Harumi
Selamat datang di karya ku yang ke sekian kali, ini lanjutan dari cerita sebelumnya,
❤️Pembalasan Atas Pengkhianatan Mu❤️
Disarankan membaca cerita sebelumnya, agar bisa nyambung saat mulai membaca cerita ini, karena persamaan tokoh utama dan pendukung, juga beberapa alur juga konflik cerita.
Semoga pada suka, jangan lupa tinggalkan jejak, terima kasih.
Happy reading
Dimas membenci dirinya sendiri, yang memilih menyerah, untuk memperjuangkan cinta pertamanya, bahkan setelah belasan tahun menunggu.
Bukan tanpa alasan dirinya melakukannya, dia tak ingin kedamaian keluarganya sampai berakhir, hanya karena dia dan keponakannya memperebutkan satu wanita.
Setelah Dimas membawa kembali mantan tunangannya, untuk bertemu dengan ibunya, guna meminta restu, agar segera menikah, dia tak menyangka, sesuatu yang menyakitkan terungkap.
Kakak perempuan satu-satunya, mendatanginya, memberitahukan fakta jika mantan tunangannya, terlibat hubungan dekat, dan telah memiliki seorang putra, dengan keponakannya.
Mendengar berita itu, rasanya seperti tersambar petir disiang bolong, dia dikhianati oleh orang terdekatnya, dia tak menyangka semua itu terjadi, bahkan dia baru tau setelah belasan tahun lamanya.
Dimas merasa seperti orang terbodoh di dunia, tapi satu yang dia sadari, jika hal itu terjadi karena dosanya di masa lalu, saat dirinya penasaran tentang rasanya hubungan intim.
Dengan dalih ingin menghormati dan menjaga tunangannya, dia malah mengikuti teman-temannya untuk menggunakan jasa memuaskan hasrat.
Bodohnya lagi, dia terus ketagihan, hingga berkali-kali berhubungan intim dengan wanita yang sama, tanpa dia sadari wanita bernama Rosalia, menyimpan rasa padanya.
Dimas akhirnya sadar jika segala hal yang menimpanya, termasuk pengkhianatan tunangannya dengan keponakannya, saat itu karena ulahnya juga, dia harus membayar langsung dosanya.
Sesak tentu, seperti ada batu besar dalam dadanya, sakit tentu saja dia sakit hati, tapi kembali lagi, di sadar bahwa itu adalah balasan karena perbuatannya dulu.
Tapi meskipun mengetahui fakta penghianatan itu, rasa cintanya dengan Diandra tak berkurang sedikitpun, debaran itu selalu ada, setiap bertemu langsung, atau hanya sekedar memikirkannya.
Jadi dia bertingkah seolah tak tau apa-apa, dia tetap menerima cinta pertamanya, dengan tangan terbuka, tak peduli tentang pengkhianat yang telah terjadi.
Hingga suatu hari, keponakannya datang padanya, meminta penjelasan akan tindakannya.
"Lo udah tau bukan, kalau gue berhubungan dekat dengan mbak Dian, bahkan kami telah memiliki seorang putra, bagaimana bisa, Abang dengan percaya diri mengajaknya menikah? Lo nggak mikirin gimana gue?"
Dimas bisa melihat kilat amarah yang begitu besar di mata keponakannya, tapi siapa peduli, toh Diandra menerima rasa cintanya, bahkan membalasnya, "Tapi Dian masih cinta sama gue, jadi gimana dong?"
Denis menghampiri dan mencengkram kerah kemejanya, "Jangan macem-macem, sama gue, Lo lupa apa yang bisa gue lakuin?"
Dimas mendorong keponakannya kuat, sehingga cengkraman di kerahnya terlepas, "Emang apa yang mau Lo lakuin? Lo mau jadiin gue samsak hidup, kayak dulu? Lo pikir gue takut?" dia memindai postur badan putra dari kakak kandungnya, meskipun lebih tinggi, tapi untuk ukuran badan, jelas dirinya lebih berotot dan besar, berkat latihan yang dilakukannya selama bertahun-tahun, "Lo mau duel sama gue?" tantangnya.
Denis menyunggingkan senyumannya, "Kalau duel, itu jelas, tapi ada beberapa hal yang harus Lo pikirkan matang-matang,"
Dimas mengernyit heran, "Lo lupa gue dokter dari nyokap Lo? Bisa aja kan, pas operasi, gue melakukan sesuatu," Denis menatapnya sinis.
Dimas mendelik, "Gila Lo, nyokap gue itu Oma kandung Lo, gimana bisa Lo berbuat sekeji itu? Hanya karena hal ini, sakit jiwa Lo!" makinya, tak habis pikir dengan jalan keponakannya.
"Gue bahkan bisa buat perusahaan yang Oma dan mendiang Opa bangun dengan susah payah, gulung tikar dalam waktu semalam, jadi lepaskan mbak Dian, kalau Lo nggak ingin semua itu terjadi," setelah mengatakannya, Denis beranjak dari sana.
Dimas menggelengkan kepalanya tak percaya, bisa-bisanya hanya karena seorang wanita, keponakannya berbuat gila, tapi mengingat watak dan sifat putra dari kakaknya, dia tau, Denis tak main-main dengan ucapannya.
Haruskah dia melepaskan wanita yang telah ditunggunya selama belasan tahun ini?
***
Hari itu dia mendapatkan pesan dari keponakannya, yang mengatakan, jika akan dilangsungkan akad nikah di rumah milik keponakannya.
