Hamil tanpa seorang suami karena diperk0sa, itu AKU!
Tidak tahu siapa Ayah dari anakku, itu AKU!
Seorang anak kecil selalu dipanggil ANAK HARAM itu PUTRAKU!
Apa aku akan diam saja saat anakku dihina?! Oh tidak! Jangan panggil aku seorang IBU jika membiarkan anakku dihina!
Jangan panggil Putraku ANAK HARAM!
Lantas, akankah suatu hari wanita itu bisa bertemu dengan Ayah kandung dari putranya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Akan Menikah.
Keindra masuk ke dalam Mansion dengan tertawa riang, Ammar baru saja menceritakan tentang ia yang melawan anak-anak di kelasnya tadi. Meski Ammar sedih, ternyata bocah laki-laki itu sempat melakukan perlawanan.
"Jadi, Bunda yang ajarin kamu melawan? Hebat ya Bunda!"
Pantas aja Alsya berani melawan Papa dengan menolak Papa untuk menikah dengan ku! Ternyata ada keberanian besar dalam diri wanita itu, ahhhh... aku nggak mungkin jatuh cinta pada Ibu dari putraku secepat ini, kan? Monolog Keindra dalam hati karena rasa kagum nya pada sosok Alsya.
"Bunda tentu aja sangat hebat, Paman! Bunda pernah dilempari telur, disiram air comberan sama orang. Ammar nggak tahu siapa mereka, tapi mereka bilang mereka tidak sudi menerima Bunda jadi keluarga mereka kembali sampai kapanpun setelah mereka mengusir Bunda."
Keindra mengerenyitkan keningnya tak suka ada yang berbuat keji pada Alsya.
"Kapan itu?"
"Beberapa bulan lalu, Paman. Ammar ikut Bunda berjualan kue berkeliling... ada wanita kayak nenek lampir teriak-teriak marah sama Bunda, ada juga wanita yang lain."
Apa mereka keluarga Alsya yang mengusir Alsya saat hamil? Pikir Keindra.
Keindra masih ingin bertanya tentang kehidupan putra kandungnya dan Alsya selama bertahun-tahun ke belakang, namun Ammar tiba-tiba meninggalkan pria itu berlari ke arah Ibunya.
"Assalamualaikum... Bunda. Ammar pulang."
"Waalaikumsalam, sayang."
Ammar mencium punggung tangan ibunya dengan takzim, kemudian ia mencium punggung tangan Arya.
"Ammar kangen Papa Arya... Eh!" Ammar keceplosan, dia lupa jika di depan orang lain seharusnya ia memangil Arya dengan panggilan Tuan muda.
Arya malah tersenyum, dia mengelus kepala Ammar lalu berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan anak itu agar bisa bicara face to face.
"Papa juga kangen, nanti kita mandi bareng lagi ya. Mulai hari ini, di depan siapapun... kamu boleh memanggil Papa kok."
"Benarkah?"
"Iya dong! Panggil Papa!"
"Papa." Ucap Ammar ragu.
"Good boy!"
"Jangan dibiasakan jelek, Lo bukan Ayah kandung Ammar jadi jangan biasakan Ammar manggil lo Papa! Kita tahu itu, Arya!" Keindra kesal anak kandung nya malah memangil Papa pada pria lain meskipun Arya adiknya sendiri. "Ammar... panggil dia Paman, dia memang Paman mu! Aku lah Ayah kand__“
Belum selesai Keindra bicara, Arya sudah berdiri dan membek4p mulut kakaknya dengan tangan.
"Jangan bicara macam-macam di depan Ammar, Kei! Kita harus meluruskan urusan kita lebih dulu... ikut gue! Kita harus bicara serius mengenai gue, lo dan Alsya. Masalah Ammar, kita sebagai orang dewasa akan membicarakan tentang anak itu juga!"
Keindra melotot tajam saat mulutnya dibek4p Arya.
"Gue bakal lepasin tangan gue, kalau Lo setuju! Anggukan kepala Lo!"
Dengan kesal Keindra mengangguk, Arya pun melepaskan b3kapan nya.
"Ammar pergi sama Bunda dulu ke kamar, mulai sekarang Ammar makan di ruangan makan jangan di dapur lagi ya... ngerti Nak?" ujar Arya.
"Biasanya Ammar sama Bunda makan di dapur sama temen-temen Bunda, kenapa harus pindah?"
"Nanti Papa Arya ceritain, sekarang ganti seragam nya dulu terus makan. Pelayan nanti jemput Ammar sama Bunda di kamar, biar makan di ruang makan. Okay!"
