NovelToon NovelToon
Dari Benci Jadi Suami

Dari Benci Jadi Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Berbaikan / Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.9k
Nilai: 5
Nama Author: nichi.raitaa

Tolong bantu support dan jangan lompat bab saat membaca ya, terima kasih 💗

Delilah Atmaja—seorang perempuan—yang sama sekali tak berkeinginan menikah, terpaksa menuruti kemauan sang ayah. Justru bertemu kembali dengan Ananda Dirgantara—musuh semasa SMA—dan justru berakhir di pelaminan. Tak berhenti sampai di sana, Rakanda Dirgantara—mantan cinta pertama Delilah—menjadi sang kakak ipar. Hadir juga hari dimana Raka menerima bantuan dari si jelita, Delilah. Membuat keruh hubungan rumah tangga Nanda dan Delilah yang telah menjadi seorang istri.

Dapatkah mereka akan melewati drama pernikahan dan pergulatan hati masing-masing? Akankah mereka berdamai dengan keadaan dan menemukan akhir yang bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nichi.raitaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 18

Delilah merasa kesepian, tak ada kawan. Sang kakek juga masih sibuk menikmati liburan dadakan. Dia akhirnya mengiyakan ajakan Jenie untuk berjumpa. Memang sudah beberapa waktu mereka tak bersama, padahal tak pernah sekalipun mereka terpisah sejak di bangku kuliah.

“Delilah,” Jenie melambai riang ke arah jelita yang baru memasuki pintu kafe.

Si pemilik nama melambai balik dan segera menghampiri sahabatnya yang telah menunggu. Tak pelak pelukan erat menyatukan mereka. Senyuman cerah terpancar dari wajah Delilah, lama tak jumpa memupuk rindu juga.

“Kau sudah pulang?” Delilah membuka obrolan.

“Baru selesai meeting di pusat. Bagaimana pernikahanmu?” Jenie kemudian menyeruput minuman setelah bertanya.

“Kurasa masih baik-baik saja,” sahut Delilah sambil mengedikkan bahu.

“Kau yakin?” Kalimat tanya Jenie mengusik ketentraman hati si jelita.

Delilah hanya mengangguk tak begitu menanggapi. Dia sibuk menyeruput minuman yang sudah tersedia. Kemudian memilih topik lain, agar menghangatkan suasana. Waktu yang mereka miliki sekarang serba terbatas karena Delilah harus segera pulang sebelum Nanda datang. Lalu Jenie juga masih punya jam kerja yang wajib dilanjutkan.

“Aku masih sangat merindukanmu, Deli.” Jenie merengek sambil memeluk Delilah.

“Aku juga, tapi kau harus segera kembali, bodoh! Kita akan berjumpa lagi nanti, oke?” Delilah mengajukan jari kelingking ke depan Jenie yang merengut.

“Aku ingin cemburu pada Nanda karena bisa menghabiskan waktu denganmu, huh! Dia menculik belahan jiwaku.” Jenie menautkan jari kelingkingnya.

“Kau tau, kau sangat menggemaskan hingga ingin kugiling!” Delilah memiting leher Jenie sambil terkikik bersama.

“Tunggu dulu, tapi bagaimana dengan Raka. Apa dia lebih tampan dari Nanda?” Jenie bertanya dengan mata berbinar.

Sahabat usil Delilah satu ini memang kerap penuh rasa penasaran. Dia bahkan, tak percaya saat awal Delilah menyatakan akan menikah. Saking dekatnya mereka sudah seperti saudara tanpa ikatan darah. Teman yang ditemukan semasa duduk di bangku kuliah, menjelma menjadi buku diary si jelita. Dia juga belum pernah berjumpa dengan Raka—si kakak ipar sekaligus mantan cinta pertama Delilah—karena dia tak hadir di pernikahan.

“Ayolah, dia sudah memiliki istri, kau ingat?” Delilah menyentil ujung hidung Jenie.

