"Pergi kamu dari rumah" Usir Bianca, ibu tiri Sarah. Begitulah, Sarah terpaksa pergi dari rumah sendiri. Bukan hanya Bianca yang kejam, tetapi adik tiri Sarah pun selalu mengganggu hubungan percintaan Sarah dengan Rafi sang guru SMK di sekolah.
Di tengah perjalanan, Sarah bertemu dengan gadis tengil yang bernama Salma. Wajah Sarah dengan Salma mempunyai kemiripan 100 persen. Namun, jika Sarah wajahnya glowing, Salma berwajah kusam.
Rupanya, Salma pun kabur dari rumah lantaran menolak ketika dipaksa menikah dengan guru matematika yang bernama Haris. Salma lantas mempunyai ide gila, mengajak Sarah tukar tempat. Tukar tempat, itu artinya Sarah sudah siap menggantikan Salma menikah dengan Haris.
"Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cintaku Ditukar Siswi Kembar. Bab 10
Ruang tamu menjadi senyap, ketika mendengar deheman dari anak tangga bagian terakhir. Yaitu wanita yang sedang mereka gibahi. Rambut panjang acak-acakkan tanpa disisir. Kaos longgar dan celana selutut telah melekat di badan. Menyita perhatian Rafi yang belum pernah melihat penampilan kekasihnya selain mengenakan seragam sekolah, dengan rambut di sisir rapi. Kadang dikuncir.
Perlahan, Salma mendekati Rania dengan wajah siap perang. Lalu berdiri di samping sofa paling pinggir di mana Rania duduk.
"Gue memang gila. Dan siap-siap saja mencakar mulut yang suka fitnah seperti loe," Sinis Salma mendekatkan dua telapak tangannya ke wajah Rania, tentu saja menakut-nakuti.
Rafi yang berada di dekat pintu tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika Salma memperlihatkan kuku panjangnya di depan mata Rania.
"Mama..." Rania seketika menarik tangan Bianca menjauh dari tempat itu.
"Hahaha... gue, loe lawan!" Salma terbahak-bahak memandangi dua wanita yang satu ke lantai atas, karena kamar Rania bersebelahan dengannya. Sementara itu di lantai bawah terdengar dentum pintu di tutup dengan kencang. Sudah bisa dipastikan Bianca pelakunya.
Salma sampai lupa jika di sofa pinggir pintu ada pria yang hanya diam termangu. Gantian Rafi yang berdehem, seketika Salma menoleh. Dia menyeret kakinya ke hadapan Rafi yang terhalang meja kecil.
"Terus... Bapak juga mau ngapain kemari? Kalau cuma mau nyuruh saya belajar lebih baik aku ke kamar" Salma membalik tubuhnya.
"Sarah, tunggu" Rafi berdiri lalu menahan tangan Salma. Salma melepas tangan Rafi pelan, kemudian memalingkan wajah ke arah televisi yang masih menyala tak ada yang menonton.
"Iya, iya. Aku kesini cuma mau minta maaf. Maaf... calon istriku..." Rafi terkekeh. Ia putar pundak Salma hingga mereka berhadapan. Salma salah tingkah lalu menunduk menyembunyikan rona merah di wajah.
"Senyum dong" Rafi angkat dagu Salma hingga kembali bertatapan.
Deg deg deg.
Dada Salma berdegup kencang, selama ini selalu dekat dengan pria, tetapi baru kali merasakan hal yang berbeda.
"Sekarang aku pulang ya, jangan lupa belajar," Nasehat Rafi. Menyelipkan rambut panjang Salma yang seperti kuntilanak. Bagusnya tidak mengenakan daster putih.
Wajah itu beruba cemberut. "Dasar guru, katanya tidak mau menyuruh belajar," Omel Salma.
Rafi mengulum senyum sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Lupa" Jawabnya lalu menyentuh hidung bangir Salma sebelum keluar menutup pintu.
"Astagfirullah..." Salma menepuk dadanya yang semakin kencang debarannya. Lalu berlari cepat ke arah jendela. Ia pandangi punggung Rafi dari belakang yang sudah berada di atas motor tengah memasang helm. Hingga Rafi keluar pagar, kemudian Salma ke kamar atas.
Salma heran, mengapa Rafi segitu kecewa ketika melihat hasil ulangan tadi siang. "Seperti apa sih pintarnya Sarah?" Gumamnya sambil membongkar ransel milik Sarah yang sama sekali belum Salma buka.