"Baik, Papa."
Arya menatap Alsya, "Aku bicara lebih dulu dengan Kei, nanti selesai mengurus Ammar... kamu bisa bergabung bersama kami."
Alsya tersenyum lebar menanggapi Arya, ia mengangguk. "Baik, aku pergi dulu bawa Ammar ke kamar."
"Alsya..." panggil Keindra, sejak tadi Alsya tak melihat ke arahnya. Ia merasa Alsya sepenuhnya mengacuhkan dirinya. "Tadi saat kamu pergi dari ruangan Papa, aku belum sempat mengejarmu karena mau menjemput Ammar... bisakah kita berdua lebih dulu bicara?"
"Enggak! Lo harus bicara lebih dulu sama gue, Kei!" Arya yang menolak.
"Apa-apaan sih lo, Ar! Gue lagi bicara sama Alsya! Bisa nggak... lo nggak usah ikut campur!" Keindra berdecak menahan emosi.
"Jika mengenai Alsya dan Ammar, gue bakal selalu ikut campur! Sebentar lagi... Lo bakal tau alasan kenapa gue berhak ikut campur kehidupan Alsya dan Ammar. Mereka sebentar lagi akan jadi keluarga gue! Asal lo tau, gue dan Alsya memutuskan akan menikah!"
Bagai ada gelombang badai topan menyergap perasaan Keindra, "Apa maksud elo, Ar? Jelas-jelas gue yang menginginkan pernikahan ini... gue mau kasih keluarga yang utuh untuk Ammar. Lo juga tau... gue adalah Ayah kandung__"
"Cukup! Ada Ammar disini! Kami pergi... silahkan lanjutkan pembicaraan kalian berdua!" Alsya yang diam saja sejak tadi langsung memotong kata-kata Keindra, ia belum siap jika Ammar mengetahui fakta tentang Keindra adalah Ayah kandung dari putranya itu.
.
.
Sementara di rumah sakit jiwa, Bibi Voni sudah sampai. Tadinya dia berniat bicara pada Keindra, namun ia harus lebih dulu meminta ijin pada Belinda. Jadi ia mendatangi rumah sakit jiwa tempat Belinda dirawat selama beberapa tahun ini.
Keluarga diperbolehkan menjenguk, jadi tidak sulit bagi Bibi Voni masuk ke ruangan Belinda dirawat selama ini. Meski ada anak buah Tuan besar Adiguna memantau Belinda, namun orang itu sudah disuap oleh Belinda dibantu dengan Bibi Voni selama ini juga dibantu kakak laki-laki dari Belinda.
Mereka merencanakan untuk membalas perbuatan Tuan besar Adiguna yang telah membuat Belinda gila.
"Kau datang, ada kabar terbaru? Bagaimana kabar putraku?"
"Putramu lengket dengan seorang anak kecil, wajah anak itu mirip dengan Keindra. Bahkan ibu dari anak kecil itu sangat di istimewakan. Di Mansion, bahkan gara-gara wanita itu... putriku dilempar ke Australia oleh Brian karena ketahuan berkomplot dengan Gina ingin memberi pelajaran pada wanita baru itu! Kau sudah dapat kabar kan... tentang putramu yang akan bercerai dari Gina?"
"Aku sudah dapat kabarnya, bagus lah! Lagipula... Gina wanita tak berguna! Dia mandul! Jika aku tidak dibuat gila oleh suamiku, aku sudah mencarikan wanita baru untuk menjadi istri dari anakku! Sebentar lagi... aku akan kembali setelah segala persiapan pembalasan ini sempurna!" Belinda menyeringai.
"Berjanjilah Belinda! Saat kau kembali, selain kau menuntut balas pada kakak iparku... kau juga harus mengurus si Brian dan wanita baru itu serta anaknya!"
"Itu permintaan mu? Aku melukai wanita itu dan anaknya? Mudah! Kau tunggu saja! Aku akan segera menguasai keluarga Adiguna...!!! Saat itu terjadi, orang-orang yang kita benci akan aku lenyapkan! Hahahaha....!" Belinda tertawa jahat, mata wanita setengah baya itu berkilat tajam. Saat ini, ia benar-benar terlihat seperti wanita gila.
Tunggulah suamiku, korban pertama adalah anakmu Arya... anak dari wanita yang kau cintai itu! Wanita yang menjadi orang ketiga diantara kita! Bahkan demi wanita itu... kau mengirimku kesini dengan menjadikan ku wanita gila!!! Batin Belinda memikirkan rencana balas dendam dirinya.