“Ck, aku hanya penasaran. Bisa jadi judul novel. Kakak iparku cinta pertamaku, ah, aku menikahi adik cinta pertamaku. Oh, atau cintaku berlabuh pada rival abadi.” Jenie masih meracau mengejek sang sahabat.

“Sudah, cukup! Lekas kembali ke kantor sana!” Delilah mendorong tubuh Jenie.

“Oh yang ini bagus, kakak menolak … adik bertindak.” Jenie masih berlanjut tak terhentikan.

“Ayolah!” Delilah memukul pelan puncak kepala Jenie dan berakhir tertawa lirih bersama.

Berbeda dengan suasana hati di sisi Delilah yang terkesan ceria dan jenaka berkat kehadiran sang sahabat tercinta. Mereka yang tak memiliki ikatan darah terlihat lebih baik dan saling melengkapi. Ketimbang dua saudara dengan aliran darah yang sama bahkan wajah yang hampir serupa justru sedang saling bersitatap tajam, seolah siap mengadu kepala.

“Bisa sedikit lebih tenang dan memakai etika?” Suara Raka menekan tiap kata.

Nanda memang mendobrak masuk begitu saja. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia langsung memasang tatapan tajam pada sang kakak yang menjabat sebagai salah satu dewan direksi di bagian keuangan rumah sakit tersebut.

“Berani bilang etika di saat kau melakukan ini dibelakangku?” Nanda menghamburkan lembaran foto yang terdapat di amplop coklat tadi.

Netra Raka menyelidiki satu per satu foto yang berhamburan. Dia memungut foto yang berjatuhan ke lantai. Kening si pria ikut mengernyit, dia menelan ludah dengan berat.

“Nanda, jangan salah paham dulu—”

“Kau menemuinya di luar. Saat dia sudah menjadi istriku?”

“Nanda, dengar aku tidak sengaja berjumpa—”

“Apa Feli juga tau kau berjumpa dengannya, hah?” Nanda mendekat pada Raka dengan tatapan tak senang. Dia merebut lagi kumpulan foto tadi.

“Hhhh … Nanda, tidak perlu begini, ‘kan?” Raka masih berusaha membujuk Nanda yang terbakar api.

Dia tak menjawab, Nanda hanya menatap tajam Raka dan meninggalkan ruangan. Dia sama sekali tak menghiraukan suara panggilan dari sang kakak. Napas Nanda memburu, dia tak terima sang istri berjumpa dengan sang ipar diluar sepengetahuannya. Dia merasa dibodohi, jika boleh jujur lebih khawatir pada perasaan Delilah yang goyah. Siapa yang tak merasa cemas? Jika pasangannya berjumpa diam-diam dengan cinta masa lalu.

Meski hanya diatas kertas, tetapi dia adalah suami sah si wanita yang tercetak di foto bersama sang kakak. Apalagi tanpa sepengetahuannya mereka bertemu entah dimana, tak ada cerita sama sekali tentang hari tersebut. Tidak dari Delilah, tidak pula dari Raka. Terlanjur terbakar seluruh kewarasan si dokter.

***

Delilah menaiki tangga satu per satu dengan senandung lirih. Seperti biasa membuka pintu perlahan dan masuk ke dalam kamar. Sedikit terkejut mendapati Nanda sudah duduk di atas sofa menatap lurus padanya.

“Astaga! Kau benar-benar kembali dengan cepat.” Delilah mengelus dada sekilas dan meletakkan tas kembali ke tempat.

Nanda masih hening tak bersuara, dia hanya menatap tajam pada Delilah. Netra si pria mengekor kemanapun Delilah pergi. Dia kini sedang melepas jam yang melingkar di tangan.

“Nanda, kenapa kau menatapku begitu?” Delilah kini melangkah ke arah Nanda dan melihat sederet foto di meja kecil dekat si suami.

Netra si jelita mengerjap berulang, memastikan foto tersebut adalah dirinya dan … Raka. Beberapa hari yang lalu tak sengaja berjumpa di sebuah mall. Masih sedikit linglung memandangi foto yang entah diambil oleh siapa dan sekarang Nanda mendapatkannya.