Ia keluarkan Ijazah SD, SMP, dan raport SMK milik Sarah, hingga berserakan di lantai. Kemudian, Salma buka lembar demi lembar raport tersebut. "Hah?" Salma tutup mulutnya dengan telapak tangan, matanya melebar ketika melihat nilai raport Sarah. Tidak ada nilai delapan, kecuali sembilan bahkan ada yang sepuluh.
"Mati gue kalau begini, pantas saja Rafi segitu syok melihat nilai aku," Salma segera merapikan kembali dokumen Sarah sebelum membanting tubuhnya ke kasur. Kali ini Salma melanjutkan tidur sorenya yang tertunda lantaran kehadiran Rafi.
Di lantai bawah. "Ma... seragam aku yang mau dipakai besok tidak ada," Keluh Rania, menghampiri Bianca yang tengah memasak sambil ngomel-ngomel lantaran lauk jatah makan malam dihabiskan Salma.
"Sekarang lebih baik kamu cuci sendiri Nia. Besok... pagi-pagi kan sudah bisa kamu gosok," perintah Bianca. Sambil mengangkat Ayam goreng, meletakkan di tirisan aluminium.
"Kok aku sih Ma?" Protes Rania, menarik kursi meja makan lalu duduk dengan kasar, hingga terdengar suara. Krek.
"Terus... siapa yang kamu suruh mengerjakan Nia... Mama?" Bianca kesal melihat cucian piring menumpuk. Belum lagi gosokan menumpuk. Bajunya pun belum dicuci, ditambah lagi rengekan Nia, menambah kepalanya pusing.
"Aagghh... ini gara-gara Sarah. Brengsek!" Rania menghentak-hentakkan kakinya sambil duduk.
"Sudah... cepat mencuci sana, besok nggak kering loh," Suara Bianca agak melunak, tetapi gantian terdengar denting piring kotor beradu hingga menimbulkan suara berisik karena mencuci piring sambil sewot.
"Mah, uang mama ada yang hilang nggak?" Rania mendekati Bianca yang tengah mencuci piring bersandar di pojokkan wastafel.
"Nggak tahu, memang kenapa?"
Rania pun menceritakan jika Sarah tadi siang mentraktir baso teman-teman sekolahnya. Bahkan, saat pulang memamerkan uang 100 ribu. Bukan hanya itu, saat ini Sarah pun sudah mempunyai handphone bagus. "Apa jangan-jangan... Papanya mengirimkan uang untuk Sarah Ma?"
"Tidak mungkin Nia, paling anak itu jual diri," Tuduh Bianca sambil meletakan ayam goreng ke atas meja makan. Dia pandangi separuh ekor ayam goreng yang terdiri 4 potong itu. Jika sampai di makan Sarah lagi, sama saja diperbudak anak tirinya.
"Kalau gitu, masakan ini Mama simpan di kamar saja, Nia. Biar dia nanti malam kelaparan," Sungut Bianca. Berbagai cara membuat Salma sengsara tetapi ujung-ujungnya dia yang kalah.
"Tos" Kedua tangan basah dan kering pun beradu. Bianca lalu mengingatkan kembali agar Rania segera mencuci.
"Ma... aku nggak mau, mendingan Mama mencari art saja," Usul Rania. Ia pandangi tanganya, jika untuk mencuci pasti akan keriput kena air sabun.
"Nggak bisa Rania," tolak Bianca. Jika dia mempunyai art, tentu saja perlakuan nya terhadap Sarah akan diketahui orang lain.
"Kalau gitu, beli mesin cuci saja Ma," Rania merengek.
"Tidak Nia... sekarang lebih baik kamu cuci dulu. Biarkan saat ini anak itu yang menang. Besok... kita pikirkan. Bagaimana caranya agar Sarah bertekuk lutut," Bianca lantas tertawa puas disusul tawa Rania.
Anak dan ibu itu lalu berpisah. Rania ke kamar mandi yang tidak jauh dari dapur sambil marah-marah.
Sementara Bianca masuk ke kamar, sambil membawa piring yang berisi Ayam goreng. Mereka tidak tahu jika Salma mendengar perbincangan mereka dari lantai atas.
Terdengar suara sikat dari kamar mandi dapur, Salma mengangkat satu tangan ke atas. "Yes" Batinya lalu perlahan menuruni tangga.
Salma buka pintu kamar ibu tirinya perlahan-lahan. Mengedarkan pandanganya di ruang paling besar tersebut, tetapi tidak ada Bianca di sana. Telinga Salma menangkap suara air gemericik dari kamar mandi. Sudah pasti ibu tiri Sarah yang berada di sana.
"Dia simpan di mana Ayam goreng tadi?"
...~Bersambung~...
terimakasih kembali author
ditunggu karya selanjutnya
iklan mendarat y kak