Jangan lupa tinggalkan Jejak,
Tidak disarankan untuk pembaca dibawah umur.
Mengetahui fakta jika wanita yang ditunggunya selama enam belas tahun, telah memiliki anak dari keponakannya, membuat Dimas patah hati, meskipun rasa cintanya begitu besar, tapi dia memilih untuk menyerah, demi kebahagiaan bersama.
Demi menghibur hatinya yang tengah galau, dia berlibur di villa milik keluarganya.
Di tempat berbeda, seorang wanita sedang sibuk menyiapkan acara liburan gratis yang di dapatkan dari tempatnya bekerja.
Sesuatu hal terjadi pada keduanya, sehingga membuat laki-laki itu selalu mengejarnya, dan sang wanita selalu terbuai olehnya, walau seharusnya hal itu tidak boleh terjadi di karenakan wanita itu telah memiliki kekasih..
Apakah Dimas akan mengalami patah hati kedua kali, atau justru berhasil memiliki wanita baru yang dia temui?
P.S. Lanjutan dari cerita sebelumnya berjudul
❤️Pembalasan Atas Pengkhianatan Mu❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Main-main Dengan Saya
Jangan lupa tinggalkan jejak
Happy reading.
Dimas sengaja membuka pintu ruang kerjanya, agar mempermudah Rumi, menemukannya.
Dan tak lama, wanita yang mengenakan piyama maroon itu datang, sesuai permintaannya tadi.
"Jadi apa yang mau bapak bicarakan dengan saya?" tanya Rumi tanpa basa-basi.
Dimas duduk di kursi kebesarannya, dengan laptop yang menyala di meja kerjanya, lelaki yang mengenakan kaca mata hanya untuk bekerja, melirik wanita itu sekilas, lalu berkata, "Sepulang dari sini, asisten saya akan menghubungi kamu, silahkan kamu serahkan syarat administrasi, yang diperlukan,"
Rumi duduk bersebrangan dengan Dimas, "Maksudnya apa pak?" tanyanya bingung.
Dimas menyadarkan tubuhnya sejenak, menatap wanita dihadapannya, "Syarat administrasi pernikahan kita," jawabnya.
"Hah?" Rumi menganga mendengarnya, "Coba diulangi, mungkin saya salah dengar,"
Dimas menghela nafas, "Asisten saya akan menghubungi kamu, meminta segala persyaratan untuk mengajukan syarat administrasi pernikahan,"
"Pernikahan? Saya dengan bapak, gitu maksudnya?" tanya Rumi tak percaya.
"Ya Iyalah siapa lagi? Memangnya di ruangan ini ada siapa lagi, selain saya dan kamu?"
"Kenapa saya harus menikah dengan bapak?" tanya Rumi ketus.
Dimas bangkit, lalu melangkah ke arah wanita itu, dia bersandar di meja miliknya, "Karena saya sudah meniduri kamu, dan kemarin saya tidak memakai pengaman, saya menyemburkan benih berkali-kali, dan kemungkinan besar kamu hamil, maka dari itu sebelum perut kamu membesar, kita harus menikah," jelasnya.
Rumi memundurkan kursi beroda, yang dia duduki, dia mendongak, menatap tajam lelaki bertubuh kekar, yang kini memakai t-shirt polos berwarna putih. "Apa bapak lupa jika saya telah memiliki tunangan? Lalu saya tak mungkin hamil anak bapak, karena tadi saat saya keluar, saya membeli pil kontrasepsi darurat, jadi bapak tenang aja, saya tidak akan hamil, ataupun meminta pertanggung jawaban bapak,"
Dimas mendelik, lalu berdiri menegakan tubuhnya, "Apa kamu bilang?" tanyanya dengan suara meninggi, "Kamu membunuh calon benih saya? Apa kamu gila?" Amarahnya naik seketika.
"Saya tidak membunuh, saya hanya mencegah, supaya saya tidak hamil benih orang asing, lagian apa yang harus saya katakan pada tunangan saya, jika saya ketahuan hamil benih orang lain? Asal bapak Dimas tau, saya sangat mencintai dia, dan hanya dengannya lah saya akan menikah," Rumi bangkit berdiri, "Jika bapak ingin menikah, silahkan cari perempuan lain, saya permisi," dia melangkah ke arah pintu, berniat keluar dari ruangan itu.
"Siapa yang mengijinkan kamu untuk keluar dari sini?" Dimas meninggikan suaranya, mendengar pengakuan wanita itu, amarahnya naik seketika, hal ini melukai harga dirinya.
Tinggal beberapa langkah lagi, kaki Rumi mencapai pintu, tapi dia menghentikan langkahnya, "Urusan kita sudah selesai, saya anggap hal yang kemarin adalah one night stand, bukankah orang seperti bapak, sudah terbiasa melakukannya? Jadi tidak usah berlagak, seolah kemarin adalah hal pertama untuk bapak," ujarnya tanpa berbalik.
Dimas memang bukan laki-laki yang hidup lurus, dia juga bukan Denis yang setia dengan satu wanita, dulu dia juga sering menyewa jal*Ng. Tapi malam ini untuk pertama kalinya ada seorang wanita yang begitu merendahkannya.
Amarahnya naik, Dimas tak terima, dengan langkah lebarnya, dia menghampiri, lalu meraih pundak wanita itu, dia membaliknya dan memepetkan nya ke dinding samping pintu, Dimas juga mencengkram kedua pipi Rumi dengan satu tangannya, "Pasang telinga kamu baik-baik, Bunga Harumi!" mata Dimas seolah menunjukkan kilat amarah, "Kamu belum mengenal saya, tapi dengan lancang kamu mempermainkan saya, memangnya kamu pikir saya akan diam saja?" Dimas menyunggingkan senyumannya, lalu tanpa berkata lagi, Dimas mencium bibir yang tadi mengucapkan kata-kata pedas untuknya.