“Keterlaluan, kau sedang memata-mataiku?” Delilah mengambil satu foto dan beralih memandang Nanda.

“Hhhh … kau berpikir begitu?” Nanda menghembuskan nafas kasar dan berdiri di depan Delilah, “kenapa kau menemuinya diam-diam dibelakangku? Kau masih menginginkannya, benar?” Nanda mulai menaikkan oktaf pada suara.

“Kau sudah gila? Apa menurutmu aku serendah itu?” Delilah berteriak sekarang, “ah, bukankah kau yang rendahan? Melakukan hal seperti ini padaku!” Delilah membuang satu foto yang diambil tadi ke wajah Nanda.

“Cih, untuk apa aku melakukannya? Kau sendiri, apa yang kau lakukan bersama Raka, hah?! Apa kau tak ingat dia sudah beristri, bahkan kau sendiri sudah menjadi istriku, Delilah!” Kali ini Nanda tak bisa menahan rasa panas yang kian memangsa pikiran.

“Kami tak sengaja berjumpa—”

“Lalu kenapa kau tak bercerita padaku!” Nanda memangkas kalimat Delilah.

“Kau bilang tak perlu mendapat izinmu—”

“Tidak berlaku untuk Raka!” Nanda menyahut lagi penuh emosi.

“Nanda kau gila! Dia kakakmu!” Suara Delilah tak mau kalah.

“Dia cinta pertamamu, Delilah!” Nanda berteriak dengan kilat di mata.

“Lalu kenapa kau memilih menikahiku, jika kau sendiri begitu ketakutan karena masa laluku!” Delilah tak kalah berteriak frustasi.

Hidup mereka begitu rumit. Begitu pula isi kepala masing-masing yang sangat sulit untuk dijelaskan. Mereka tak menemukan cara lain selain saling berteriak. Dua mata merah yang saling beradu masih hening dan bungkam tanpa suara. Namun, kilat di netra mereka tak kunjung mereda.

***

Ckckck, geleng-geleng sebentar ... Support author dengan cara klik like dan tinggalkan komentar kalian yaaa, terima kasih 💗

Sampai jumpa 🥰

1
Ripah Ajha
sungguh keren kata2mu Thor, aku jadi terhura eh terharu maksutnya🥰
nichi.raitaa: aw, terima kasih ya kakak juga sudah baca sampai akhir ... aku meleyot nihh 🫣🫠😘
total 1 replies
Krismargianti Andrean
lanjut thor nunggu nih ampe tambah es teh jumbo 5kali
nichi.raitaa: waduh kak ... apa nggak kembung 🤧 btw timamaciw sdh mampir, nih aku kasih 2 hati akuh 💗💗🫦
total 1 replies
Zee✨
hay kak nicki, aku mampir hehe semangattttt💪💪
nichi.raitaa: nyehehhee okidoki kak 💗 aku telhalu loh😵‍💫🫠
Zee✨: sama², nanti ye mau ngepel dulu😂😂
total 3 replies
Zee✨
dih kepedean amat bang😏
Zee✨: pantesan aku cari² nggak kelihatan, taunya di sana toh🤭
nichi.raitaa: 🤧😶‍🌫️ aku ampe ngumpet dibalik awan kakk
total 2 replies
Ripah Ajha
like Thor, tetep semangat update ya🥰
nichi.raitaa: terima kasih supportnya kak, wait ya 💗😘
total 1 replies
Ripah Ajha
gitu tu, kalok oasangan suami istri blom prnah mp, bawaannya emosi teros🤣
nichi.raitaa: aw ... si kk tau ajah 🤧🫣
total 1 replies
Ripah Ajha
keren karyamu thor
nichi.raitaa: terima kasih sdh membaca kak, semoga betah ya 💗
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Kisahnya bikin baper, jadi terlarut sama ceritanya.
nichi.raitaa: terima kasih sudah membaca, Kak 💗 teruskan lagi yuk kakk 🥰
total 1 replies
Sandy
Seru banget, gak bisa berhenti baca😍
nichi.raitaa: terima kasih, sudah membaca kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!