Dimas tau hal ini akan terjadi, cepat atau lambat, cinta pertamanya akan dimiliki sepenuhnya oleh lelaki lain.
Walau pernah mengatakan sudah ikhlas melepaskan wanita itu, tapi tetap saja hati dan pikirannya belum rela, apalagi lelaki yang menikahi Diandra adalah Denis, keponakannya sendiri.
Pembalasan setimpal akibat pengkhianatan nya dulu, dan berkali-kali, Dimas berusaha mati-matian menyakinkan dirinya, agar bisa mengikhlaskan wanita yang dicintainya, untuk bersanding dengan keponakannya.
Di teras rumah milik Denis, dia sengaja berdiri, menunggu wanita itu, tidak ada yang menyuruhnya, dia hanya berinisiatif untuk meyakinkan Diandra, dan dirinya sendiri, bahwa kini dia benar-benar ikhlas melepaskan.
Sialnya begitu melihat wanita itu, dalam balutan kebaya putih dengan dandanan ala pengantin, rasanya ingin membawa kabur calon mempelai perempuan, bagaimana tidak, Diandra cantik sekali, mungkin seperti bidadari.
Dimas sempat terpaku, melihat bagaimana mempesonanya wanita beranak satu itu, tapi tak berlangsung lama, karena keponakan brengseknya membisikan sesuatu, yang memporak-porandakan pikirannya.
Dia mengulurkan tangan pada mantan tunangannya, untuk membawanya masuk ke dalam tempat diadakannya, akad nikah, sempat bersua dengan Aditya dan Talita, teman sekolahnya dulu.
Dimas hanya bisa tersenyum kecut, ketika melihat Diandra melangkah menuju dapur, bersama Talita, wanita itu mengaku haus, dan ingin minum dulu.
Pundaknya ditepuk, "Katanya udah ikhlas, tapi muka Lo asem gitu," seru Aditya.
"Yang namanya cinta pertama, susah lah dit, coba Lo jadi gue," Dimas menghembuskan nafasnya kasar, "Mana dia cantik banget hari ini, sialan tuh keponakan gue, bangke emang," lanjutnya memaki.
Aditya terkekeh, "Gue mah ogah jadi elo, ngapain? Mending jadi diri gue sendiri, menikmati hidup dalam kesendirian itu seru, nggak pusing,"
Dimas melirik sinis teman SMA-nya, "Gue sumpahin, sekalinya Lo suka sama cewek, Lo bakal jadi bego melebihi gue," setelah mengeluarkan sumpah serapah, dia memilih beranjak ke samping rumah, dimana keluarganya berkumpul.
Beberapa saat kemudian.
Tak cukup membuatnya patah hati, keponakan brengseknya meminta padanya, untuk menjadi saksi di pihak mempelai lelaki.
Ingin rasanya Dimas mengeluarkan sumpah serapah pada putra dari kakak kandungnya, benar-benar sialan.
Andai tak ingat ibu, kakak, dan keluarga besarnya, bisa saja dia akan mengacaukan acara sakral itu, Dimas benar-benar marah.
Selesai menjadi saksi, dengan dalih ada pekerjaan mendadak, Dimas pamit undur diri, tentu saja itu bohong, hari ini tanggal merah.
Dimas memilih melajukan mobil menuju apartemennya, lebih baik menyendiri di sana, mungkin minum sampai mabuk, atau apapun, asal bisa mengalihkan pikirannya yang kini kacau balau.
Karena hari masih terang, lebih baik melampiaskan amarahnya, dengan berolahraga, menghabiskan energinya, di ruangan gym pribadinya.
Malamnya, Fero datang menemaninya minum, sembari menceritakan kegalauannya, dan berakhir mabuk.
***
Amarah Dimas semakin menjadi, bagaimana tidak, keponakan brengseknya, dengan kurang ajarnya menambah masa cuti, alhasil dirinya semakin dibuat sibuk.
Perjanjian awal hanya tiga hari, tapi hingga enam hari, pengantin baru itu tak kunjung kembali, sialan memang.
Bisa saja dia meminta Dessy membantunya menangani rumah sakit, tapi kakaknya itu, berkewajiban menjaga ibu kandungnya, usai pemulihan pasca operasi.
Belum lagi, jadwalnya yang harus mengunjungi pabrik diluar kota, apa yang harus dilakukannya?
"Yan, masalah rumah sakit, elo aja deh yang pegang, kabari gue kalau ada masalah," Dimas baru saja menutup berkas yang dia tanda tangani, "Semoga aja, Denis cepat balik, soalnya besok gue mau ke Surabaya," sambungnya seraya bangkit dari kursi kebesaran milik keponakannya.
"Tapi bang," sahut Aryan ragu.
"Ya udah, Lo telpon Denis sana, suruh dia cepat balik, bukan cuman urusan sama management, tapi itu pasien-pasiennya dia gimana? Urusan nyawa kok main-main,"
"Ngeri gue bang, Denis kalau ngamuk serem,"
"Ya Lo aduin aja ke Dian, entar juga dia mingkem, udah lah, gue mau balik ke kantor, sejam lagi ada meeting sama klien penting," Dimas beranjak dari ruangan direktur utama rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Istriorang
langsung kesini abis tamat marathon diandra-denis 🥰
2024-09-15
1
Elisabeth Ratna Susanti
like plus favorit ❤️
2024-04-19
1
Nadila Nisa
hadir kak
2024-04-17
1