Orang gila seperti dia gak akan punya rasa kasihan, termasuk orang tuanya sendiri. Selama ini Damar bersikap begitu terhadap papa, om tahu itu kan. Lebih baik dia gak tahu biar dia nyesel, udah memperlakukan papa seperti itu." Ia menguarkan segala kesalahannya.
"Om, terkadang bingung sama hubungan kalian ini. Kenapa kakak adik gak bisa sedikit pun akur, kasian pak Suryo, ga. Dia tertekan dengan posisinya sebagai orang tua." Seketika Angga tercenung. Dia diam seribu bahasa, ucapan Tio memang benar. Pak Suryo cukup tertekan dengan sikap mereka yang saling mementingkan ego mereka masing-masing tanpa menghiraukan kondisi papanya.
..
..
..