Rumi melebarkan matanya, dia tak menyangka, kata-katanya memicu amarah lelaki yang kini menciuminya secara brutal, bahkan dia tak diberi kesempatan untuk bernafas.
Rumi bisa merasakan amarah, dari ciuman panas itu, Rumi yang mulai merasa sesak, menarik t-shirt berwarna putih yang kenakan Dimas.
Ciuman itu terlepas, tapi Dimas tak melepaskan Rumi, dia masih menahannya di dinding, "Kamu melukai harga diri saya, dan saya tidak terima, kata-kata kurang ajar yang kamu lontarkan, kamu juga telah membunuh calon benih saya yang berharga, maka kamu harus membayar semua itu," usai mengatakannya, Dimas kembali menciumnya, dia sengaja membiarkan wanita itu bernafas sejenak.
Rumi menghirup rakus, udara di sekelilingnya, begitu Dimas melepaskannya, bahkan saat lelaki itu berbicara, tak dipedulikannya. Dadanya berdebar tak karuan, sayangnya, belum sempat dia menormalkan debaran di dadanya, bibirnya kembali dibungkam, kali ini lebih lembut, tak seperti tadi, bibirnya seolah akan di makan oleh Dimas.
Ciuman yang awalnya lembut, perlahan semakin menuntut, dan mulai dibumbui hasrat.
Tangan Dimas tak lagi diam merengkuh pinggang Rumi, tangan itu berpindah menangkup sesuatu yang menonjol di dada, sedikit memijatnya, alhasil disela ciuman itu terdengar suara lenguhan.
See.... Hanya karena ciuman, Dimas berhasil membuat wanita bermulut tajam itu, dengan mudahnya terbuai.
Bagaimana jika melanjutkannya seperti kemarin?
Sayangnya ponsel milik Dimas, yang ada diatas meja kerjanya berdering, dengan terpaksa Dimas melepaskan ciuman itu, dia menyentuh bibir yang kini terlihat membengkak, dengan ibu jarinya, "Jangan main-main dengan saya." Dia memberi peringatan, lalu melepaskan rengkuhannya, "Silahkan duduk di sofa, saya akan menerima panggilan dulu." perintahnya, sembari menuntun Rumi menuju sofa.
Dimas menghampiri meja kerjanya, dia mengambil ponsel miliknya, tertera di layar nama cucu keponakannya.
"Halo Rain, ada apa?" tanyanya lembut, Dimas memang kesal dengan keponakannya, tapi tidak dengan cucu keponakannya.
"Apa opa kecil sedang berada di luar kota?"
Dimas sengaja mengaktifkan load speaker, "Iya, Apa ada masalah?" tanyanya. Lalu Dimas bisa mendengar hembusan nafas lega dari seberang sana.
"Ibu sedang ngambek, dan pergi dari rumah, sore tadi, Papa dan ayah lagi kelimpungan cari ibu,"
Dimas duduk disamping Rumi, lalu mengambil alih tangan milik wanita itu, dan mengecupnya. "Apa alasan ibu ngambek?"
"Papa cemburu karena sepupu dari Surabaya, menyinggung soal hubungan ibu dengan opa kecil, sempat terjadi keributan tadi siang, sehingga ibu marah sama papa,"
Dimas menyunggingkan senyumannya, tapi dalam hati dia bersorak gembira, rasanya senang sekali mendengar keponakan kurang ajar itu, bermasalah dengan Diandra.
"Lalu kenapa Rain menghubungi Opa kecil?"
"Aku pikir ibu sedang bersama opa kecil, syukurlah, kalau opa kecil tidak disini, bisa-bisa akan ada perang diantara kalian,"
"Itu tidak akan terjadi lagi, karena opa kecil sedang bersama dengan calon istri, jadi bilang ke papa kamu, untuk tidak mencurigai opa kecil,"
"Benarkah?"
"Opa kecil tidak bohong Rain, tapi tolong rahasiakan ini dari yang lain, kamu mengerti?"
"Tentu, aku akan merahasiakannya, selamat kalau begitu,"
Panggilan berakhir, Dimas melempar ponselnya, ke sisi sofa belakangnya, dia menatap wanita yang sedari tadi hanya menunduk.
"Jadi Bunga Harumi, sepulang dari sini, saya minta, kamu putuskan pertunangan, lalu menikah dengan saya," Pinta Dimas, tak mau dibantah.
Rumi menoleh menatap lelaki tampan disebelahnya, lalu menggeleng, "Tak ada cinta diantara kita, dan saya menolak permintaan bapak,"
Dimas terkekeh, "Kamu nggak ada kapoknya ya! Asal kamu tau, saya bisa melakukan hal diluar nalar kamu, jadi turuti saya, sebelum saya berbuat nekad."
Rumi bangkit, wanita itu mulai kesal, dengan sikap seenaknya pemilik villa, "Silahkan, saya tidak takut," tantangnya, "Permisi, saya lelah, mau istirahat,"
Dimas dengan sigap menarik tangan Rumi, alhasil wanita itu terduduk tepat di pangkuannya, "Malam ini, akan saya buat kamu, tak bisa lagi menolak!" Setelah mengatakannya, Dimas memulai aksinya.
kayaknya seru tuh kalau buat ceritanya
semangat ya aku suka karya mu 😍😍